Bab 28. Perahu iblis dari laut timur

4.3K 74 3
                                    

GURUN PASIR . . . .

Pasir berwarna kuning bergulung-gulung tertiup angin, tampak seorang pemuda berdiri tegak ditepi gurun pasir itu. .

Pemuda itu adalah Boen Ching, dia seorang diri melakukan perjalanan yang sangat jauh datang kegurun pasir guna memenuhi perjanjian yang diadakan dengan Sek Giok Siang, pikirnya jika orang lebih banyak lagi yang datang memenuhi perjanjian itu, mungkin malah sebaliknya membahayakan jiwa Shie Siauw In serta Bwee Giok.

Dia seorang diri berdiri diperbatasan gurun pasir itu, entah setelah bertemu dengan Sek Giok Siang bagaimana sebaiknya, barisan Ngo Heng Kiam Tin telah diatur, tapi tujuh buah hioloo kuno peninggalan Thian Jan Shu itu tetap terjatuh ketangan golongan pulau Hiat Kuang To dilaut Selatan, dirinya sudah tentu harus berangkat untuk merebut kembali, tapi sekali berangkat ke Lam Hay paling sedikit membutuhkan waktu tiga bulan dan paling lama satu tahun lamanya, apalagi belum tentu mendapatkan beritanya.

Dia mengkhawatirkan keselamatagn dari Bwee Gioik serta Shie Sihauw In, terpaksa ia meneruskan untuk berangkat kegurun pasir terlebih dulu.

Setelah menenangkan pikirannya, mulailah dia mengerahkan tubuhnya berjalan memasuki gurun pasir itu, dia mengingat arah jalan waktu dulu dilaluinya, asalkan jangan terdapat angin taupan yang hebat saja, tentunya tak mungkin akan tersesat arahnya.

Sinar matahari yang menyinari ditengah gurun pasir itu sangat panas sekali, bagaikan di panggang saja, sedang pasir berwarna kuning pun sangat panas sekali, sukar ditahan.

Dia sedikit membungkukkan tubuhnya, dengan sekuat tenaga berjalan kearah kolam kecil yang terdapat ditengah gurun pasir itu.

Matahari mulai berputar kearah barat, setelah berjalan seharian penuh, dari kejauhan mulailah nampak kolam kecil itu.

Boen Ching memandang kearah kolam kecil itu, dalam hatinya entah merasakan girang atau berduka, dia menghirup napas panjang2 dan berjalan kearah kolam kecil itu dengan perlahan.

Terdengar suara tertawa yang sangat ringan, Boen Ching segera membalikkan tubuhnya memandang, nampak Sek Giok Siang dengan tegak berdiri dibelakang tubuhnya, dia menjadi termangu-mangu, nampak saat ini Sek Giok Siang sangat marah sekali, dalam hatinya menjadi merasa agak lega.

Dia mengira kalau dilihat dari sikap Sek Giok Siang sekarang ini mungkin tidak terlalu buruk, sambil tersenyum ujarnya.

"Nona Sek, baik-baik sajakah?"

Sek Giok Siang dengan perlahan tertawa sahutnya.

"Engkau datang ingin menjemput kedua orang sumoaymu itukah?"

Boen Ching tanpa sadar telah mengangguk kan kepalanya, tetapi tak sepatah katapun yang diucapkan keluar...

Sek Giok Siang tertawa lagi, setelah mengerdipkan matanya, ujarnya.

�Ketujuh buah hioloo kuno itu apa sudah kau bawa kemari?"

Boen Ching nampak sinar sesat itu barkelebat lebat lagi pada sepasang matanya, hatinya menjadi berdebar, ujarnya.

"Tidak, benda-benda itu telah gberhasil direbuit oleh orang-orhang dari pulau Hiat Kuang to dilaut selatan!"

Sek Giok Siang hanya tersenyum tanpa menjawab sepatah katapun.

Terdengar Boen Ching berkata lagi.

"Suhuku sekalian telah mengatur barisan Ngo Heng Kiam Tin, tetapi muncul seorang aneh yang membunyikan gentanya dan memukul pecah barisan Ngo Heng Kiam Tin tersebut"

Sek Giok Siang tersenyum, ujarnya.

"Jika seandainya ketujuh buah hioloo kuno peninggalan Thian Jan Shu itu berhasil kau rebut, apakah kau kabur membawanya kemari untuk ditukarkan dengan mereka berdua?"

Bentroknya Rimba Persilatan - Khu LungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang