Bab 48. Daerah salju tak ada pangkalnya

3.4K 68 0
                                    

BOEN CHING membopong tubuh Bwee Giok, terus berlari kearah Utara.

Bwee Giok yang berturut-turut berada dalam perjalanan pada saat ini telah sangat lelah sekali dan tertidur dengan nyenyaknya,

Pada saat ini cuaca mendekati magrib, kaki kanan Boen Ching pun saking kakunya hingga sukar sekali untuk digerakkan kembali, tetapi dia tak perduli apapun tetap melanjutkan perjalanannya kearah depan.

Lambat laun dari ujung langit tampak sana memancar keluar sinar matahari yang terang, saking lelahnya hampir-hampir Boen Ching tak sanggup melanjutkan perjalanannya lagi, dia menghembuskan napas panjang dan memandang kesekeliling tempat itu.

Disebelah tenggara sana tampak gundukan salju yang sangat tinggi sekali, Boen Chin dengan langkah yang perlahan berjalan menuju kearah tersebut.

Setelah memutari gundukan salju tersebut, tampak dibawah gundukan itu terdapat sebuah gua salju, agaknya gua yang telah lama tertutup salju, diluar gua itu masih tampak sebuah batang pohon tua yang telah mengering dan pada saat ini tertimbun oleh salju.

Boen Ching berdiri tenang beberapa saat diluar gua itu, kemudian sambil membopong tubuh Bwee Giok dengan pelahan dia berjalan masuk kedalam gua.

Didalam gua, itu tampak terdapat sebuah balai yang terbuat dari batu, sedang diatas balai yang terbuat dari batu itu terdapat tulang manusia yang telah terlepas dan hancur.

Boen Ching dengan sembarangan memandang sekejap, dia berjalan kedepan, dengan menggunakan tangannya menyapu bersih kemudian dirinya naik keatas balai batu itu dan duduk bersila, sedang tubuh Bwee Giok pun disandarkan disamping tubuhnya.

Beberapa saat kemudian, tampak tubuhnya Bwee Giok bergerak, bagaikan hendak bangkit berdiri, Boen Ching dengan perlahan membuka matanya, tampak Bwee Giok yang berada didalam pelukannya itu sedang mementangkan matanya dan memandang dirinya dengan penuh keheranan, dia telah merasakan sangat lelah sekali, terpikir olehnya bahwa Bwee Giok tentunya menirukan segala gerak-geriknya.

Kiranya jauh lebih baik Bwee Giok berbuat demikian dari pada harus berlari kesana kemari tanpa tujuan.

Boen Ching segera memejamkan matanya tak terasa lagi dia jatuh pulas dengan nyenyaknya. Ketika dia mendusin dari tidurnya tampak Bwee Giok masih berada didalam pangkuannya dan memejamkan matanya pula, sering pula dia mementangkan matanya memandang kearahnya dengan sinar mata penuh keheranan.

Boen Ching mengalihkan pandangannya kesekeliling tempat itu, tampak cuaca pun hampir mendekati magrib lagi, tak terasa lagi dia menjadi sangat terkejut sekali. dalam hati pikirnya.

"Aku sekalipun seharian penuh melakukan perjalanan dengan susah payah, tetapi selamanya belum pernah tertidur hingga demikian lamanya."

Baru saja dia bersiap hendak bangkit berdiri, tampak Bwee Giok masih berada didalam pangkuannya, dengan perlahan dia menghela napas dan mendongakkan kepalanya memandang kearah luar gua.

Bwee Giok memperhatikan gerak Boen Ching yang hendak dilakukan tetapi kemudian dibatalkan itu rasa aneh sekali, dengan menggunakan seluruh pikirannya dia memandang kearah Boen Ching agaknya dia tak mengetahui sebenarnya Boen Ching hendak berbuat apa.

Dalam hati Boen Ching merasa sangat berduka sekali, Bwee Giok kini telah dibuat bagaikan seorang yang sangat bodoh sekali oleh Kioe Thian Ie Sin, sehingga dia hanya dapat melakukan gerakan-gerakan yang mudah saja.

Dengan perlahan dia memejamkan sepasang matanya, dia berpikir keras beberapa saat lamanya, dia tidak menginginkan Bwee Giok menderita tetapi kini dia tak mempunyai cara lainnya lagi, dengan terpaksa dia menotok jalan darah ngantuk dari tubuh Bwee Giok.

Bentroknya Rimba Persilatan - Khu LungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang