Boen Ching serta Kong Ku sebenarnya memang tidak ingin untuk mengadu jiwa, begitu mendengar suara yang aneh, kedua orang itu dengan kesempatan itu segera menarik kembali jurus serangannya dan mundur ke belakang.
Diatas loteng Oei Hok Loo itu telah bertambah dengan dua orang, Seh Tu Hoa serta si Kelabang merah, Shie Chiau Nio.
Seh Tu Hoa memandang sekejap pada orang-orang yang hadir diatas loteng itu, dalam hatinya diam-diam dia merasa agak terkejut, pada saat ini demikian banyaknya jago-jago berkepandaian tinggi yang berkumpul, kiranya kedatangannya kali ini tak akan mendapatkan hasil lagi..
Tetapi dia tetap mengharapkan dapat mendapatkan sedikit percikan keuntungan, dia menoleh memandang keempat penjuru, dan memandang kearah orang-orang itu, sedang dalam hatinya pikirnya, jika dilihat keadaan sekarang ini, agaknya tidaklah memberikan tempat baginya untuk ikut serta dalam perebutan ini.
Tok Thian Coen Liauw Hoa Liong nampak yang datang ternyata adalah Seh Tu Hoa, dengan dingin mendengus, tetapi tak mengucapkan sepatah katapun jua.
Kong Ku sekalipun tidak mengetahui maksud tujuan dari kehadiran Seh Tu Hoa itu, dan tak ada seorangpun yang membuka mulut terlebih dahulu.
Seh Tu Hoa menjadi termenung, dia memandang keadaan dihadapannya sejenak, kemudian sambil tersenyum ujarnya.
"Kehadiranku ditempat ini sungguh tepat sekali waktunya, kiranya permainan bagus juga hampir mulai."
Didalam ruangan itu tetap sunyi senyap, kedua belah pihak tak seorangpun yang mengangkat bicara.
Seh Tu Hoa sebenarnya juga merupakan seorang yang cerdas begitu dia melihat suasana di tengah kalangan, segera telah mempunyai suatu ketetapan, pihak Boen Ching sudah tentu hendak membawa pergi ketujuh buah hioloo kuno itu sedang pihak Kong Ku tentunya tidak mengijinkan.
Dia harus berpihak kegolongan Kong Ku, dengan demikian baginya baru mempunyai kesempatan untuk ikut serta mendapatkan hioloo2 itu, apalagi Boen Ching sekalipur dengan diri nya selalu tidak cocok, baginya sudah tentu sukar untuk memasukinya.
Sambil tertawa kepada Kong Ku ujarnya.
"Sampai saat ini ketujuh buah hioloo kuno peninggalan Thian Jan Shu masih belum didapatkan seseorang bukan ? ?"
Kong Ku hanya mendengus, tak mengucapkan sepatah katapun.
Begitu ucapan Seh Tu Hoa keluar dari mulutnya, Ouw Yang Bu Kie segera mengetahui maksud perkataannya, hatinya menjadi berputar, pikirnya jika dirinya mendapat bantuan dari Seh Tu Hoa dan Shie Chiau Nio, bukankah dengan mudah Boen Ching sekalian dapat dibereskan dengan cepat, dan setelah membereskan Boen Ching, dirinya waktu berhadapan dengan Kong Ku bukankah bertambah lagi bantuan yang sangat kuat.
Berpikir sampai disini segera sambil tersenyum ujarnya.
"Ketujuh buah hioloo kuno peninggalan dari Thian Jan Shu telah ditetapkan milik Boen Ching seorang."
Seh Tu Hoa menjadi tertegun, terdengar Ouw Yang Bu Kie telah melanjutkan ujarnya:
"Tetapi ini hanya suatu permulaan saja, akhirnya siapakah yang berhak mendapatkan tujuh buah hioloo kuno peninggalan Thian Jan Shu ini aku kira juga harus tergantung pada kepandaian serta kecerdasan yang dimilikinya "
Sehabis barkata dia tersenyum, dan berkata kepada Boen Ching.
Seh Tu Hoa tertawa besar, ujarnya.
"Jika demikian adanya kukira Boen Ching saat ini telah merupakan sasaran bagi orang, dan semua orang berhak untuk merebut tujuh buah hioloo kuno itu bukan ?-? ?"
'Ouw Yang Bu Kie tertawa besar, sahutnya.
'Memang demikian adanya !"
Tok Thian Coen dengan dingin mendengus, belum dia membuka mulut untuk berbicara, dari atas jendela loteng itu terdengar suara yang sangat dingin yang berkata:
KAMU SEDANG MEMBACA
Bentroknya Rimba Persilatan - Khu Lung
Ficción GeneralNiatnya untuk berguru pada Thian Jan Su seorang tokoh sakti aneh dan tiada tandingannya mendadak sirna karena Thian Jan Shu meninggal akibat terkena pusaka Thian Liong Suo (Bor Naga Langit) ketika bertarung dengan Thian San Chiet Kiam (7 Jago Pedang...