WAKTU berjalan sangat cepatnya, tahun berganti dengan tahun, tak terasa sepuluh tahun telah berlalu.
Seorang pemuda berusia delapan sembilan belas tahun berdiri di tepi pantai, sebuah kapal dengan perlahan-lahan menjauhi pantai berlayar ke tengah lautan, matanya terasa sedikit guram.
Perahu layar itu perlahan-lahan menghilang ditengah lautan, ia menoleh memandang ke daratan, bisiknya. "Sudah sepuluh tahun, akhirnya aku datang pula ke sini."
Mulutnya tersungging suatu senyuman, tangannya meraba pedang yang tergantung di pinggangnya, sedang tangan lainnya menjinjing buntalannya dan berjalan menuju ke daratan-
Ia adalah Boen ching yang sepuluh tahun yang lalu telah ditolong oleh orang aneh dari luar lautan Ie Bok Tocu.Setelah melalui sawah yang kering, Boen ching masuk ke dalam suatu kota.
Sepuluh tahun terakhir ini, dalam perawatan yang cermat dan mendapat bimbingan dari Ie Bok Tocu, sekali lagi ia datang ke daerah Tionggoan dengan tujuan merebut kembali tujuh hiolo kuno yang sekarang disimpan oleh tujuh partai besar, dan tak lupa dendam atas pukulan-pukulan yang diterimanya dari para ketua tujuh besar.
Setelah berjalan sejenak didalam kota, ia mengangkat kepalanya, kiranya ia telah berdiri di muka rumah makan yang memakai merk "chih Eng Lo."
Hati Boen ching bergerak. pikirnya perutnya mulai merasa lapar, lebih baik naik loteng, makan dahulu baru melanjutkan perjalanannya.
Begitu ia sampai di atas loteng, nampak semua orang dengan sinar yang penuh keheranan memandang padanya, dalam hatinya dia berpikir, mungkin dirinya terlalu asing bagi mereka dan ia tak mau ambil perduli urusan itu, segera ia mencari tempat duduk yang dekat dengan jendela.
Baru saja Boen ching duduk, seorang laki-laki kasar berbaju kuning membentak Boen ching "Hm kawan, aku kira kau baru pertama kali ini datang kemari. Apakah karena engkau memangnya tak mengerti aturan di sini ataukah memangnya sengaja mencari setori?"
Boen ching memandangnya penuh keheranan ia mengangkat kepalanya memperhatikan orang itu dan bertanya. "Entah ada peraturan apa, sudikah saudara memberi tahu?"
Orang itu tertawa dingin katanya, "Tiga ratus lie sekitar perkampungan Sie Shia Ling, kawan2 Bu-lim dilarang membawa senjata apapun jua."
Boen ching tertawa tawar, di dalam hatinya berpikir, entah belakang ini daerah Sie shia Ling ini telah kedatangan siluman macam apa yang lihaynya sehingga sekitar tiga ratus lie di tempat ini orang tak boleh membawa senjata.
Tetapi nampak seorang itu rendah sekali ilmu silatnya, tak ada perlunya mencari urusan, ia juga tak mau menurunkan derajatnya, segera ia lepaskan pedangnya dan ditaruh di atas meja.
Orang itu nampak Boen ching melepaskan pedangnya, dan melihat pedang itu adalah suatu pedang kuno yang sangat antik, tahu bahwa pedang itu bukan barang sembarangan, nampak pula Boen ching seperti tak dapat ilmu silat sedikitpun, hatinya menduga mungkin hanyalah seorang Siucay yang membawa pedang untuk hiasan belaka.
Segera ia membentak, "Serahkan pedang itu padaku!!" Sambil berkata tangannya menyambar pedang itu.
Boen ching melihat orang itu akan merampas pedang pemberian suhunya, mana mau mengalah terhadap segala keroco yang ingin merebut pedangnya.
Ia menarik muka, tangan kirinya segera mencengkeram urat nadi pergelangan tangan orang itu sambil membentak "Kau mau berbuat apa?"
Baru saja orang itu akan mencapai pedang tersebut, urat nadi pergelangan tangannya telah dicengkeram dan ia jadi terkejut, dalam hatinya dia mengetahui telah bertemu dengan orang yang berilmu tinggi .
KAMU SEDANG MEMBACA
Bentroknya Rimba Persilatan - Khu Lung
Ficción GeneralNiatnya untuk berguru pada Thian Jan Su seorang tokoh sakti aneh dan tiada tandingannya mendadak sirna karena Thian Jan Shu meninggal akibat terkena pusaka Thian Liong Suo (Bor Naga Langit) ketika bertarung dengan Thian San Chiet Kiam (7 Jago Pedang...