Lara

1.5K 49 2
                                    

Siswa-siswi Bintang Bangsa bersorak senang kala mendengar bel tanda pulang. Pasalnya sangat jarang bel pulang berbunyi disaat jam baru merangkak diangka 11. Begitu pula siswa-siswi di kelas X IPA 2 yang merupakan kelas Gisya.

“Elo nggak pulang Sya ?” Tanya Priskila bingung karena disaat teman-temannya yang lain begitu juga dirinya tengah sibuk membereskan buku mereka masing-masing, Gisya malah terlihat santai dengan earphone yang terpasang di telinganya.

Priskila mendengus karena Gisya tidak menanggapinya sama sekali. Akhirnya ia berinisiatif untuk melepas salah satu earphone dari telinga Gisya. Ini membuat Gisya menoleh kesal pada Priskila.

“Kenapa sih Pris ?”

“Elo nggak pulang ?” Priskila mengulangi pertanyaannya lagi.

Gisya menggeleng. “Elo duluan aja. Gue masih nunggu Kak Langit”

Priskila menautkan kedua alisnya. “Bentar deh, gue mau nanya. Elo itu sebenernya sama Kak Langit pacaran atau enggak sih ? kalau enggak, buruan minta kejelasan deh”

Gisya memutar bola matanya. “Apaan deh Pris ? udah sana katanya mau pulang” Gisya mengusir Priskila. Sementara yang diusir sudah memanyunkan bibirnya. Sahabatnya ini benar-benar. Kadang asik, kadang ngeselinnya setengah mati.

Akhirnya Priskila memilih untuk mengalah. Ia beranjak keluar kelas, namun pada saat ia berada di ambang pintu, ia kembali berbalik seraya berteriak. “Kalau elo nggak mau sama Kak Langit, Kak Langit buat gue aja ya ?”

Bersamaan dengan itu pula Langit baru saja sampai di depan kelas Gisya, di belakang Priskila lebih tepatnya. Gisya yang mengetahuinya sudah terkikik geli. Sementara Priskila yang belum menyadari kehadiran Langit, masih menunjukkan wajah berbinarnya. Sedetik kemudian ia berbalik. Tubuhnya menengang dengan wajah memerah Karena menahan malu. Mampus gue nyablak banget sih ini mulut, batin Priskila.

“Hehe siang Kak Langit” setelah menyapa Langit, Priskila langsung berlari pergi.

Sementara itu Langit hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia kadang merasa geli dengan tingkah Priskila. Ia memang tidak terlalu dekat dengan Priskila, namun Langit sedikit bisa lebih hangat dengannya. Ya karena memang Priskila adalah sahabat Gisya.

“Tu anak tadi kenapa sih Sa ?”

“Gisya kak” ujar Gisya bosan. “Yaa biasa kan kelakuan fans berat mu itu”

“Ciee cemburu yaa gue punya banyak fans” ujar Langit sambil menyubit pipi Gisya gemas.

“Dih apaan sih ?” Gisya kembali fokus menatap keluar jendela.

Kini lantas keduanya saling terdiam. Langit menatap Gisya. Apa ia sanggup jika harus kehilangan Gisya. Baginya Gisya adalah penyemangat hidupnya. Ini memang terlihat berlebihan. Tapi itu lah kenyataannya. Langit belum pernah jatuh cinta sebesar ini sebelumnya.

Langit meraih tangan Gisya dan menggenggamnya. “Jangan pernah tinggalin gue ya Sya” Gisya menoleh dan terkesiap dengan perkataan Langit.

“Apa kakak memintaku untuk berjanji ?” tanyanya. Kini matanya sudah hampir basah. Gisya memang cengeng. Apalagi jika sudah terlibat pembicaraan seperti ini.

“Ya, kalau bisa”

Gisya menarik nafasnya pelan lantas membuang pandangannya. Setelah lama terdiam, ia menyandarkan kepalanya pada bahu Langit. Ia beruntung memiliki Langit. Paling tidak jika ia sudah lelah dengan hidupnya, ia bisa menyandarkan kepalanya sejenak. Berada di samping Langit, terkadang Gisya bisa melupakan sedikit masalahnya.

“Aku selalu berharap aku bisa mengucapkannya. Tapi Tuhan selalu menyadarkanku bahwa aku memang tidak bisa berharap. Bahkan walau itu hanya untuk kebahagiaanku saja”

Di Batas SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang