"Di batas senja ini aku membiarkanmu kembali ke peraduan. Aku hanya berharap dirimu tak seperti jejak sang hujan, yang pergi dan menghilang"
***
Suara penjelasan Pak Lindu terus menggema di ruang kelas X IPA 2. Terkadang diiringi dengan suara spidol yang di pukulkan pada papan tulis. Guru matematika satu ini memang sangat semangat jika sedang mengajar. Tidak peduli hanya ada segelintir siswa yang terlihat berantusias.
Jika biasanya Gisya termasuk ke dalam siswa itu, hari ini ia memilih bertopang dagu. Namun sesekali ia juga mencatat rumus yang ada di papan tulis di buku catatannya. Intinya hari ini Gisya tak bersemangat seperti biasanya.
Pikirannya melayang kemana-mana. Tapi tak ada satupun yang bisa ia mengerti. Semuanya bagaikan ribuan film yang terputar dalam satu layar secara bersamaan. Membingungkan.
Gisya tersentak kala Priskila menyenggol sikunya.
"Kenapa ?" Gisya bertanya.
"Gue mau ngasih tau lo" ujar Priskila berbisik. Jika tidak, bisa dipastikan ia akan kena marah Pak Lindu.
"Apaan ?"
"Kemarin Kak Ditya nyariin lo. Waktu itu juga. Pokoknya selama lo nggak masuk, dia kesini terus"
Gisya menegakkan kepalanya. Alisnya berkerut "Apa ? Ngapain ?"
"Ya gue nggak tau. Kayak butuh banget elo gitu"
"Halah palingan juga cuma mau nyari gara-gara doang"
Priskila tampak berpikir. "Tapi menurut gue kayaknya dia beneran 'nyariin' lo deh Sya. Masalahnya berkali-kali dia kesini. Atau... Jangan jangan dia udah mulai suka sama lo kali Sya"
Gisya merengut. "Nggak usah ngaco deh Pris"
Jika tadi Gisya malas dengan pelajaran, kali ini ia menjadi semangat. Dia sudah malas mendengar ocehan Priskila yang nggak bermutu itu.
Priskila cengengesan. Mudah sekali menggoda temannya ini.
"Emang lo nggak suka sama Kak Ditya Sya ?"
"Enggak" jawabnya sembari fokus mencatat.
"Masak ? Dia ganteng loh"
"Apaan sih Pris"
"Lebih ganteng dari Kak Langit Sya"
"Stop Pris"
"Kalau misalnya Kak Ditya nembak lo gimana ?"
"Gue tolak !"
"Kalau Kak Langit yang nembak ?"
"Gue tolak juga"
"Kalau Kak Langit sama Kak Ditya gantengan mana Sya ?"
"Dit-- Eh ?"
***
Keramaian yang tercipta di area kantin sama sekali tak mengusik ketenangan gadis satu ini. Ia tetap bergumul dengan pikirannya sendiri. Entahlah, akhir-akhir ini ia merasa menjadi seseorang pemikir. Padahal sudah jelas, hal itu sangat amat terlarang untuk dirinya.
Tiba-tiba saja bayangan kejadian tadi pagi muncul tanpa diminta. Karena perasaan bersalah itukah ?
Gisya memang tidak berbohong meminta Ditya untuk menjauhinya. Ia hanya tidak ingin fokusnya terpecah dan memikirkan hal-hal lain. Dan satu perkataan Ditya yang masih membekas hingga saat ini. Ya. Sepertinya perkataan Ditya yang satu itu memang benar.
Gisya mengerjapkan matanya. Untuk apa ia mengingat hal itu ?
"Bengong aja Bu"
Gisya mendongak. Sudah ada Priskila rupanya di hadapannya. Sahabatnya itu segera mengambil tempat duduk di depan Gisya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Batas Senja
Teen Fiction"Angin yang mengecup lembut tiap rambutmu adalah aku yang menjelma waktu, untuk bisa menjagamu diam-diam dari kejauhan" ..