"Rasa ini indah. Maka jangan biarkan aku kehilangannya lagi ..."
***
"Kenapa harus seribet ini sih ?"
Marvin mendengus, tangannya berkacak pinggang menatap kesal orang yang sudah entah berapa kali menanyakan hal tersebut. Jika bukan karena temannya ini ia tentu tidak akan mau panas-panasan di taman ini. Bahkan ia mengganti seragamnya saja belum sempat.
"Mending lo diem deh Dit. Jangan buat gue nerbangin nih sapu ke jidat lo"
Ditya yang saat itu sedang menyandarkan tubuhnya pada sebuah kursi menggerak-gerakkan bibirnya mengikuti ocehan Marvin.
"Daripada lo nggak jelas gitu, lebih baik lo hubungin Gisya. Bujuk dia. gue nggak mau apa yang udah gue siapin ini sia-sia"
Seketika itu Ditya menegakkan badannya. "Kok gue ngrasa lo semangat banget ya ? ooo gue tau, lo masih usaha buat dapetin dia ?"
"Kalau iya kenapa ? gue ragu sama keahlian lo itu. Dari dulu sampai sekarang kok nggak ada perkembangannya"
Ditya melemparkan botol mineralnya tepat mengenai kepala Marvin. "Dia punya gue, awas lo macem-macem !" ancam Ditya. Setelah itu ia pergi meninggalkan Marvin.
***
"Pris kapan selesainya sih ?". Gisya bertopang dagu. Saat ini ia dan Priskila sedang berada di perpustakaan kota. Entah apa yang membuat sahabatnya itu tiba-tiba mengajaknya kesini. Parahnya, mereka disini sudah hampir 2 jam. Gisya bosan, sungguh. Apalagi sore ini ia memiliki janji dengan Ditya tapi ia malah terjebak disini nggak tahu sampai kapan.
"Bentar lagi Sya. Lagian lo lagi nggak ada acara kemana-mana kan ?" ujar Priskila tanpa mengalihkan pandangannya dari buku.
"Gue itu ma—" Gisya menggantungkan kalimatnya. Tidak, Priskila tidak boleh tahu.
Priskila menatap Gisya menanti kalimat Gisya selanjutnya. "Ma ? Ma apa ?"
"Enggak. Lupain aja. Udah deh lo buruan"
"Iya iya .. eh bentar-" Priskila beralih menatap ponselnya yang baru saja berdenting. Matanya berbinar membaca pesan itu. Ia kemudian melihat kearah Gisya lagi. "Sya, temenin gue yuk"
"Eh ?" Gisya semakin bingung saat Priskila kini menarik tangannya. Ia bahkan tak memiliki kesempatan untuk bertanya ataupun menolak.
Kening Gisya berkerut saat Priskila membawanya ke sebuah taman yang berada tak jauh dari perpustakaan itu. Mulutnya sudah gatal ingin bertanya. "Lo mau ketemu siapa sih emang ?"
"Temen gue. Tadi bilangnya udah disini tapi kok nggak ada yaa" ujar Priskila sejurus ia mengecek ponselnya. Gisya mendengus. Benar-benar habis dia setelah ini. Ia sendiri juga ikut mengecek ponselnya. Ada beberapa pesan dari manusia pengganggu itu yang masuk ke ponselnya.
DitRaditya : jgn lupa sore ini lo ada janji sm gue !
DitRaditya : Sya ?
DitRaditya : Bales kek kalo ada org ngechat
DitRaditya : gue cm mau ngingetin lo msh dibwh otoritas gue
Gisya mencibir. Masih saja tak berubah.
"Temen lo mana sih Priskila ?"
Priskila menghentikan langkah mondar mandirnya, ia kemudian ingat sepertinya ia melupakan sesuatu. "Duh Sya gara-gara keburu gue lupa sesuatu. Lo tunggu sini bentar yah, jangan kemana-mana"
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Batas Senja
Teen Fiction"Angin yang mengecup lembut tiap rambutmu adalah aku yang menjelma waktu, untuk bisa menjagamu diam-diam dari kejauhan" ..