Gisya meraih botol obat yang berada di nakas samping tempat tidurnya dengan tangan gemetar. Sakit yang beberapa hari belakangan ini ia rasakan kembali datang. Kali ini dengan rasa yang luar biasa. Perut bagian kanan atasnya terasa sangat nyeri.
Gisya menggigit bibirnya, mencoba untuk menahan rasa sakit itu, seperti yang biasa ia lakukan selama ini. Namun sepertinya usahanya itu gagal. Rasa sakit itu tak kunjung hilang bahkan semakin bertambah.
Setelah berhasil meraih botol itu, ia mengeluarkan beberapa butir obat lantas segera menelannya. Setelahnya ia menyandarkan kepalanya pada kepala ranjang. Tubuhnya sangat lemas. Baru saja ia ingin meraup oksigen di sekitarnya, tiba-tiba saja perutnya merasa mual. Ia menutup mulutnya dengan sebelah tangan dan berusaha berdiri untuk menuju ke kamar mandi.
Sampai di depan wastafel ia langsung mengeluarkannya. Tubuhnya semakin melemas saat mengetahui bahwa darah lah yang keluar dari tubuhnya. Air matanya menetes, sementara kepalanya semakin pusing. Tidak. Ia tidak boleh tumbang lagi dan membuat kekacauan seperti tadi siang.
Tenang. Ia tidak boleh sampai membangunkan Gilvran di tengah malam seperti ini.
Gadis itu berusaha untuk kembali ke ranjangnya. Setelah berhasil ia segera menjatuhkan tubuhnya. Meringkuk disana berusaha melupakan segala rasa sakitnya.
***
Seperti dapat merasakan, berjarak jauh dari tempat Gisya, Ditya belum juga bisa memejamkan matanya. Setiap kali ia berusaha menutup matanya, bayangan Gisya selalu hadir dihadapannya. Alhasil inilah yang Ditya lakukan. Memandang foto Gisya yang ada di handphonenya. Tiba-tiba saja ia sangat rindu dengan gadis itu.
Sepulang sekolah tadi, kekasihnya itu memang tidak memberinya kabar lagi. Ditya sendiri juga sudah mengiriminya beberapa pesan. Namun tak ada satupun pesan yang gadis itu balas. Ditya hanya berharap tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari Gisya.
Ditya menghembuskan nafasnya. Tangannya gatal untuk mengirimi Gisya pesan lagi. Walaupun ia tahu sudah terlalu larut baginya. Ia hanya ingin mengurangi sedikit rasa rindunya.
Tanpa membuang waktu lama, ia membuka salah satu chat room pada aplikasi WhatsApp-nya yang bertuliskan nama "Ai❤".
Gdnite Darl ❤ imissu :(
Ditya tersenyum melihat pesannya itu. Ia menggeleng pelan. Gisya benar-benar menjungkir balikkan dunianya. Dulu mana pernah ia mengirimkan pesan se-manis ini pada kekasihnya yang terdahulu.
Ditya mengalihkan pandangannya saat pintu kamarnya tiba-tiba saja terbuka.
"Mama ?". Meskipun kamarnya dalam keadaan gelap, namun Ditya masih bisa mengenali sosok Mamanya lah yang masuk ke dalam kamarnya.
Mamanya mengernyit heran. Tadinya ia hanya ingin meletakkan baju-baju Ditya yang sudah di setrika. Wanita itu lantas menghidupkan lampu kamar Ditya agar dapat melihat putranya dengan jelas.
Mamanya bertambah heran saat tahu Ditya memang masih terjaga. Ia mendekati putranya dan duduk di pinggir ranjang.
"Kamu belum tidur ?"
Ditya tersenyum tipis. "Nggak bisa tidur Ma"
"Kenapa ?"
Ditya menghedikkan bahunya. "Nggak tau. Tiba-tiba aja Ditya kepikiran sama Gisya"
Mamanya tersenyum maklum. "Wajar karena memang dia kan yang selalu kamu pikirkan selama ini ? jangan terlalu menghawatirkan dia Dit. Pikirkan juga dirimu sendiri"
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Batas Senja
Fiksi Remaja"Angin yang mengecup lembut tiap rambutmu adalah aku yang menjelma waktu, untuk bisa menjagamu diam-diam dari kejauhan" ..