Menyerah atau ...

1K 42 0
                                    

Disinilah Gisya bersama Widya –Mama Ditya- di sebuah taman yang berada di dekat bangsal perawatan Ditya. Entah hanya Gisya saja yang merasa atau memang itu yang terjadi, semenjak keluar dari kamar perawatan Ditya, Widya selalu membuang nafasnya berat. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Ditya. Gisya mendadak khawatir. Bukan karena apapun, tetapi Gisya tahu apa yang terjadi kepada Ditya, sebelum lelaki itu masuk ke rumah sakit.

Gisya yang duduk disamping Widya hanya menunduk diam, menunggu wanita seumuran Mama nya itu berbicara.

“Kamu tahu ?” pertanyaan Mama Ditya ini membuat Gisya mendongak. Mama Ditya sudah memiringkan duduknya sehingga ia dapat leluasa menatap Gisya.

“Selama ini Tante nggak pernah lihat Ditya dekat dengan cewek manapun. Apalagi sampai membawanya ke rumah”

Degh! Feeling Gisya mendadak tidak enak. Ini pasti menyangkut dirinya. Apakah dirinya akan dimarahi karena dekat dengan Ditya. Gisya menggigit bibir dalamnya.

“Dan semenjak dia membawamu kerumah … Tante tahu pasti ada sesuatu yang terjadi. Tante tahu kamu istimewa di mata Ditya”

“Untuk itu bolehkah Tante minta tolong sama kamu ?”

Jantung Gisya berdetak lebih cepat. Tidak tahu mengapa ia takut jika Mama Ditya memintanya untuk menjauhi anaknya itu. Tapi bukankah harusnya Gisya bersyukur karena dengan begini ia dapat terbebas dari Ditya. Ya. Harusnya dia bersyukur dan mengamini praduganya itu agar benar-benar terjadi.

“Minta tolong apa Tante ?”

“Tolong minta Ditya agar berhenti bermain futsal”

Dahi Gisya mengkerut tidak mengerti. Semuanya jauh dari apa yang ia perkirakan. Memang terlalu banyak mengira-ira itu membuat orang buta terhadap logika.

“Tapi kenapa Tante ? Ditya suka dengan futsal”

“Ya. Tante tahu. Tapi itu mengganggu kesehatan Ditya Sya”

Gisya semakin tidak mengerti. Kesehatan ? memangnya Ditya tidak sehat ? Dia sakit apa ? jika tadi ia khawatir terhadap dirinya sendiri, sekarang ia mengkhawatirkan lelaki itu. Gisya sudah membayangkan jika Ditya sakit …..

Arrghhh !

Gisya memilih tetap diam, menunggu Mama Ditya kembali melanjutkan penjelasannya. Mama Ditya terlihat menghela nafasnya lelah.

“Ditya ada trauma rongga perut. Setiap kali dia kecapekan, dia pasti kumat. Tante udah sering nyuruh dia buat jaga kesehatannya, tapi kamu tau sendiri dia ngeyelnya kayak apa. untuk itu Tante minta bantuan kamu. Tante yakin Ditya pasti nurut sama kamu”

“Trauma rongga perut ?”  Tanya Gisya kaget. Ia kembali mengingat bagaimana kemarin Septian memukul perut Ditya berkali-kali. Astaga kenapa Ditya begitu bodoh kemarin dan tidak melawan Septian. Haiiisshh, luarannya aja sok jago, rutuk Gisya kesal.

“Iya. Bantu Tante ya Sya. Tante nggak mau Ditya kenapa-napa” Gisya semakin tidak enak dengan Mama Ditya. Apa yang harus ia lakukan. Kenapa hidupnya semakin kesini semakin rumit saja. Satu sisi Gisya tidak ingin terlibat dengan Ditya lagi, tapi disisi lain Gisya tak ingin pergi dengan kondisi dan permintaan Mama lelaki itu. Akhirnya ia memilih untuk menyetujuinya.

“Iya Tante Gisya coba”

Mama Ditya tersenyum lantas memeluk Gisya.

***

Priskila melongokkan kepalanya mencari-cari Langit. Sudah hampir 10 menit ia berada diluar kelas dan ia belum menemukan lelaki itu di koridor kelas XI IPA. Ia berdecak, kalau saja bukan masalah Gisya, ia tidak perlu mencari Langit. Akhir-akhir ini memang Priskila mendadak sebal dengan sahabat laki-laki sahabatnya itu. Ya, apalagi kalau bukan karena ia berpacaran dengan Mentari.

Di Batas SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang