EPILOG

1.4K 52 4
                                    

***

Gerimis mengiringi pemakaman itu. Seolah bumi juga turut berduka atas kepergiannya. Suasana sendu yang tercipta membuat kesedihan itu semakin terasa. Beberapa orang yang menghadiri pemakaman itu terlihat terpukul.

Kesedihan akan menggelayuti siapapun yang ditinggalkan. Terlebih ia pergi untuk hidup yang lebih abadi.

Teman, sahabat, dan kerabat. Diantara semua itu, terlihat seseorang yang sangat mencolok. Seseorang yang sangat menyita perhatian. Karena selama pemakaman berlangsung, ia tak pernah mengalihkan pandangannya sama sekali. Seolah momen itu adalah momen terakhir yang harus selalu ia ingat.

Gilvran. Lelaki itu didampingi dengan Talitha yang selalu berada di sampingnya agar tak limbung. Entah sadar atau tidak, ia selalu menahan agar tubuhnya tak bergetar. Matanya sudah cukup merah karena air mata yang mengalir cukup lama.

Sementara Talitha tak bisa berbuat banyak. Ia hanya mengusap-usap lengan lelaki disampingnya itu. Mencoba untuk memberinya kekuatan.

"Ikhlaskan dia. Maka dia akan tenang disana"

Gilvran menarik nafasnya. Matanya kembali memanas.

"Mengapa takdir sekejam ini ?"

"Agar kita tak pernah berhenti berharap kepada-Nya" Jawab Talitha atas pertanyaan itu. Matanya menangkap tanah terakhir yang digunakan untuk menutup makam itu. Dadanya ikut menyesak membaca deretan nama yang tertulis diatas nisan yang baru saja ditancapkan.

"Percayalah. Mulai saat ini, ia akan bahagia"

Gilvran mengangguk.

Sementara itu sahabat-sahabatnya masih mematung. Sebagian dari mereka masih belum percaya dengan kepergiannya yang terkesan mendadak.

Orang baik akan diiringi tangisan selama perjalanannya menuju ke tempat peristirahatan terakhir. Dan yah, nyatanya itu memang benar.

Dan kini saat prosesi pemakaman itu berakhir, sebagian dari mereka memilih menetap.

Langit terlihat bersimpuh di samping makam yang masih basah itu. Tangannya mengepal tanah yang berada disana, sementara matanya menatap nanar nisan itu.

"Kenapa ? kenapa lo harus pergi ? Tenanglah disana"

Priskila mendengar suara Langit yang bergetar. Ia ikut bersimpuh dan mengusap bahu lelaki itu.

"Tempatkanlah ia di sisi terbaikmu Tuhan". Setelahnya ia membantu Langit untuk kembali berdiri.

Talitha dan Gilvran melihat semua itu. Talitha kemudian menggenggam tangan Gilvran.

"Pemakamannya udah selesai. Ayo kita pulang"

Gilvran mengangguk. Sebelum ia beranjak dari sana, matanya menangkap siluet seorang wanita yang tampak sekali sangat terpukul. Di belakangnya ada seorang pemuda yang dengan setianya menopang wanita itu. Sementara tak jauh, seorang pria juga tampak lebih hancur. Gilvran meringis melihatnya. Ia baru kembali melangkah setelah merasakan tepukan lembut dari Talitha.

***

Pancaran dari lilin lilin kecil itu membentuk sebuah jalan setapak. Gadis dengan dress putih tulang berenda terus melangkah menyusuri jalan dengan setangkai mawar putih di genggamannya. Ia baru berhenti saat matanya menangkap siluet seorang pemuda. Ia tak dapat melihat dengan jelas wajah pemuda itu karena cahaya yang begitu terang di balik tubuh pemuda itu.

Namun parfum yang menguar, membuatnya mengenali dengan jelas sosok itu. Senyumnya merekah.

"Dit ?"

Di Batas SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang