Senja yang Berlalu (a)

1.1K 45 0
                                    

Kenangan itu masih disini tak juga pergi layaknya dirimu …”

***

“Jangan pergi Sya”

Ditya mencekal pergelangan tangan Gisya. Sementara gadis itu hanya mengernyit bingung. Pasalnya Ditya tiba-tiba datang dan melarang dirinya untuk pergi.

“Lo itu apaan sih ? tiba-tiba muncul. Lagian siapa juga yang mau pergi ?” Tanya Gisya kesal.

“Elo lah. Nggak usah bohong deh lo. Udah serapi ini kalau nggak mau pergi, mau kemana lagi. Lo janjian sama Bayu kan ?”

Gisya membulatkan matanya sekilas. Bagaimana sampai Ditya tahu.

“Dih siapa juga yang mau pergi sama dia ? sok tau”

Masih dengan tangan yang menggenggam Gisya, Ditya menatapnya dalam. “Lo itu hobi bohongin orang atau gimana sih ? lo pikir gue nggak tau tadi pagi Bayu nyamperin lo ke kelas ?”

Gisya memicingkan matanya. Tidak bisa apa sehari saja lelaki ini tak membuatnya kesal ? Gisya sendiri juga bingung mengapa seolah-olah lelaki ini menjadi bayangan hidupnya. Oh tidak-tidak, lelaki ini malah lebih mirip hantu menakutkan yang selalu mengganggunya. Dukun mana dukun. Ia mendengus.

Satu lagi yang membuat Gisya bingung. “Dari mana lo tau rumah gue ? ngikutin gue ya lo ?”

Kali ini Ditya yang gelagapan. Setelah mengetahui kabar bahwa Bayu menemui Gisya, ia langsung pergi ke kelas gadis itu. Bahkan ia rela meninggalkan PR Matematikanya. Lalu saat tahu Gisya menerima tawaran Bayu untuk berjalan bersamanya, Ditya mati-matian membujuk Marvin agar memberi tahu rumah gadis itu. Tentu Ditya tak akan menjawab sejujur itu kan. Bisa besar kepala kalau sampai Gisya tahu Ditya rela melakukan itu hanya demi melarangnya pergi bersama Bayu.

“Nggak penting. Yang terpenting sekarang gue ada tugas buat lo”

Mata Gisya berkilat kesal. “APA ? Ya Tuhan kapan sih gue bisa bebas dari cowok ngeselin ini”. Setelahnya ia menghela nafas lirih. “Oke gini kali ini gue bakal ngomong baik-baik. Pliss sekali ini aja ijinin gue pergi. Ini penting buat gue” ujar Gisya memohon. Setelah cukup lama Ditya hanya diam dan Nampak berpikir, akhirnya …

“Enggak”

Emosi Gisya sudah mencapai ubun-ubun. “Elo itu kenapa sih ? apa salah gue sampai lo ganggu hidup gue setiap hari kayak gini. Elo itu nggak punya hati ya ? gue udah lakuin apapun yang lo mau tapi kayaknya lo nggak ada puasnya. Gue capek. Lo salah lawan Dit”

“Bayu itu ada niat buruk Sya” suara Ditya tak kalah tinggi.

“Elo jangan asal ngomong ya. Gue kenal Bayu-”

“Seberapa kenal, HAH ?” Ditya membentak. Baru kali ini Gisya benar-benar melihat Ditya marah. Matanya kini berkaca-kaca, ia sangat takut.

Ditya memegang lembut kedua tangan Gisya. “Percaya sama gue, gue nggak ada niat apapun. Gue Cuma nggak mau elo kayak Naya”

Gisya mendongak. Terlihat bibir dan hidungnya memerah. Ditya salah, ia tidak suka melihat perempuan menangis, tapi nyatanya selalu ia yang membuat perempuan menangis.

“Kalau lo mau ikut gue, gue akan jelasin semuanya. Tapi kalau nggak mau, gue nggak maksa, tapi plis tolong jangan temui Bayu” ucapnya seraya berbalik kearah motornya.

Ditya sudah siap diatas motornya dan sudah memakai helm. Ia menoleh kearah Gisya sebentar. Saat hendak menghidupkan mesin motornya, sebuah tangan memegang lengannya.

***

Ditya memarkirkan motornya asal di depan garasi. Ia terpaksa kembali ke rumah lagi. Saking buru-burunya tadi, ia meninggalkan dompetnya dirumah. Setelah meletakkan helmnya diatas motor, ia melirik kearah gadis yang kini tengah menatapnya tanpa arti.

Di Batas SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang