Terulangnya Kesalahan

1K 38 1
                                    

Keadaan seperti ini memang cepat atau lambat akan terjadi. Tidak ada yang bisa kita lakukan selain menunggu donor hati secepatnya”

Kalimat demi kalimat itu terus berdengung di telinga Gilvran. Gilvran menelungkupkan wajahnya pada tangan. Mengapa ia harus menghadapi hal yang seperti ini. Nyatanya seberapapun usahanya untuk tetap kuat, kekuatannya itu akan dikikis oleh keraguannya. Ia kesal dengan adiknya karena menempatkannya pada posisi terombang-ambing. Tidak bisakah adiknya bangun dan mengajaknya bertengkar saja daripada seperti ini.

Pintu dibelakang Gilvran terbuka menampilkan sesosok manusia dengan kilatan yang tak jauh berbeda dengan Gilvran. Wajahnya tampak kuyu. Ia baru saja mendapat kabar bahwa Gisya dirawat di rumah sakit. Ia melangkah pelan mendekati gadis yang sangat ia cintai itu. Meskipun ini bukan kali pertama, namun rasa sakit itu tetap ada setiap kali melihat gadisnya terbaring lemah.

Gilvran yang menyadari itu langsung mendongak. Kemudian pandangannya teralih pada pintu yang kembali terbuka. Disana sudah berdiri seorang perempuan yang sangat ia cintai. Gilvran tersenyum singkat.

“Langit gue titip Gisya sebentar ya ?”

Langit yang saat itu masih mengamati wajah Gisya lekat hanya mengangguk. Gilvran menepuk bahu Langit sebentar sebelum beranjak keluar. Sepeninggal Gilvran, Langit masih pada posisinya. Berdiri mematung disamping Gisya dan matanya tak pernah lepas dari mata Gisya yang tengah terpejam damai. Suasana begitu hening. Tidak ada suara, tidak ada angin, yang ada hanyalah harapan agar gadis ini membuka matanya.

Ia tidak peduli Gisya akan meneriakinya setelah ini. bahkan dengan senang hati ia akan menerima kemarahan Gisya itu daripada harus begini. Diam. Membuatnya semakin tersadar akan kesalahannya. Dia yang berjanji akan melindungi Gisya, tapi apa yang ia perbuat ? ia malah meninggalkan Gisya.

Langit meraih tangan Gisya ragu setelahnya ia menggenggam tangan itu kuat seperti apa yang selama ini ia lakukan.

“Gisya bangun. Gue kangen lo. Ayo kita kembali seperti dulu. Tanpa ada Mentari, tanpa ada Ditya, tanpa ada siapapun. Hanya kita berdua”

***

Mentari mematung. Air matanya meluruh seiring dengan kalimat yang Langit ucapkan. Selama ini ternyata dirinya salah. Ia mengira Langit sudah mau menerimanya, namun kenyataannya lelaki itu tak pernah menganggapnya ada. Lelaki itu terlalu jauh untuk ia gapai. Lalu apa. satu-satunya jalan hanyalah menganggapnya baik-baik saja. Iya. Selama ia masih bisa bersama Langit, selama Langit belum memintanya pergi, ia akan tetap disini.

Mentari mengusap air matanya lantas bergegas pergi sebelum Langit mengetahuinya. Pergerakannya yang tergesa-gesa itu membuat tubuhnya menubruk seseorang.

“Sorry sorry” ujar orang itu minta maaf. Mentari mendongak. Ia sedikit terkejut karena orang itu ternyata Ditya. Terlebih kenyataan jika lelaki ini juga tengah dekat dengan sahabat kekasihnya itu.

Mentari terkadang geram mengapa Gisya bisa seberuntung itu dikelilingi oleh orang-orang seperti Langit dan Ditya. Tapi apa yang bisa ia lakukan ? ia bukan Diandra yang akan melakukan apapun agar orang yang ia sukai bisa bersamanya.

Tentu saja, karena Langit tidak akan diam jika terjadi sesuatu dengan Gisya. Dan kini ada Ditya, membuatnya tidak bisa berkutik sedikitpun.

“Hey lo nggak papa ?” suara Ditya itu membuyarkan lamunan Mentari. Ia menggeleng dan memilih pergi tanpa mengucapkan satu katapun. Ditya menolehkan kepalanya heran. Setelah itu ia tak ambil pusing dan memilih pergi.

***

Gilvran dan Thalita saat ini sedang berada di kantin rumah sakit. Gilvran terlihat menikmati bekal yang dibawakan oleh kekasihnya itu. Jika bukan karena paksaan Thalita, Gilvran juga tidak akan memakannya. Hal ini membuat Thalita khawatir. Ia tahu selama Gisya dirawat di rumah sakit, belum ada sedikitpun makanan yang masuk ke dalam mulut Gilvran.

Di Batas SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang