"Jika ingin pergi, pergilah baik-baik. Bukan dengan diam lantas menghilang"
***
"Aku sayang sama kakak" ujar gadis itu semakin mengeratkan rengkuhannya tanpa tahu bahwa seseorang yang sedang ia rengkuh menahan mati-matian agar tubuhnya tidak bergetar.
Ingin sekali lelaki itu membalas pelukan gadis ini, namun nyatanya udara seakan menjadi sekat yang menahan tangannya agar tak menyentuh barang sedikitpun. Partikel zat halus itu seolah memberikan isyarat bahwa sedikit saja Langit menyentuh gadisnya, maka harapan menyesakkan itu akan kembali menguasai dirinya.
Tidak. Ini bukan dirinya yang mudah dikuasai oleh ketakutan yang ia ciptakan sendiri.
Langit menghapus penyekat tak kasat mata itu. Lantas tanpa ragu ia membalas pelukan gadis itu -bidadarinya- yang baru saja ia bebaskan beberapa menit lalu.
"Gue juga sayang sama lo"
Langit mencium dalam-dalam wangi yang menguar dari rambut Gisya, seolah tak ada lagi waktu. Diam-diam berharap agar waktu berhenti disini saja. Agar ia bisa bersama dengan orang yang dicintainya.
Tancapkan dihatimu bila kau masih menyimpan rasa cintamu untukku
Selama jantungku berdetak ku selalu inginkan kamu, kekasih terpilih
Aku kan tetap menunggu hingga batas sang waktu tak lagi berputar
Sampai denyut nadi terhenti
**
Lagi dan lagi sekelebat bayangan itu bagaikan roll film rusak yang terus terputar berulang-ulang. Benarkah ia sudah melepas gadisnya ? yang kini berarti dirinya sudah tak punya hak lagi atas gadis itu. Hh gila. Bukankah ia tokoh utama dalam cerita ini ? Lantas kenapa ia dipaksa untuk pergi, dimusnahkan, digantikan oleh tokoh lain. Yang kelewat menyakitkan adalah kenyataan bahwa gadisnya juga menginginkan tokoh itu, bukan dirinya.
Lalu apa yang bisa ia lakukan lagi ? Mengalah pasti. karena ia harus memastikan gadisnya tetap bahagia.
Untuk alasan itu pula ia berada disini saat ini. Ia sudah membulatkan tekatnya. Ia sudah berjalan terlalu jauh, untuk itu ia harus menyelesaikan semuanya. Larangan Gilvran bahkan tak akan dipedulikannya lagi.
"Tuan Langit"
Langit mendongakkan kepalanya saat seseorang memanggil namanya.
"Silahkan masuk, anda sudah ditunggu dokter"
Langit tersenyum tipis lantas segera masuk ke ruangan yang dimaksudkan sang suster. Ia sedikit menahan nafas kala indera penciumannya disambut oleh aroma obat-obatan dan antiseptik khas rumah sakit.
***
Senin pagi, Bintang Bangsa ...
Langit mengetuk-ngetukkan pulpen di mejanya. Pikirannya sedang tak fokus. Apapun yang ia bayangkan, selalu saja mengenai Gisya. Kenapa pula dirinya jadi gelisah sendiri seperti ini. Masalahnya hanya satu. Pertemuannya yang tak sengaja dengan Ditya kemarin malam.
Langit menggelengkan kepalanya, berusaha mengenyahkan pikiran itu. Lantas ia mengeluarkan ponselnya. Ia ingin menemui gadis itu dan membicarakannya. Ia harus melindunginya bukan ?
Langit segera merogoh ponselnya di saku celana dan membuka aplikasi pesan lalu membuka chat teratas.
To : Bidadari bawel
Sa. Istirahat gue ke kls lo ya ?
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Batas Senja
Teen Fiction"Angin yang mengecup lembut tiap rambutmu adalah aku yang menjelma waktu, untuk bisa menjagamu diam-diam dari kejauhan" ..