Dia ...

1.1K 39 0
                                    

"Setidaknya sedikit waktu kita pernah bersama ..."

***

6 tahun yang lalu...

Seorang gadis kecil terlihat mengayuh sepeda dengan sangat kuat. Kaki mungilnya terus memutar pedal dengan kepala yang terus menengok ke belakang. Gadis kecil itu sangat gelisah dan takut.

Tak jauh dibelakangnya ada beberapa gerombol anak yang mengikutinya. Jika dilihat, anak-anak itu adalah golongan anak-anak badung. Salah satu anak lelaki bermata sipit itu terus menyipitkan matanya seolah gadis kecil yang berada jauh di depannya tidak boleh terlepas dari pandangannya.

Dibalik ketakutan sang gadis kecil itu tersimpan kegeraman yang teramat. Dirinya selalu saja diganggu komplotan anak nakal itu. Ia selalu pulang lebih dulu agar tak diikuti, namun usahanya selalu sia-sia.

Kekuatan kakinya semakin berkurang. Kayuhan sepedanya juga sudah tak sekencang tadi. Dan satu anak bermata sipit itu berhasil memotong jalannya.

"Kamu kenapa sih selalu jahatin aku ?" tanya gadis kecil itu polos.

"Karena kamu cengeng, bweekk" sang anak laki-laki menjulurkan lidahnya. Wajah gadis itu berkedut menahan tangis. Ia tidak suka jika dibilang cengeng.

"Aku bilangin mama papa nanti"

"Sana. Dasar Bocileng. Bocil cengENG"

"Namaku bukan bocil tapi Azelia"

"Bodo'. Bocil bocil .. bocil bocil" kelima bocah itu ikut menyuarakan 'bocil'. Sementara sang gadis sudah menangis dan kembali mengayuh sepedanya.

Akan diadukannya mereka pada Mama Papanya.

***

Mimpi itu kembali datang setelah sekian lama tak pernah mengusiknya. Nafasnya kini tak teratur. Pikirannya tertuju pada anak laki-laki dalam mimpinya.

Anak laki-laki itu adalah kakak kelasnya saat ia belum pindah ke Bandung. Orang yang setiap hari mengusik ketenangannya. Apapun akan orang itu lakukan agar dirinya berteriak. Namun  anak laki-laki itu juga yang membuat masa masa SD nya lebih berarti. Dan kenyataannya anak laki-laki itulah yang ia tunggu sampai saat ini.

Ia masih berusaha mengatur nafasnya dan mencoba memejamkan mata lagi.

Pintunya berdecit terbuka membuatnya kembali membuka mata. Ternyata kakaknya sudah berdiri disampingnya.

"Elo kenapa ?"

"Azel mimpiin dia lagi kak" matanya sayu seolah meminta perlindungan. Kakaknya segera merengkuh tubuh mungilnya. Kakaknya tau kalau dirinya sudah menyebut nama kecilnya berarti adiknya itu sedang berada di masa lalunya.

"Sampai kapan lo bisa lupain dia ? berhenti menunggu orang yang tak pasti Sya"

"Bahkan gue nggak yakin dia masih inget lo"

Kakaknya mengelus punggungnya lembut.

"Tapi gimana kalau ternyata dia juga nyari gue ? nunggu gue ?"

"Kalau memang begitu dan memang seperti itu takdirnya, lo akan temuin dia seiring dengan berjalannya waktu"

"Sekarang lo jangan pikirin itu. Fokus sama kesehatan lo. Oke ?"

Ia mengangguk. Lalu kakaknya segera melepaskan pelukannya.

"Kak kapan Gisya boleh keluar dari rumah sakit ? Gisya udah bosen disini"

Di Batas SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang