“Hujan. Setiap tetesnya adalah tetes kehidupan. Ada bahagia adapula kesedihan. Seperti kenangan, aku tidak bisa merengkuhnya …”
***
Ditya memainkan gitarnya asal. Saat berjalan melalui ruang keluarga tadi ia melihat gitar ini, dan ia tergoda untuk memainkannya. Fokusnya hanya pada gitar itu sampai ia melupakan seseorang yang berada di dekatnya.
“Katanya tadi mau cerita ?”
Fokusnya terpecah, ia melirik kearah gadis yang kini sedang menatapnya meskipun tangannya tak berhenti memetik gitar itu. Rupanya Ditya juga melupakan niatan bercerita pada Gisya. Ia tak menanggapi Gisya dan terus memainkan gitarnya sambil menimang-nimang dari mana ia akan bercerita. Sampai akhirnya ia menggenjreng gitarnya keras lalu meletakkan gitar itu di sampingnya.
Membuka luka lama ya, batinnya. Tak apa asal membuat Gisya menjauhi Bayu.
Ditya menautkan kedua tangannya yang di sangga oleh lututnya. “Lo masih inget yang gue ceritain di belakang sekolah ?” ia tak membutuhkan jawaban dari Gisya karena itu hanya kalimat pembuka masa lalunya.
Jika tadi ia menunduk, kini ia menatap lurus halaman yang ada di hadapannya.
“Namanya Naya. Dia dulu temen gue. Tapi gue selalu berantem sama dia. Gue suka godain dia, karena menurut gue dia lucu kalau lagi marah-marah. Wajahnya pasti merah dengan mata yang membulat sempurna. Dan anehnya setelah dia marah-marah, wajahnya langsung berubah jadi manis lagi pas gue kasih dia permen gula seolah nggak pernah terjadi apa-apa. Gue masih inget pipi dia yang kayak tomat, hidung bangirnya, mata bonekanya setiap kali natap gue. Sampai akhirnya dia bilang kalau dia suka sama gue. Gue nggak tau kenapa sampai bisa kayak gitu. Karena selama ini gue Cuma anggep dia adik gue. Dan untuk pertama kalinya gue ngecewain perempuan. Gue bilang sama dia kalau gue nggak bisa lebih dari ini. Setelah itu dia menjauh. Jangan Tanya seberapa bersalahnya gue”
Ditya berhenti sejenak. Dadanya begitu sesak mengingat semua itu. Setelahnya ia kembali menyelami dunianya pada saat itu.
“Hampir 2 bulan gue lost contact sama dia. Siang itu gue nggak sengaja ketemu dia di mall sendirian. Itu kesempatan buat gue nebus kesalahan karena gue udah kecewain dia. Awalnya Naya menghindar, tapi setelah berhasil gue bujuk akhirnya dia mau. Gue anterin dia pulang. Sampai dijalan tiba-tiba gue dicegat sama Bayu. Begitu turun dari motor, Bayu langsung mukulin gue. Kita berdua berantem disana. Beberapa kali Bayu nonjok gue, dan saat gue bales, ternyata ada Naya di depan gue. Pukulan itu mengenai wajah Naya. Naya limbung, dia jatuh hampir ke tengah jalan. Bertepatan pada saat itu, ada truck melintas dengan kecepatan tinggi. Dan …” Ditya berhenti. Pandangannya mengabur.
“Kecelakaan itupun terjadi. Naya masih sadar waktu gue meluk dia. Dia masih bisa ngomong sama gue. Naya bilang, dia bahagia bisa lihat gue lagi, dia bahagia pernah cinta sama gue. Tanpa gue tau itu adalah terakhir kali kita ngobrol berdua”
Ditya menunduk. Kali ini ia benar-benar tidak bisa membendung kesedihannya. Gisya mengusap lengan Ditya. Ia tidak menyangka Ditya memiliki masa lalu seperti ini. Bukankah ia masih beruntung. Ia masih bisa melihat Langit, sementara Ditya ?
“Lalu apa hubungan Naya dan Bayu ?”
Ditya membuang nafasnya berat. Ia menoleh kearah Gisya. “Naya itu adiknya Bayu”
Gisya tersentak. Alisnya berkerut. “Naya adiknya Bayu ? Siena Yasmin bukan ?”
Ditya kaget Gisya mengetahui nama panjang Naya. “Iya. Lo kenal ?”
Kini ekspresi Gisya berubah menjadi sedih. Ia mengangguk. “Dia temen SMP gue. Jadi ? dia udah meninggal ?” Tanya Gisya tak luput dengan air matanya yang mulai meleleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Batas Senja
Teen Fiction"Angin yang mengecup lembut tiap rambutmu adalah aku yang menjelma waktu, untuk bisa menjagamu diam-diam dari kejauhan" ..