"Hingga napasku kelak berakhir, aku percaya cintaku akan sampai padamu walau di ujung dunia nanti kita terpisahkan..."
***
Berkali-kali Ditya menoleh dan yang ia lihat tetaplah sama. Deru nafas yang kadang tersengal dan wajah pucat Gisya. Ditya sudah bertanya apakah gadis itu baik-baik saja, Gisya menjawab bahwa ia hanya kedinginan. Hal itu memang sering terjadi pada Gisya. Ia sering merasa kedinginan padahal suhu tubuhnya sedang tinggi. Alhasil itulah yang membuat Ditya mengalah untuk berhenti bertanya.
Saat ini ia hanya berharap ia bisa segera sampai di rumah Gisya. Sesekali lelaki itu membetulkan letak jaketnya yang memang sengaja ia pakaikan pada Gisya. Sedangkan saat ini Gisya sedang terlelap. Dibandingkan melihat gadis itu terjaga, Ditya sedikit lebih tenang. Paling tidak gadis itu tidak akan merasakan sakitnya saat ia tertidur.
Namun nyatanya salah. Gisya hanya berpura-pura terpejam. Sakit yang ia rasakan seakan berjuta kali lipat dari biasanya. Jika biasanya sakit itu akan mereda setelah ia meminum obatnya, kali ini obat itu sama sekali tak bekerja. Sama halnya dengan Ditya, ia juga berharap bisa segera sampai rumah.
Beberapa saat kemudian mobil itu akhirnya berhenti di depan rumah Gisya. Ditya mengusap pipi gadis itu pelan.
"Sayang bangun ini udah sampai"
Gisya mengerjap. Hal pertama yang ia lihat adalah senyum menghangatkan dari Ditya.
"Sayang ..." panggil Gisya lirih.
"Hmm ?"
"Terimakasih untuk hari ini"
Ditya mengangguk.
"Kamu baik baik aja ?" Tanya Ditya sekali lagi.
Mengerti kekhawatiran Ditya, Gisya tersenyum lembut. "Aku baik baik aja Abang"
Ditya terlihat melongok kedalam area rumah Gisya. "Rumah kamu kayaknya nggak ada orang. Mau aku temenin dulu ?"
"Nggak usah. Kamu istirahat aja. Kamu pasti capek"
"Yakin ?"
"Diiitt"
"Oke oke. Tapi aku anter kamu sampai depan pintu rumah kamu" serah Ditya pada akhirnya. Ia kemudian turun dan membukakan pintu untuk Gisya.
Setelahnya mereka berdua berjalan beriringan memasuki gerbang rumah bergaya klasik itu. Sampai di depan pintu, Gisya yang tadi berjalan di depan Ditya berbalik menatap lelaki itu. Sedetik kemudian ia merengkuh lelaki itu. Dihirupnya dalam-dalam aroma parfum Ditya.
"Aku sayang banget sama kamu. Bahagia aku pernah memiliki kamu"
Ditya yang tadi sempat terkesiap dengan perlakuan tiba-tiba Gisya, kini mengusap rambut gadis itu. Ia semakin memperkuat rengkuhan itu.
"Aku juga sayang sama kamu. Bahkan aku lebih bahagia bisa memiliki kamu"
Ditya mengurai pelukannya. Ia mengusap-usap dahi Gisya. "Beneran nggak mau aku temenin ?"
Gisya mengangguk."Aku pengen istirahat"
"Oke". Serah Ditya. Saat ia hampir beranjak, Gisya menghentikannya.
"Oh iya jaket kamu. Nanti kamu dingin" ujar Gisya akan melepas jaket itu.
"Kamu bawa aja, kan aku pakai mobil"
"Aku pulang ya" pamit Ditya. Sebelum pergi, ia mengecup kening Gisya cukup lama.
Setelah melepas ciumannya, Ditya pun beranjak dari sana. Gisya menatap punggung itu. Air matanya menetes begitu saja. Ia menghapus air matanya dan berbalik memasuki rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Batas Senja
Teen Fiction"Angin yang mengecup lembut tiap rambutmu adalah aku yang menjelma waktu, untuk bisa menjagamu diam-diam dari kejauhan" ..