01. Kematian Dewa Pedang

8.6K 124 2
                                    

Dari dalam rumah tembok model kuno terdengar suara tangis mengguguk, diselingi rintihan memanggil-manggil nama orang yang sudah sudah menjadi mayat. Sampai seakan suara orang yang menangis itu tak terdengar lagi karena sudah sehari semalam ia terus, menerus menangis, tanpa memperdulikan orang yang melayat.

Semenjak jaman dulu, rakyat sudah mengenal kesadaran bergotong-royong sehingga ada pepatah, "Tangis dan tawa lebih cepat terdengar oleh tetangga dekat daripada keluarga jauh."

Rumah itu tempat tinggal keluarga Yu dan yang meninggal dunia adalah kakek Yu. Bukan orang biasa melainkan pendekar tua Yu Tiang Sin yang selama puluhan tahun telah, terkenal di dunia silat, jagoan atau penjahat manakah tidak mengenal nama julukan Yu-kiam-sian Dewa Pedang Yu?

Bukan hanya terkenal sebagai seorang pendekar pedang yang selalu membela kebenaran dan keadilan, tetapi juga Yu Tiang Sin terkenal sebagai seorang yang anti kepada pemerintah penjajah.

Pada masa itu seluruh Tiongkok dikuasai bangsa Goan, yaitu kerajaan bangsa Mongol yang dipelopori Jenghis Khan yang terkenal sampai di Eropa. Akan tetapi setelah bangsa Mongol dipimpin Kaisar Kubilai Khan cucu Jenghis Khan. Barulah dinasti Goan berdiri dan seluruh Tiongkok dikuasai.

Rakyat yang menderita akibat penyerbuan tentara Mongol, sampai puluhan tahun tertindas, menaruh dendam dan membenci kaum penjajah ini. Akan tetapi disamping orang-orang berjiwa pahlawan seperti pendekar tua Yu, banyak pula bermunculan penjahat pengkhianat bangsa yang tak segan-segan menjual negara dan tanah air demi kedudukan, kemuliaan dan kekayaan.

Puluhan tahun lamanya pendekar Yu tiada hentinya berusaha untuk membela rakyat tertindas dengan caranya sendiri, yaitu memusuhi para pembesar penjajah atau boneka-boneka penjajah, juga raja muda yang bermunculan di dusun-dusun.

Entah berapa banyaknya pengkhianat-pengkhianat yang setelah menjadi pembesar lalu menghina dan menindas bangsa sendiri dibunuh oleh Yu-kiam-sian. Banyak pula hartawan-hartawan yang kikir dan jahat tewas di ujung pedang pendekar ini.

Hartawan-hartawan yang menjadi raja muda di dusun-dusun memang banyak sekali yang jahat. Mereka mengandalkan kekayaannya, menindas si miskin dan si lemah, merampas anak bini orang, dan di samping mereka memelihara tukang tukang pukul, juga dengan jalan menyogok pembesar-pembesar setempat, mereka dapat memperalat para pembesar itu.

Sepak terjang Yu Tiang Sin ini tentu saja membuat ia dicintai rakyat yang tertindas dan disegani serta dihormati orang-orang gagah, akan tetapi ditakuti dan dibenci orang-orang dari golongan hitam. Setelah berusia tujuhpuluh tahun kakek Yu mengundurkan diri dan hidup tenang serta damai di dusun Ki-bun di lembah Sungai Huai.

Di sini ia hidup bersama tiga orang anak dan tujuh orang cucunya, karena semua mantu dan cucunya mempelajari ilmu silat, maka keluarga Yu ini terkenal sebagai keluarga yang kuat dan disegani.

Ketika Dewa Pedang itu meninggal karena usia tua, semua keluarganya berkabung dan berduka. Akan tetapi yang paling berduka dan tak hentinya menangis dan memanggil-manggil adalah cucunya yang paling bungsu.

Cucu ini bernama Yu Lee dan sejak kecil memang menjadi cucu kesayangan kakeknya. Karena menumpahkan kasih sayang ini, anak itupun membalas cinta kasih yang melebihi ayah bundanya sendiri.

Di saat kakeknya meninggal, Yu Lee baru berusia delapan tahun tahun dan biarpun semua orang menghiburnya, ia tidak mau berhenti menangisi mayat kakeknya.

Rumah itu sudah diberi tanda berkabung dengan kertas dan kain putih. Jenazah kakek Yu telah dimasukkan peti mati dan ditaruh di ruangan depan.

Di meja sembahyang yang berdiri di depan peti mati, di samping lilin dan asap dupa serta hio mengebul memenuhi ruangan. Tiga orang putera dan dua orang cucunya yang sudah berusia belasan tahun, menjaga peti mati untuk mewakili kakek Yu dalam membalas penghormatan pengunjung yang berlayat.

Pendekar CengengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang