46. Harapan Suhu Menjelang Ajal

1.9K 42 0
                                    

Namun terlambat karena kedua orang tua yang sudah mulai lelah itu sudah terlanjur menubruk ke depan. Pada saat itu, tangan kiri Ouw Beng Tat yang rebah miring diayun dan belasan batang piauw berkerincing menyambar cepat sekali dari jarak dekat ke arah dua orang kakek itu.

Tho-tee-kong dan Siauw-bin-mo terkejut, berusaha memutar senjata melindungi tubuh, akan tetapi tidak semua piauw dapat mereka tangkis. Sebatang piauw menancap di lambung Tho-tee-kong dan sebatang lagi menancap leher Hap Tojin. Mereka terhuyung-huyung lalu roboh.
"Pengkhianat keji rasakan pembalasanku!"

Teriakan ini keluar dan mulut Tan Li Ceng yang diikuti oleh Ci Sian, Gui Siong dan juga Ouwyang Tek. Empat orang muda yang melihat suhu mereka roboh itu tak dapat menahan diri lagi dan sudah mencabut senjata dan menerjang ke depan.

"Tahan...... awas......!!" Dewi Suling menjerit, tubuhnya melayang ke depan dan sulingnya diputar cepat di depan empat orang muda itu yang terancam oleh belasan batang piauw yang menyambar sambil mengeluarkan suara kerincing riuh rendah membisingkan telinga.

"Cring, cring, cring, cring......!!"

Belasan batang piauw itu beterbangan kena sampokan suling Dewi Suling, akan tetapi sebatang piauw masih meleset dan menancap di bahu kiri Dewi Suling, membuat wanita ini terhuyung-huyung. Tan Li Ceng cepat memeluknya dan membawanya mundur, di mana Dewi Suling mengeluarkan obat dan mengomel.

"Kalian berempat ini apa sudah bosan hidup? Lebih baik mengurus suhu kalian dan berusaha mengobati."

Empat orang muda itu menjadi pucat. Mereka maklum bahwa kalau tidak ada Dewi Suling, tadi mereka sendiri tidak akan mampu menyelamatkan diri dari pada sambaran belasan batang piauw yang hebat itu, Dewi Suling diam-diam juga kaget dan kagum, sambil memandang ke arah empat orang muda yang kini menolong guru masing-masing yang masih belum tewas. Dewi Suling dapat menduga bahwa nyawa dua orang kakek itu takkan dapat tertolong lagi.

Hal ini ia ketahui dari hebatnya sambaran piauw yang ditangkis, sulingnya yang menangkis piauw-piauw itu sampai tergetar hebat, berarti bahwa piauw itu disambitkan dengan tenaga dahsyat sekali, sepuluh kali lebih hebat daripada senjata-senjata rahasia yang dipergunakan ahli senjata rahasia. Pantas saja kalau Huang-ho Sam-liong bertiga, Cui Hwa Hwa, Ang Kwi Han. Orang-orang yang begitu lihai tak ada yang dapat menyelamatkan diri daripada sambaran piauw dari tangan Ouw Beng Tat.

"Suhu......!" Tan Li Ceng dan Lauw Ci Sian menangisi guru mereka yang menggigit bibir.

"Suhu......!" Gui Siong dan Ouwyang Tek juga memanggil gurunya perlahan dengan hati hancur.

Mereka melihat betapa guru mereka itu dalam keadaan terancam mati masih tersenyum-senyum memandang mereka, namun jelas bahwa luka suhu mereka itu takkan dapat ditolong lagi. Piauw itu menancap dalam di leher sehingga untuk mencabutnya malah mengkhawatirkan.

"Bagaimana...... dengan mereka......?" Siauw-bin-mo menoleh ke arah kedua orang gadis murid Liong Losu. "Kulihat...... kalian berempat...... hemm...... bagaimana......?"

Melihat betapa sukarnya suhunya bicara dengan leher seperti tercekik karena tertancap piauw itu. Gui Siong yang maklum akan watak suhunya, menjadi terharu dan tidak tega. Ia maklum bahwa sebelum mati gurunya ingin bertanya tentang usul perjodohan mereka dengan murid-murid Liong Losu!

"Mereka setuju suhu! Kami berempat tinggal menanti ijin suhu......" Gui Siong berkata dengan muka merah dan menahan air mata.

"Ha-ha-ha......! Ha-ha-ha! Setuju ...... setuju......!"

Dan Siauw-bin-mo Hap Tojin tertawa terus sampai akhirnya berhenti sama sekali karena napasnya telah putus!

Tho-tee-kong Liong Losu keadaannya tidak lebih baik daripada Hap Tojin. Piauw menancap di lambung dekat jantung dan piauw yang mengandung racun hebat itu sudah meracuni semua darahnya, ia terengah-engah dan hanya membuka mata ketika mendengar suara ketawa terakhir Hap Tojin.

Pendekar CengengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang