49. Jebakan Licik Gwat Kong Tosu

2.1K 41 0
                                    

Pui Tiong menjura dan berkata. "Ah, nona tidak tahu barangkali. Memang kami dan kawan-kawan seperjuangan menjadikan tempat ini markas kami. Kami mendengar tentang pertempuran-pertempuran di sana, akan tetapi karena kami sendiri menghadapi musuh disebelah sini, kami belum dapat membantu."

Can Bwee menggandeng tangan Siok Lan. "Marilah, adik yang gagah. Mari singgah di tempat kami, makan minum sambil bercerita. Aku ingin mendengar bagaimana keadaan teman-teman seperjuangan di sana. Aku mendengar di sana pasukan pejuang diperkuat oleh Pendekar Cengeng dan Dewi Suling? Apakah mereka banyak berhasil mengacau Thian-an-bun? Dan setelah Thian-an-bun dipimpin Ouw-ciangkun, mengapa tidak ada gerakan lagi?"

Siok Lan adalah seorang gadis yang masih belum dapat meneliti dan mengenal watak orang, ia tidak merasa heran melihat betapa Can Bwee yang biasanya pendiam itu kini dapat bersikap ramah dan sekaligus menghujankan pertanyaan demikian banyak seperti lagak seorang penceloteh yang cerewet.

Ia membiarkan dirinya ditarik karena kata-kata "makan minum" tadi membangkitkan seleranya dan membuat perutnya makin lapar, lehernya makin haus. "Memang di sana ada...... Pendekar Cengeng dan Dewi Suling, tapi....... tapi baru saja kami disergap dan dikurung oleh pasukan besar yang dipimpin sendiri oleh Ouw Beng Tat."

"Ahhh??" Enci adik seperguruan itu saling pandang kemudian Can Bwee mempercepat langkahnya sambil menggandeng Siok Lan. "Adik Siok Lan marilah kita cepat-cepat ke markas dan di sana kau ceritakanlah semuanya tentu amat menarik ceritamu. Marilah."

Mereka bergegas memasuki hutan yang gelap dan di tengah hutan itu terdapat sebuah pondok besar. Ke pondok itulah mereka ini masuk. Hanya ada tiga orang yang bersikap seperti pelayan berada di pondok dan melayani mereka makan minum. Siok Lan memandang ke kanan kiri. "Di mana teman-teman seperjuanganmu?"

"Ah, pasukan kami tidak berapa besar dan mereka itu berpencaran di dalam hutan. Biarlah kupanggil mereka yang kebetulan berada dekat pondok ini!" Kata Pui Tiong sambil berdiri. Dia membawa dua buah jari ke dalam mulutnya lalu bersuit keras sekali tiga kali kemudian ia baru duduk lagi.

Tak lama kemudian, bermunculan belasan orang dari pintu pondok. Mereka ini rata-rata masih muda, dan delapan orang laki-laki dan empat orang wanita yang usianya antara duapuluh lima sampai tigapuluh tahun sikap mereka rata-rata gagah dan tangkas sehingga Siok Lan memandang kagum. Ia bangkit berdiri dan memberi hormat yang dibalas oleh semua orang. Seorang diantara mereka berkata,

"Harap Sian-li Eng-cu banyak baik dan silakan mengaso dan makan minum."

Siok Lan tersenyum dan duduk kembali.

Belasan orang itu lalu mengaso di dalam pondok. Ada yang berdiri bersandar ke dinding ada yang jongkok, dan duduk di mana saja dan ada pula yang rebahan.

"Silakan, nona!" kata Pui Tiong

"Eh bagaimana aku bisa makan minum sendiri? Hayo kalian semua menemani aku!"

"Kami semua sudah makan. Biarlah suci dan aku saja menemanimu. Marilah."

Siok Lan bukanlah seorang pemalu! Karena memang ia lapar dan haus, ia segera mulai menyikat hidangan di atas meja dan mendorongnya masuk ke perut dengan arak atau minuman teh yang disediakan di situ. Pui Tiong dan Can Bwee menemaninya hanya minum saja karena sudah makan.

Sambil makan minum, mulailah Siok Lan menceritakan keadaan pertempuran di hutan yang dijadikan sarang pejuang. Ia menceritakan betapa para pejuang suka akan perubahan peraturan yang diadakan Ouw Beng Tat maka tidak mengacau di Thian-an-bun lagi. Kemudian dia menceritakan munculnya Ouw Beng Tat dengan pasukan besar yang mengurung pasukan pejuang, kemudian tentang pertandingan perorangan di mana Ouw Beng Tat menewaskan tujuh orang pemimpin pejuang. Diceritakan pula tentang munculnya Pendekar Cengeng dan dalam menceritakan sepak terjang Pendekar Cengeng ini, Siok Lan mengandung kebanggaan!

Pendekar CengengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang