03. Heh-heh, Bocah Cengeeeeng!

4.2K 55 0
                                    

Tubuh Yu Lee terlempar ke atas dan masih bagus baginya, karena Kim-to Cia Koan Hok yang merasa kagum melihat keberanian bocah ini tidak mau menendang untuk membunuhnya, melainkan hanya melontarkan tubuh anak itu dengan kaki.

"Omitohud!" Tiba-tiba terdengar suara menyebut nama Buddha dan sebatang tongkat bergerak menerima tubuh Yu Lee, menahannya hingga tidak sampai terbanting keras di tanah. Ternyata Tho-tee-kong Liong Losu yang menolongnya itu.

Adapun si Golok Emas dengan beringas terus membacokkan goloknya ke arah leher jenazah Yu Tiang Sin.

"Trang!"

Si Golok Emas terkejut sekali karena goloknya tertahan dan hampir saja terlepas dari pegangannya. Ketika melihat bahwa yang menangkis goloknya adalah seorang tosu yang memegang pedang buruk, ia cepat mundur sambit menjura dengan hormat dan berkata, "Mohon tanya, siapakah totiang dan mengapa mencegah aku membalas sakit hati yang sudah terpendam sepuluh tahun lamanya?"

Penangkis golok itu ternyata Siauw-bin-mo Hap Tojin. Mendengar pertanyaan itu ia tertawa bergelak.

"Ha-ha-ha, bocah sombong sungguh tidak tahu diri. Dengan kepandaianmu yang cetek ini bagaimana kau berani menghina jenazah Yu Tiang Sin? Sedangkan pedang bututku inipun belum dapat menandingi Dewa Pedang. Apa lagi golokmu pemotong babi itu! Aku Siauw-bin-mo paling tidak suka melihat bocah sombong!"

Kim-to Cia Koan Hok tentu saja pernah mendengar nama ini, diam diam ia terkejut. Tapi ia tidak takut. Karena tahu bahwa tosu ini membela musuh besarnya. Ia lalu memutar goloknya, menyerang dengan dahsyat,

"Ha-ha-ha....... manusia tidak tahu diri!"

Hap Tojin tertawa, pedangnya berkelebat dan sekali lagi terdengar suara beradunya senjata, disusul seruan kaget Kim-to Cia Koan Hok karena goloknya terlepas dari tangannya. Dengan muka merah saking geram dan malunya ia mengambil goloknya. Dan tanpa perdulikan lawan yang mentertawakan ia kemudian menerjang lagi dengan hati-hati. Melihat lihainya tosu yang bertanding melawan suaminya. Souw Kwat Si segera meloncat maju hendak membantu.

Akan tetapi tiba-tiba sebatang tongkat telah meluncur ke depan kakinya. Bi-kiam Souw Kwat Si memiliki ginkang (ilmu meringankan tubuh) yang tinggi, namun karena tidak menyangka sama sekali, kakinya terjegal dan ia terhuyung-huyung hampir jatuh. Baiknya ia cepat mematahkan dorongan ini dengan meloncat ke atas hingga dapat menguasai kembali keeimbangan tubuhnya. Cepat ia memutar tubuh sambil menyabetkan pedang.

Kiranya di belakangnya berdiri seorang hwesio gendut yang tengah memandangnya. Hwesio ini menggeleng-gelengkan kepala, menarik napas panjang dan berkata.

"Orang sudah mati masih dicari hendak diganggu. Sungguh merupakan dosa besar. Sebelum terlambat mengapa tidak insaf dan pergi agar tidak menumpuk dosa?"

Bi-kiam Souw Kwat Si tahu bahwa hwesio gundul inipun yang tadi menghalanginya dengan tongkat panjang itu. Ia marah sekali, "Hwesio gundul! Tugasmu hanya menyembahyangkan si mati agar rohnya dapat pengampunan di akherat. Sekarang mengapa engkau ikut campur urusan kami?"

"Omitohud! Pinceng tidak mencampuri urusan kalian, hanya memberi nasehat kepada toanio (nyonya) agar jangan tersesat. Orang berdosa yang insyaf akan dosanya kemudian bertobat, itulah jalan yang baik. Akan tetapi apa bila orang berdosa itu seakan-akan tidak tahu dosanya dan melanjutkan kesalahannya yang dikiranya benar, aduh sangat kasihan sekali orang semacam itu."

"Ha-ha-ha Tho-tee-kong, apa kau mau berkhothah?" tiba tiba Hap Tojin yang masih melawan si Golok Emas tertawa seenaknya.

Mendengar disebutnya julukan hwesio ini nyonya itu kaget dan tahu bahwa hwesio itu bukan orang sembarangan dan menjadi musuh para penjahat. Maka tanpa banyak cakap lagi pedangnya berkelebat menusuk ke arah tenggorokan hwesio itu.

Pendekar CengengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang