31. Totokan Gelap Sang Pelayan

2.2K 46 0
                                    

Pukulan itu cepat menyambar ke arah dada Yu Lee. Pemuda ini maklum bahwa kalau ia tidak cepat-cepat mengakhiri pertandingan ini tentu rahasianya akan terbuka, maka ia sengaja seperti tidak tahu akan datangnya pukulan ini.

"A-liok, awas......!" teriak Siok Lan.

Namun terlambat, biarpun A-liok yang bingung itu menggerakkan tubuh, tetap saja pukulan menyambar pundaknya. Tubuh A-liok terbanting ke atas tanah, bergulingan dan secara aneh tubuh itu terguling ke belakang Cui Hwa Hwa yang sudah kegirangan dan mengira bahwa pukulannya tentu akan menewaskan pelayan kurang ajar itu.

Dan sebelum ada yang tahu apa terjadi, juga Cui Hwa Hwa sendiri tidak tahu mengapa kedua kakinya tiba-tiba tak dapat digerakkan. A-liok sudah merangkak bangun, lalu tangan kanannya, diayun menampar pinggul Cui Hwa Hwa yang memang besar seperti membengkak itu.

"Plakkkk......!"

Karena tempat itu agak kering sehingga tadi ada debu mengebul ketika tangan Yu Lee yang terbuka itu menghantam daging pinggul, tampak debu mengebul di baju yang menutupi pinggul. Yu Lee berjingkrak dan mengangkat tangan kanannya ke atas sambil berseru nyaring.

"Waaahhh...... panas......!!" Kemudian ia menari-nari dan bersorak, "Aku menang......!"

Cui Hwa Hwa berusaha untuk menggerakkan kedua kakinya, namun tetap tidak dapat digerakkan. Yu Lee yang menari sengaja mendekatinya dan menyentuh punggungnya tiga kali dengan gerakan yang cepatnya tak dapat terlihat orang lain sambil berkata, "Cui Toanio kau harus mau mengaku kalah......!"

Cui Hwa Hwa yang seketika dapat bergerak kembali, tak dapat menahan kemarahannya. Ia mengira bahwa tentu Sian-li Eng-cu yang diam-diam secara rahasia membantu pelayannya, maka kini ia mendelik dan mencabut pedangnya yang mengeluarkan sinar hijau.

"Aku Cui Hwa Hwa menantang Sian-li Eng-cu!" bentaknya nyaring.

Yu Lee pura-pura ketakutan dan lari mendekati nonanya. "Waduh, dia galak sekali nona. Kau hati-hatilah!"

Siok Lan tadi melongo ketika tadi menyaksikan betapa secara aneh pelayannya berhasil benar-benar menampar pinggul wanita itu dan pukulan yang mengenai pundaknya tidak menewaskannya.

"A-liok, kau terpukul tadi...... tidak apa-apakah?"

"Tidak nona!" jawab Yu Lee dengan suara keras disengaja. "Pukulannya lunak seperti tahu. Harap nona suka balaskan dengan goreskan pedang nona pada pinggulnya!"

Siok Lan tidak melayani kelakar pelayannya karena ia sendiri merasa tegang, Cui Hwa Hwa sudah mencabut pedang, sudah menantangnya. Tak dapat ia menghindarkan pertandingan yang tentu akan terjadi seru dan mati-matian karena ia tahu kelihaian lawannya.

"Cui Hwa Hwa, berkali-kali engkau sengaja menghinaku, sikapmu sungguh tidak patut menjadi sikap seorang yang mengaku gagah dan pejuang. Sepatutnya engkau dilayani pelayanku dan tukang perahu, bahkan ternyata menghadapi kedua orang pembantu itupun kau sudah kalah. Sekarang engkau menantangku, sungguh tak tahu diri," kata Siok Lan. Sikapnya angkuh seperti sikap seorang tingkat atasan terhadap orang yang lebih rendah.

"Tak usah banyak cakap, lihat pedang!" bentak Cui Hwa Hwa dan segulung sinar hijau menyambar ke arah dada Siok Lan.

Gerakannya cepat dan kuat, namun tidaklah secepat yang disangka Siok Lan sehingga nona ini dengan mudahnya miringkan tubuh mengelak sambil menggerakkan pedang peraknya menangkis. Terdengar suara nyaring dan pedang hijau di tangan Cui Hwa Hwa terpukul miring.

Kejadian ini kembali tidak disangka-sangka oleh Siok Lan dan tentu saja ia menjadi girang mendapat kenyataan bahwa lawannya ini tidaklah selihai yang ia sangka, bahkan ia yakin bahwa dia lebih cepat dan lebih kuat.

Pendekar CengengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang