15. Terjebak Perangkap Musuh

1.9K 38 1
                                    

Ia menjadi marah dan penasaran, lalu mengerahkan semua tenaganya buat mendorong kembali cawan itu. Tetapi sia-sia, cawan itu tak bergeming, bahkan makin lama makin doyong kepadanya.

Harus diakui bahwa seorang tokoh seperti Hek-siauw Kui-bo yang sudah malang melintang di dunia kangouw selama puluhan tahun, tentu saja selain lebih berpengalaman, juga memiliki latihan yang lebih matang daripada Yu Lee, seorang pemuda berusia duapuluh tiga tahun.

Akan tetapi kenyataan lain yang menguntungkan buat Yu Lee adalah bahwa dia seorang pemuda yang masih bersih, belum diperhamba nafsu-nafsunya sehingga darahnya masih bersih, hawa murni di badannya masih amat kuat.

Sebaliknya, Hek-siauw Kui-bo sampai sekarangpun menjadi hamba nafsu-nafsunya, telah terlalu mengumbar nafsu sehingga tanpa ia sadari, hawa murni di tubuhnya menipis dan melemah. Inilah sebabnya mengapa dalam pertandingan adu tenaga sinkang ini segera tampak betapa Hek-siauw Kui-bo tak dapat bertahan lama.

Kekuatannya memang masih hebat, namun ia tak dapat bertahan lama, napasnya mulai memburu, wajahnya pucat dan dahinya penuh keringat.

Ia tahu bahwa kalau dilanjutkan ia akan celaka maka untuk penghabisan kali ia mengerahkan tenaga lalu menyusul tangan kirinya bergerak mendorong atau memukul dari samping ke arah cawan arak yang terhimpit di udara.

"Braakk......!" Cawan itu pecah dan araknya berhamburan seperti air hujan, membasahi lantai.

Karena benda yang menjadi pegangan kini telah tiada, otomatis pertandingan adu tenaga itupun terhenti dan masing-masing menurunkan lengan yang tadi memanjang dilonjorkan lurus ke depan.

Walaupun Yu Lee biasa saja, hanya di dahinya nampak sedikit peluh, akan tetapi wajah Hek-siauw Kui-bo pucat, napasnya agak terengah-engah dan ia nampak lemas.

"Yu Lee bocah sombong! Ternyata engkau menerima penghormatan dengan penghinaan. Kalau begitu aku pun tidak akan dapat mengampuni engkau lagi..... dan kita harus bertanding sampai mati. Engkau bukan musuh biasa, melainkan musuh besar, maka pertandingan inipun harus diadakan di tempat yang sesuai. Marilah, cabut pedangmu dan turuti caraku dengan bermain silat agar darahmu nanti tidak mengotori ruangan tamu ini!" Setelah berkata demikian dengan gerakan gesit wanita tua yang cantik itu meloncat, memasuki sebuah pintu yang berada di sudut sebelah kiri.

Yu Lee maklum bahwa di sana bukan tidak ada bahaya menanti untuk menjebaknya. Namun ia bersikap waspada dan dengan hati-hati iapun meloncat ke depan, sengaja ia meloncat dan selalu ia menginjak lantai di mana tadi Hek-siauw Kui-bo lewat, ia tidak mau terperosok ke dalam perangkap karena sangat boleh jadi wanita iblis itu menggunakan akal muslihat. Juga ia waspada terhadap sekelilingnya kalau kalau anak buah wanita itu bergerak.

Akan tetapi ia melihat Yang-ce Su-go dan Ngo Cun Sam tidak bergerak dari tempatnya, juga bayangan para penjaga di luar ruangan itu tidak ada yang bergerak.

Ruangan silat yang dimasuki Hek-siauw Kui-bo ini merupakan ruangan yang bentuknya bundar, luasnya cukup untuk bertanding silat dengan garis tengah tidak kurang dari lima meter, begitu Yu Lee memasuki ruangan ini tepat di belakang Hek-siauw Kui-bo pintu dari mana ia masuk itu tertutup. Hek-siauw Kui-bo tertawa dan berdiri di sebelah kiri. Yu Lee berdiri menghadapinya.

Pemuda ini memandang ke sekelilingnya. Ruangan ini enak benar untuk berlatih silat atau untuk samedhi, amat bersih dan tak tampak sebuah pun perabot yang dapat menjadi penghalang. Anehnya ruangan yang bundar ini tidak mempunyai jendela bahkan pintunyapun hanya sebuah, yaitu pintu yang mereka masuki tadi dan yang kini sudah tertutup rapat.

Yu Lee menjadi curiga, menduga bahwa dia memasuki ruangan yang penuh perangkap. Akan tetapi karena ia melihat lawannya juga berada di situ di depannya, maka ia tidak menjadi khawatir dan mengikuti setiap gerak gerik iblis betina itu penuh perhatian.

Pendekar CengengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang