35. Berani kau melukai pelayanku......?

1.4K 45 0
                                    

Siok Lan meloncat bangun diturut oleh Yu Lee yang bangkit juga dengan tenang. "Wah, memang tidak salah dugaanku! Ang-kin Kai-pang hanyalah sekumpulan perampok yang menyamar sebagai pengemis kelaparan! Sungguh hal ini amat memalukan golongan liok-lim (perampok) dan kai-pang (kaum pengemis) yang tulen!"

Kakek pengemis itu mengangkat tongkatnya ke atas kepala dan suara hiruk pikuk para pengemis yang muncul dan marah mendengar ucapan Siok Lan, mendadak sirep dan keadaan menjadi sunyi.

Jelas bahwa semua pengemis, di mana tampak juga Ang Kun, tokoh tingkat lima, kemudian Ang Ci dan Ang Sun tokoh-tokoh tingkat tiga, dan beberapa tokoh Ang-kin Kai-pang yang lain, amat mematuhi kakek ini sehingga makin yakinlah Yu Lee akan dugaannya tadi bahwa kakek itu agaknya adalah ketua dari Ang-kin Kai-pang yang terkenal dengan julukan Kai-ong (Raja Pengemis) Ang Kwi Han. Maka ia memandang penuh kekhawatiran karena maklum bahwa menghadapi tokoh Ang-kin Kai-pang tingkat tiga juga Siok Lan belum tentu dapat menang, apa lagi menandingi ketuanya!

"Nona cilik yang bermulut besar!" bentak Kakek ketua itu. "Sesungguhnya tidaklah pantas bagi aku sebagai ketua Ang-kin Kai-pang untuk berurusan dengan bocah seperti engkau! Semestinya aku menemui kakekmu untuk menegur cucunya! Akan tetapi karena sudah dua kali engkau menghina pembantu-pembantuku, sudah sepatutnya pula aku menegur langsung kepadamu agar engkau tidak memandang rendah kami orang Ang-kin Kai-pang!"

Siok Lan mendengar bahwa kakek ini adalah ketua Ang-kin Kai-pang, menjadi terkejut juga. Ia sudah mendengar dari kakeknya tentang kelihaian raja Pengemis ini, akan tetapi dasar ia bandel, berani dan tidak mengenal takut, maka ia tersenyum dan berkata.

"Ah, kiranya Ang-kin Kai-pangcu yang muncul sendiri! Pangcu, kebetulan sekali kita berjumpa. Engkau tadi bilang hendak menegurku, boleh saja. Akan tetapi ketahuilah bahwa aku pun ingin sekali menegurmu atas kelakuan anak buahmu yang tidak patut. Pelayanku ini menjadi saksi akan kekurangajaran para pengikutmu dan orang-orangmu itupun kebetulan hadir." Sampai di sini Siok Lan menudingkan telunjuknya ke arah Ang Kun, Ang Ci dan Ang Sun yang berdiri tak bergerak, mata mereka mendelik marah.

"Betul seperti yang dikatakan nona majikanku!" Tiba-tiba Yu Lee berkata, suaranya lantang dan ia tidak perduli betapa tiga orang tokoh pengemis itu, juga si ketua sendiri, memandang kepadanya penuh perhatian dan kecurigaan.

Pemuda ini maklum bahwa tiga orang tokoh pengemis itu tentu sudah mengerti bahwa dia adalah seorang berkepandaian tinggi dan tentu sudah melapor kepada ketua mereka bahwa dialah yang "melindungi" Siok Lan secara diam-diam. "Aku menjadi saksi hidup! Aku berani sumpah demi apapun juga bahwa dalam urusan antara nonaku dan para tokoh Ang-kin Kai-pang nonaku tidak bersalah seujung rambut sekali pun! Pangcu harap suka mengambil pertimbangan yang adil. Pertama-tama, pembantumu yang seorang itu telah menghadang nona dan dengan paksa hendak minta sumbangan, yang kemudian ditolak oleh nona majikanku sehingga terjadi bentrokan. Kemudian kedua orang yang lebih besar itu," ia menuding ke arah Ang Ci dan Ang Sun, "datang pula selagi nonaku sedang makan. Coba pangcu katakan apa kesalahan nonaku? Kalau kalian tidak mengganggunya, tentu tidak akan terjadi bentrokan!"

"Ha-ha-ha ha! Omonganmu tepat namun jelas membela sebelah pihak! Seorang gagah akan berpemandangan luas menilai persoalannya, bukan hanya yang berada di depan hidung saja. Nona cilik ini cucu Thian-te Sin-kiam seorang pejuang dan penentang pemerintah penjajah, maka sudah sepatutnya kalau anak buahku minta sumbangan kepada nona cilik ini, karena sumbangan-sumbangan itu bukan untuk diri kami pribadi melainkan untuk pembiayaan perjuangan melawan pemerintah Mongol. Akan tetapi nona cilik ini tidak menyumbang malah menghina, mengandalkan perlindungan sembunyi. Ha-ha-ha! Setelah sekarang bertemu dengan aku sendiri, apakah nona cilik akan lari ketakutan?"

"Tua bangka sombong!" Tiba-tiba Liem Siok Lan berseru keras dan mencabut pedangnya, "Jangan asal terbuka saja mulutmu! Siapa takut kepadamu? Kalau tidak terima dan mendendam kepadaku, hayo ini aku sudah berada di sini. Kau mau apa?"

Pendekar CengengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang