Karena itu mereka membiarkan saja dua orang tua itu berbantahan. Dan mereka sibuk menyambut tamu-tamu lain yang berdatangan untuk memberi penghormatan terakhir kepada jenazah Yu Tiang Sin.
Ketika melihat datangnya seorang pengemis tua di antara para tamu, Yu Kai segera menyambutnya sebab mengira pengemis ini seorang tokoh besar persilatan yang mengenal ayahnya. Akan tetapi kakek pengemis ini tidak menghampiri meja sembahyang melainkan segera duduk di atas tanah dan menundukkan muka sambil menggaruk-garuk punggungnya.
Kepala pengemis itu tertutup sebuah topi lebar yang butut sehingga mukanya tersembunyi di baik topi lebar itu.
Rambutnya sudah putih semua, tubuhnya kurus kering dan pakaiannya penuh tambalan sobekan di sana-sini memperlihatkan kulit yang keriput dan tulang yang menonjol. Sepatu rumput yang menutupi kedua kakinya juga sudah butut.
Sewaktu berjalan masuk tadi ia dibantu oleh tongkatnya yang terbuat dari bambu dan kini tongkatnya melintang di pangkuannya. Keadaannya jelas membayangkan bahwa ia seorang pengemis yang hidupnya sangat sengsara dan agaknya sering menderita kelaparan. Tak ada hal yang aneh dan mencurigakan pada diri kakek ini hingga para tamu tidak ada yang memperhatikannya. Melihat sikap pengemis itu Yu Kai pun akhirnya menganggap dia bukan tamu melainkan seorang pengemis biasa, maka dia tak memperhatikannya lagi.
Tidak demikian dengan Siauw-bin-mo Hap Tojin dan Liong Losu. Karena pengemis itu berjongkok di dekat meja mereka, keduanya memandangnya dan menghentikan perbantahan mereka lalu Hap Tojin menegurnya.
"Eh, lokai (pengemis tua), orang mengemis sepatutnya mendatangi orang yang sedang merayakan perkawinan dan bukan orang yang berkabung! Di tempat kematian ini mana ada makanan lebih?" Tosu itu tertawa-tawa sehingga banyak tamu yang mungerutkan kening. Tertawa-tawa di waktu melayat benar-benar merupakan perbuatan yang tak sopan.
Sebaliknya Liong Losu melihat pengemis ini seraya berkata,
"Nah kau lihatlah baik-baik, to-yu. Seperti pengemis ini, bukankah ia menderita dalam hidup? Sudah tua bangka dan berpenyakitan, masih menderita kelaparan dan hidup terhina sebagai pengemis. Tidak kasihankah kau melihat penderitaan manusia ini?"
"Menderita apa? Dia senang! Lebih senang dari orang lain. Dia tua, apa kau kira orang muda lebih senang dari pada orang tua. Dia miskin, apa kau kira orang kaya lebih senang dari pada orang miskin? Dia kurus, apa kau kira orang gemuk seperti kau ini lebih senang dari pada orang kurus?"
Kembali dua orang ini berbantahan, tanpa menghiraukan lagi kepada si pengemis tua itu.Tiba-tiba pengemis itu menarik napas panjang dan berkata.
"Apakah itu baik? Apakah itu jahat? Manusia tidak baik, juga tidak jahat. Kebaikan yang dipuji orang bukan kebaikan lagi. Kejahatan yang dicela orang belum tentu kejahatan. Siapa menciptakan baik dan jahat? Orang! Siapa menciptakan susah dan senang? Orang. Semua itu sebetulnya tidak ada. Adanya karena dipaksakan orang, oleh orang yang memang suka mengada-ada! Semua kosong kelihatannya berisi akan tetapi kosong. Yang kosong sebetulnya penuh isi. Aneh tapi tidak aneh. Benar tapi salah juga! Heh......" pengemis itu menghela napas lagi. Lalu bangkit dan jalan perlahan dibantu tongkatnya. Setelah berdiri baru tampak mukanya. Muka tua yang keriputan, muka yang terlalu tua untuk hidup. Usianya sudah seratus tahun lebih.
Tosu dan hwesio itu saling pandang. Sebagai dua orang ahli kebatinan, mereka mendengar ucapan pengemis tadi seperti halilintar menggelegar di angkasa. Mereka sekaligus tunduk, takluk merasa terkalahkan. Keduanya segera berdiri hendak menyusul, akan tetapi ketika memandang keluar kakek itu sudah lenyap, seakan-akan ditelan bumi. Keduanya menghela napas. Siauw-bin-mo yang sadar lebih dahulu berkata sambil tertawa.
"Dalam segebrakan kita runtuh, ha-ha-ha! Dapatkah kau menduga, siapa dia?"
Hwesio gendut itu menggelengkan kepala.
![](https://img.wattpad.com/cover/90778250-288-k687546.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Cengeng
Ficción GeneralPendekar yang di juluki Pendekar Cengeng selalu mengacau di Thian-an-bun yang di bantu oleh pendekar wanita Dewi Suling. Bagaimanakah pendekar tersebut mendapat julukan Pendekar Cengeng dan siapakah nama aslinya penasaran bisa di baca dalam Kisah Pe...