ALUNA lupa bahwa tiap awal pekan yang jatuh di Hari Senin ini, sekolahnya menetapkan peraturan untuk agar para muridnya datang lebih awal sebab upacara bendera diadakan tepat bel masuk sekolah berbunyi. Gerbang sekolah akan ditutup sepuluh menit lebih cepat dari biasanya. Untungnya, tepat kala satpam sekolah hendak menutup gerbang besar itu, Aluna masih bisa mengejar waktu untuk bisa masuk, menyeberangi lapangan utama sekolah yang mulai dipenuhi gerombolan siswa-siswi berbaris sesuai urutan kelas, berlari-lari menapaki tangga menuju kelasnya di lantai dua gedung ini dan hampir saja jatuh akibat tersandung hingga menarik perhatian murid yang kebetulan berpapasan dengannya. Aluna harus bernapas lega karena keseimbangan tubuhnya bekerja cepat menguasai.
"Nah, dateng juga ternyata. Gue kira lo nggak masuk."
Sambutan dari seorang gadis yang kebetulan baru keluar dari kelas tujuan Aluna. Mengintip melalui jendela, ternyata kondisi ruangan sudah sepi menandakan lainnya sudah berkumpul di bawah. Aluna terpaksa berhenti sejenak demi mengatur napasnya yang kembang-kempis, merasakan tepukan di punggung membungkuknya dari Sarah si teman sebangku.
"Tumben dateng telat. Kesiangan?"
"Kejebak macet."
"Udah tau ini Hari Senin, berangkatnya jangan terlalu nyantai makanya, Na," tegur Sarah sedikit mencibir seraya menuntun temannya itu untuk masuk. Meja mereka berada di urutan terdepan dekat dengan pintu masuk, mudah bagi Aluna untuk segera mendudukkan diri sebelum akhirnya melepas tas ranselnya. "Ambil topi, buru," ujarnya setelah mengamati Aluna yang mulai bisa mengatur napas.
Aluna menurut saja. Di sela membuka resleting tas, ia merogoh saku jaketnya demi memindahkan ponselnya ke dalam tas, hanya saja ketika ia hendak mematikan benda pintarnya terlebih dulu, muncul notifikasi pesan chat baru yang langsung membuatnya terpana begitu melihat isinya.
Jangan lari-larian di tangga. Kamu hampir jatuh tadi.
Tanpa sadar ia meneguk saliva, tangannya yang berkeringat mendadak kebas, hanya bisa terpaku memandang layar sentuh tersebut lantaran tiba-tiba jantungnya yang sempat mereda kembali memompa cepat aliran darahnya.
Dia sempat berharap bahwa ini hanya mimpi, namun mengingat pesan sebelum ini masih tertera di atasnya, menyadarkan Aluna bahwa kejadian kemarin itu memang nyata.
"Woy, yah, malah bengong. Ayuk turun!"
Seruan Sarah menyentakkan Aluna. Terburu-buru, ibu jarinya dengan gemetar mengeluarkan fitur chat tersebut lalu segera mematikannya sebelum menyimpannya ke dalam tas. Serta merta berdiri setelah mengambil topi sekaligus melepas jaketnya kemudian menyusul Sarah.
"Muka lo tiba-tiba pucet, Na. Kenapa? Sakit lo, ya?"
"Hah? Enggak, kok. Gue sehat."
"Beneran? Ngomong aja, sih, biar gue anterin ke UKS."
Aluna menggeleng cepat. Di saat Sarah kembali menariknya untuk segera turun sambil mengoceh, sayangnya Aluna tidak menyimak segala cerita teman sebangkunya dan memilih merenungi akan pesan chat baru saja. Mengingat isinya, si pengirim pesan itu pasti sempat melihat dirinya dan kemungkinan terbesarnya adalah di tangga. Sayangnya, Aluna tidak memerhatikan siapa saja yang sempat berpapasan dengannya selama tengah menaiki anak-anak tangga tadi.
"Na, lo kenapa, sih?"
Suara Sarah disertai cubitan pelan di pipi memerah Aluna kembali menyentaknya. Teman sebangkunya itu sudah memandang dirinya penuh kebingungan dan merasa aneh dengan sikapnya kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Genius Secret Admirer
Teen Fiction[C O M P L E T E D] [TERBIT;INDIE] Aluna tidak pernah berharap bahwa dirinya akan memiliki seorang penggemar rahasia. Kedatangannya yang tidak terduga ternyata mampu menarik perhatian Aluna untuk mencari wujud si pelaku, memicu debaran jantung yang...