ALUNA menjinjing tas besarnya menuruni tangga. Senyum di wajahnya segera terbit melihat wujud mereka yang tengah mengobrol asyik di ruang tamu. Hari ini Papa Farrell libur dari tugasnya. Beliau tampak antusias bisa bertemu sapa dengan Ken Alvino setelah terakhir kali hanya mampu menjenguk singkat lelaki itu di rumah sakit. Sambutannya memberi kesempatan Aluna untuk bersiap-siap hingga berubah cantik dan rapi seperti sekarang.
"Sudah siap, Sayang?" Mama Anna lebih dulu berdiri dan menyambut kemunculannya.
Aluna mengangguk ringan. Matanya segera beralih pada Ken yang sebenarnya lebih dulu menyadari kedatangannya. Tentu Aluna tidak lagi dapat menyembunyikan senyumnya untuk lelaki itu. Bahkan pipinya yang sudah dibubuhi sedikit polesan semakin merona.
"Nak Alvin, titip anak Tante, ya!"
Tahu itu adalah tanda, Ken pun mendekati mereka, mengambil alih tas Aluna agar dibawanya. Tidak lupa dia berikan senyum sopan untuk Mama Anna sekaligus mengiakan ucapan beliau.
"Sukses ya, buat wawancaranya." Ini dari Papa Farrell. Pria itu bahkan menepuk-nepuk pundak Ken sebagai bentuk bahwa ia turut berbahagia. "Maafin Om. Kayaknya besok nggak bisa ikut nganterin. Jadi Om doain aja biar semuanya lancar."
"Nggak apa-apa, Om. Terima kasih buat semua masukannya."
Aluna terenyuh melihat lelaki itu menyalami tangan papanya, lalu mamanya. Melihat kedua orangtuanya begitu menerima Ken layaknya anak sendiri, sedikit membuat Aluna berandai-andai. Tapi segera Aluna tepiskan begitu Ken mengajaknya keluar.
Lambaian tangan ia berikan untuk mereka seiring mobil Ken mulai melaju. Bukan untuk pergi jauh. Aluna hanya berencana menginap di rumah Sarah untuk menghabiskan akhir pekan. Setelah dipusingkan oleh berbagai tes akhir hingga Ujian Nasional yang belum lama berhasil dilalui, Aluna berencana menghibur otaknya yang sudah panas dan kusut sebelum melanjutkan perjuangan.
Tapi sayang, rencananya menginap ke rumah Sarah bukan semata-mata untuk menghilangkan penat. Melainkan karena lelaki ini.
Beberapa hari lalu dia mendengar kabar langsung dari Ken bahwa lelaki itu mendapat panggilan interview dari kampus ternama di Amerika. School of Medicine milik Universitas California adalah incarannya. Aluna tidak menampik bahwa dia tercengang bahwa Ken Alvino memang tidak tanggung-tanggung untuk mengambil kesempatan besar yang direkomendasikan oleh Anwar, papanya.
Sedangkan Aluna, bukannya melakukan hal sama tetapi lebih memikirkan betapa jauhnya Ken akan pergi. Pengumuman mengenai dirinya tidak mendapat kesempatan diterima melalui jalur undangan menjadi terasa hambar baginya. Padahal ia harus berjuang lagi nantinya tapi tidak ada antusiasme muncul di dalam dirinya.
Tidak seharusnya dia menjadi seperti ini.
"Aluna."
Panggilan itu berhasil memecah lamunannya. Ditambah sentuhan lembut di kepala membuat dirinya lantas menoleh. Menemukan Ken sudah menatap penuh dirinya dan tersenyum tipis.
"Dari tadi nggak ada suaranya. Bengong atau tidur?"
Cebikan kecil diberikan oleh Aluna sembari memalingkan wajah. "Macetnya bikin ngantuk."
Hening kembali tercipta. Sebelum akhirnya Ken melepas sabuk pengaman demi mendekat. Meraih tuas di sisi kiri kursi Aluna dan merendahkan sandarannya. Tentu Aluna agak terkejut, mengerjap cepat mendapati posisinya menjadi sedikit rebah dan Ken malah memamerkan senyum manis di atasnya.
"Tidur aja. Nanti aku bangunin kalau udah sampai."
Pipi Aluna memanas berkat sentuhan lembut tangan Ken di sana. Lelaki itu sudah kembali memasang sabuk pengaman dan menggerakkan persneling. Membiarkan Aluna memandangi tampak samping wajahnya yang begitu menawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Genius Secret Admirer
Teen Fiction[C O M P L E T E D] [TERBIT;INDIE] Aluna tidak pernah berharap bahwa dirinya akan memiliki seorang penggemar rahasia. Kedatangannya yang tidak terduga ternyata mampu menarik perhatian Aluna untuk mencari wujud si pelaku, memicu debaran jantung yang...