[40] Happens So Suddenly

13.8K 1K 274
                                    

HARI pertama sekolah di semester genap. Di pukul setengah enam pagi, Aluna sudah dalam keadaan rapi dengan balutan seragam sekolah. Rambut panjangnya seperti biasa hanya diikat setengah, maka surainya akan menari-nari kala ia berlari-lari seperti saat ini, menuruni anak tangga menuju ruang makan.

Suasana hatinya begitu ringan, memancarkan raut cerah sampai menular ke Mama Anna yang sibuk menyiapkan sarapan.

"Papa belum siap, Ma?"

"Belum, masih mandi kayaknya. Kamu tuh yang kecepetan siapnya. Mau dijemput Nak Alvin, ya?"

Kuluman di bibir Aluna sempat muncul disertai pipi merona berkat godaan dari mamanya. "Enggak, kok. Kenal 'kan sama adiknya. Luna berangkat bareng Sarah. Nanti dia nyamperin."

"Kirain." Mama Anna tersenyum geli. Beliau kemudian menyerahkan kotak makan biru yang baru saja diisi beberapa potong brownies. "Ini banyak, loh. Bagi-bagi sama Nak Alvin, ya."

"Sama teman-teman Luna gimana?"

Mama Anna malah mengibaskan tangan. "Mereka udah sering makan. Besok-besok aja."

"Gitu ya, sekarang Mama lebih mentingin Kenal daripada teman-teman Luna."

"Dia 'kan pacar kamu. Calon mantu Mama. Makanya kalian yang langgeng, ya."

"Mama!!" Aluna nyaris tersedak salivanya sendiri karena saking kagetnya.

Mama Anna malah tergelak sambil melengos masuk ke dapur lagi. Menyisakan Aluna yang merona malu sebelum kemudian berlari keluar ruang makan lantaran seruan dari depan rumah menginterupsi.

Masih dengan pipi memerah berkat godaan sang mama, Aluna membuka pintu dan menemukan Sarah berdiri di sana disertai cengiran. Kebiasaan yang sudah Aluna biarkan kalau temannya itu sudah melewati pintu gerbang rumahnya, membiarkan mobil bersama supirnya menunggu di luar sana.

"Pagi, Na! Laper nih gue, belum sarapan. Hehehe!"

Meski matanya berotasi dulu, sebenarnya Aluna sudah tidak kaget lagi dengan Sarah yang terlalu menganggap rumahnya seperti rumah sendiri. Toh, dia juga begitu, 'kan?

****

Suasana sekolah belum terlalu ramai ketika mereka sampai. Di pukul enam seperti ini, bisa dibilang baru segelintir siswa yang mengisi koridor lantai bawah. Mungkin di sini hanya Aluna dan Sarah yang terlalu antusias menyambut hari pertama sekolah di semester genap ini.

"Pasti Samuel masih molor. Yakin gue," ujar Sarah di sela kikikannya sembari mengutak-atik ponsel pintarnya.

Di antara dua teman lelaki mereka, Samuel dikenal susah bangun. Kalau menginap di rumah Sarah dan begadang dengan Dilan, tidak dibangunkan secara paksa sudah pasti dia akan bangun di tengah hari.

"Loud speaker, coba," pinta Aluna. Tahu benar bahwa Sarah ingin membangunkan teman akrabnya itu.

Mereka sudah berhenti di depan papan informasi utama sekolah. Menunggu dengan perut tergelitik meski juga merasa tak sabar. Hingga suara panggilan terjawab, mereka menahan tawa untuk beberapa saat begitu mendengar suara melantur Samuel di seberang sana.

"Bangun, woy! Upacara bentar lagi!"

"Hah? Siapa yang pacaran?"

Keduanya menyemburkan tawa. Di mana suara nyaringnya ternyata berhasil menyadarkan lelaki di seberang sana.

"Ck, ganggu aja sia, lagi mimpi enak juga. Masih jam enam ini," lalu terdengar suara lelaki itu menguap, pasti lebar sekali.

My Genius Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang