TAMPAK Samuel berlarian di sepanjang koridor lantai dasar hingga lantai atas. Napasnya tersengal hebat begitu sampai di kelas dan disambut oleh Dilan dan Sarah yang kebetulan tengah berdiri kebingungan. Tangan Samuel pun menunjuk-nunjuk ke luar, menyalak marah.
"Weh, Alun pergi kok nggak lo kejar sih, pada?! Dia diculik sama orang baju item-item di belakang gedung olahraga!!"
"APA?!" Sarah berhasil mengejutkan seluruh penghuni kelas ini dan langsung menaruh atensi ke mereka bertiga. Tetapi Sarah sudah terlanjur berlari keluar kelas disusul Dilan juga Samuel yang berdebat di belakangnya.
"Kenapa nggak lo tahan tadi?!"
"Mang Darman jaga di sana. Dia dapet sogokan kayaknya makanya bisa ngelawan gue."
"Argh! Sialan!" Dilan berlari lebih cepat menyusul Sarah yang sudah lebih dulu masuk ke dalam kelas XII IPA 1.
Kedatangan mereka pun menarik perhatian penghuni kelas itu. Ketenangan di ruangan itu seketika buyar karena Sarah dengan tidak tahu malunya menarik Ken Alvino bangkit dari duduk. Berteriak penuh kepanikan bagai tamparan telak untuk lelaki itu.
"Ken, Aluna dibawa sama suruhan bokap lo!"
Dan ketiganya harus berlari lagi keluar dari sana, menyusul Ken yang begitu cepatnya melesat pergi meninggalkan kelasnya tanpa berpikir panjang. Menyisakan tanda tanya penghuni ruangan itu. Termasuk Tristan yang harus meringis melihat barang-barang yang ditinggal begitu saja oleh teman sebangkunya itu.
****
Sejak turun dari mobil, Aluna hanya bisa mengikuti arahan pria yang sudah mengantarnya sampai sini dalam diam. Mata Aluna sesekali akan berkeliling, merasa dirinya tidak sepatutnya mendatangi restoran mewah di tengah kota ini terlebih dia masih dalam keadaan berseragam sekolah.
"Sebelah sini, Nona."
Aluna mempercepat jalannya. Menyusul pria itu sudah menunjuk tangga dan memintanya segera mengikuti naik ke lantai atas. Pintu-pintu berjajar di sepanjang lorong sunyi ini. Pria itu kemudian membuka salah satunya yang tak jauh dari tangga, membungkuk ke dalam sejenak sebelum memersilahkan Aluna masuk.
Membiarkannya menghadapi Anwar yang sudah duduk tenang di balik meja makan yang telah ditata sedemikian rupa. Lampu kristal yang menggantung mewah di tengah langit-langit ruang memancarkan sinar kuning elegan menerangi ruangan ini. Lukisan megah yang terpajang tepat di belakang Anwar yang tengah menyesap secangkir teh di tangan pun seakan ikut menyambut kadatangan Aluna.
"Silahkan duduk."
Suara berat Anwar seakan menggema hingga ke seluruh sudut ruangan tak seberapa luas ini. Namun Aluna masih bergeming, meremat rok putihnya di tiap sisi, tidak berani bergerak hingga Anwar kembali berbicara.
"Saya meminta. Kamu tidak mau duduk?"
Aluna diam-diam menggigit bagian dalam pipinya. Mata kecoklatannya kemudian memberanikan diri membalas tatapan tajam Anwar. Menarik napas dalam secara diam-diam. Membulatkan tekad yang sudah ia bangun sejak di perjalanan.
Semenjak panggilan tiba-tiba dari suruhan Anwar melalui telepon, Aluna berusaha melawan ketakutan yang mulai menggerayangi dan berpikir keras menyusun kalimat demi kalimat untuk menghadapi Anwar.
"Aluna Dira Putri." Panggil Anwar dengan lugasnya. "Saya mengundang kamu bukan untuk menyaksikan kamu berdiri diam di depan saya. Duduk."
Tidak ada intonasi meminta tolong lagi. Anwar memerintah. Mengintimidasi Aluna secara tersirat bahwa tidak sepatutnya Aluna mencoba-coba untuk tidak menuruti perkataannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Genius Secret Admirer
Novela Juvenil[C O M P L E T E D] [TERBIT;INDIE] Aluna tidak pernah berharap bahwa dirinya akan memiliki seorang penggemar rahasia. Kedatangannya yang tidak terduga ternyata mampu menarik perhatian Aluna untuk mencari wujud si pelaku, memicu debaran jantung yang...