[45] Tears (Not) Falling

8.1K 912 100
                                    

ALUNA berlari memasuki Unit Gawat Darurat seorang diri. Ketegangan bercampur ketakutan itu terpancar jelas di wajahnya. Irisnya bergerak tak tentu arah begitu kalut hingga menemukan dua sosok familier berdiri di salah satu sisi.

Ada Sarah yang sudah memeluk Kinan yang tersedu-sedu. Gadis dengan rambut ponytail itu hanya dihiasi kesedihan tanpa tangis dan tetap melindungi Kinan. Aluna tidak kuasa melihat itu dalam diam sehingga dia cepat-cepat menghampiri.

“Na....” Sarah lebih dulu menyambut. Mata gadis itu sudah memerah dilapisi genangan air. “Ken ... kecelakaan....”

Aluna tidak memberi respon dalam bentuk apapun. Batinnya mengiyakan. Dia bahkan lebih dulu tahu setelah ada orang asing yang menjawab suaranya melalui ponsel Ken yang terus tersambung.

Dia mengalami tabrakan dengan mobil lain dan Ken berada di posisi terparah. Orang asing yang menjadi saksi itu mengatakan bahwa mobil yang dikendarai Ken menerobos persimpangan dan mobil dari arah lain melaju kencang hingga kecelakaan tak dapat terhindarkan.

Aluna sungguh blank saat itu. Dia tidak memikirkan apapun lagi selain mengikuti ucapan orang asing itu bahwa Ken akan segera dibawa kemari. Bahkan saat Mama Anna memergok dirinya buru-buru keluar rumah, Aluna tidak menggubris panggilan beliau dan terus berlari hingga menemukan taksi yang lebih dulu dipesan datang tepat di depan kompleks perumahannya.

Dan ternyata, Kinan bersama Sarah juga sudah mendapat kabar dan lebih dulu sampai sebab lokasi rumah sakit tak jauh dari perumahannya.

Aluna baru menyadari, bukan hanya Sarah dan Kinan tetapi beberapa bodyguard yang Aluna kenali juga ada di sini. Mereka tampak sibuk dengan alat komunikasi masing-masing. Pasti ada di antara mereka yang sedang menghubungi Anwar di kantornya. Bi Eka juga ada di sini. Sama-sama khawatir sampai dia menautkan tangan dan berdoa.

Tidak ada yang bisa Aluna tanyakan mengenai keadaan Ken. Tetapi yang jelas, lelaki itu pasti sedang ditangani saat ini. Seorang perawat keluar-masuk sekat bertirai itu membawakan beberapa peralatan medis tambahan yang Aluna tidak mau tahu fungsinya saat ini.

“Kinan udah bilang, Kakak harusnya istirahat di kamar, tapi Kinan malah ngebiarin Kakak pergi.” Kinan meracau di sela tangisnya. “Harusnya, Kinan terus nahan Kakak tadi. Harusnya Kinan nggak ngebiarin Kakak pergi. Harusnya Kinan seret aja Kakak ke kamar, tapi Kinan malah ngebiarin Kakak pergi.”

Sarah mengusap-usap punggung Kinan yang berguncang hebat. Tangis gadis itu semakin kencang terdengar. Sarah sendiri beberapa kali mengusap matanya yang terus melelehkan air mata.

Aluna mendekat, merangkul Sarah juga Kinan yang tidak dia duga akan meruntuhkan pertahan Sarah. Begitu Sarah menemukan pundak Aluna, gadis itu ikut menangis deras dan meracau penuh gemetar.

“Gue udah marahin dia, Na. Gue udah bentak dia. Harusnya gue bisa nahan diri buat nggak lakuin itu. Dia lagi sakit. Tapi karena emosi gue, gue malah bikin dia makin celaka.”

Aluna mengusap punggung Sarah. Mendesis pelan di kala Sarah semakin sesenggukan.

“Ken pasti jadi begini karena semua omongan kasar gue. Ini salah gue. Maafin gue, Na. Gue udah jahatin Ken. Maaf...”

“Enggak, Sa. Nggak ada yang salah.” Hati Aluna seperti teriris. Bukan hanya Sarah tetapi Aluna juga harus menenangkan Kinan yang kini ikut memeluknya.

Mental Aluna serasa diuji saat ini.

Aluna mengerti betapa terpukulnya dua saudara Ken ini. Mereka melakukan itu karena terlalu peduli pada Ken. Tidak ada yang salah dengan niat baik mereka.

“Nggak ada yang perlu disalahin di sini. Semua terjadi karena memang udah harus terjadi. Nggak ada yang bisa cegah itu,” gumam Aluna untuk keduanya. Mencoba menghibur di tengah batinnya yang terus ditimpa kekalutan.

My Genius Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang