[54] Strangers

5.7K 575 238
                                    

[M_G_S_A]

 JIKA ini adalah halusinasi, Aluna berharap tersadar segera mungkin. Maka ia kembali mengangkat genphone-nya yang masih menerterakan panggilan Tristan, mendengar pria itu masih memanggil-manggil dirinya dengan pandangan turun ke bawah. Menarik napas panjang.

Anggap itu memang halusinasi saja.

"Aluna? Lo nggak apa-apa, 'kan?"

"I-iya. Gue nggak apa-apa...."

Tidak. Karena ketika dia kembali melihat ke depan, sosok itu masih berdiri di sana. Mematahkan sugestinya yang mengatakan dia bukanlah Ken Alvino. Dan Aluna semakin gemetaran ketika sosok itu melangkah ke arahnya.

"Gu-gue matiin ya, Tris. Lagi di jalan."

"Oke. Hati-hati ya, Na."

Hanya gumaman singkat sebelum Aluna mematikan panggilan itu. Menguatkan batinnya, Aluna pun melangkah maju, tanpa mencoba untuk mengangkat pandangan, dengan tangan meremat kuat tasnya yang terselampir di bahu kanan. Mengatur detak jantungnya yang tanpa izin malah berdentam hilang kendali.

Dan Aluna berhasil melewatinya. Sebagaimana dengan napasnya yang terhenti kala aroma musk itu menyeruak kuat menyerang penciumannya. Memicu adrenalin yang telah lama sekali tidak dirasakan, seakan terbangun dari tidur panjang hingga sekujur tubuh Aluna meremang.

Aroma yang sama....

"Dokter Ken!"

Dan langkah Aluna terhenti. Bodoh jika ia memilih untuk menengok ke belakang. Namun dia sungguh melakukannya. Menemukan sosok itu tengah menyambut seseorang yang datang dengan kursi rodanya. Gadis belia yang tampak ceria kala pria itu lantas berjongkok di hadapannya, berceloteh penuh riang yang dibalas senyum lembut si dokter berkacamata itu.

Jantung Aluna berdenyut semakin keras. Akalnya mencoba untuk menepis tetapi ini terlalu nyata untuk dibantah. Dia memang Ken Alvino. Tapi mengapa dia berada di sini? Bahkan memakai seragam dokter rumah sakit ini? Bukankah Sarah bilang—

Tubuh Aluna tersentak ke depan kala ada yang menabraknya dari belakang. Menemukan pelakunya sudah terjatuh dan secara reflek Aluna mengulurkan bantuan. Teriakan-teriakan di belakang tubuh orang itu bermunculan seperti memeringati namun Aluna terlambat untuk menyadari.

"Maaf. Bapak nggak apa-ap—aakh!!"

Terjadi begitu cepat. Aluna baru melihat orang itu ternyata membawa benda tajam dan baru saja menebas tangannya. Sontak saja Aluna terlonjak mundur dan terjatuh. Merasakan perih luar biasa di pergelangan tangannya yang seketika mengeluarkan darah.

"Jangan mendekat! Jangan mendekat!! Pergi kalian!!" Orang itu histeris menodongkan pisau bedah entah didapat dari mana. Namun melihat beberapa perawat yang tengah mengejar, sepertinya orang itu adalah calon pasien.

"Pak, tolong tenang. Kami hanya ingin mengobati luka Bapak."

"Jangan mendekat! Saya nggak sakit! Pergi!! Atau saya bakalan bunuh dia!!"

Aluna tercekat kala orang itu menodongkan pisau itu ke arahnya. Dan Aluna tidak sempat menghindar begitu ia menerjang. Sedikit lagi pisau bedah itu kembali menebasnya ketika ada yang lebih dulu menangkisnya. Menangkap tangannya lalu melumpuhkannya dengan pukulan telak hingga pisau itu terlepas jatuh. Orang itu semakin mengerang kesakitan ketika tangannya dikunci kuat di punggungnya sekaligus didorong menjauh dari Aluna.

My Genius Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang