ALUNA sudah terduduk manis di depan sebuah meja, melihat sekitarnya dengan mimik penuh kekaguman diiringi keramaian khas sebagai latar belakangnya.
Setelah menempuh jarak yang begitu jauh bahkan memakan waktu hitungan jam, ternyata Ken membawa dirinya ke sebuah restoran bergaya rumahan di kota seberang. Mengingat betapa ramainya pengunjung sampai-sampai halaman restoran ini penuh dengan banyak kendaraan yang terparkir, Aluna harus merasa beruntung bisa mendapatkan meja outdoor dengan taman hijau sebagai pemandangannya.
"Lo bawa gue jauh-jauh buat dateng ke sini? Gimana lo bisa tau ada tempat kayak gini?" meski dengan intonasi terheran-heran, Aluna tidak bisa menyembunyikan antusiasme yang memancar di matanya.
"Kamu suka?"
"Setelah jarak tempuh yang bikin gue nyaris mati penasaran, semua ini terbayar," jawaban Aluna berhasil mengundang kekehan dari Ken. Sejenak Aluna memicing pada lelaki di hadapannya itu. "Jadi ini alasan lo nyulik gue lebih cepet?"
"Toh kamu nggak nyesel udah mau aku culik sampai sini, 'kan?" Ken menjungkit alisnya sebagai penegasan.
Karena setelah insiden di mana Ken menghampiri Aluna di tribun lapangan tadi, melewati berbagai pasang mata yang terus menumbuk perhatian hingga mengundang seruan iri dari para gadis yang menjadi saksi, dengan mudahnya Ken menarik Aluna masuk ke dalam mobil dan membawa dirinya keluar dari sekolah.
Itupun berkat dukungan ketiga temannya. Terutama Samuel. Mengandalkan kebesaran hatinya, Samuel merelakan Aluna melewatkan pertandingannya demi kemenangan Ken Alvino.
Jadi di sinilah Aluna sekarang. Berada di daerah yang terkenal akan kesejukan udara yang masih asri juga menyemat julukan sebagai kota hujan.
"Enggak. Gue tetep keberatan," tiba-tiba Aluna berkata. "Lo bisa ngabisin bensin buat dateng jauh-jauh kemari tapi cuma buat makan. Apa itu wajar?"
Ada sorot geli muncul di iris hitam milik Ken. Lelaki itu melipat kedua tangannya di atas meja. "Kalau kamu khawatirin itu, bensin mobil aku masih full tank dan dia nggak boros."
"Habisnya...," Aluna mendesah gugup. Matanya melirik tangan Ken yang masih dalam balutan perban.
Tidak sepantasnya dia mengeluhkan hal yang tidak semestinya di saat lelaki itu justru mengesampingkan kondisinya sendiri hanya demi mengajak kencan satu hari di hari ini.
"Ini udah termasuk dari permintaan pertama aku. Aku udah perhitungkan semuanya jadi kamu cukup jalani dan nikmati."
Aluna menemukan kesungguhan di mata Ken. Dihelanya napas panjang sembari menopang dagu di atas meja, memalingkan pandangannya ke luar.
"Lo selalu berhasil dapatin apa yang lo mau," gerutu Aluna yang masih bisa didengar.
"Dan aku masih punya sembilan permintaan lagi yang tentu harus dikabulin sama kamu."
Dengan begitu rasa keki Aluna kembali, terlebih ada raut penuh arti muncul di wajah menawan Ken Alvino.
"Lo curang! Kesepakatan awalnya 'kan nggak kayak gini!"
"Tapi setidaknya ini sepadan untuk nebus keberhasilan aku dalam mencetak sepuluh three point buat kamu. Ini lebih baik daripada aku langsung minta ciuman kedua dari kamu."
Pipi Aluna memerah dengan cepat sebagaimana semburat panas merambat di sana. Mengundang rasa gatal di diri Ken hingga begitu saja satu tangannya terjulur menyentuh salah satunya untuk kemudian dicubitnya pelan.
"Kamu makin gemesin kalau lagi merona kayak gini."
"Jangan gombal!"
"Itu kenyataan bukan gombalan."
![](https://img.wattpad.com/cover/89532700-288-k919858.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Genius Secret Admirer
Teen Fiction[C O M P L E T E D] [TERBIT;INDIE] Aluna tidak pernah berharap bahwa dirinya akan memiliki seorang penggemar rahasia. Kedatangannya yang tidak terduga ternyata mampu menarik perhatian Aluna untuk mencari wujud si pelaku, memicu debaran jantung yang...