[8] Step By Step

20.8K 1.7K 183
                                    

ALUNA tampak terburu-buru menuruni tangga, menuju ruang makan dan langsung duduk di salah satu kursi, mengundang perhatian kedua orangtuanya yang keheranan melihat tingkahnya.

"Buru-buru banget, Sayang?" sambut Mama Anna di sela-sela mengolesi selai stroberi ke dua tangkup roti tawar, meletakkannya di hadapan Aluna.

"Hari Sabtu begini kamu udah rapi aja. Mau ke mana?" ini dari Papa Farrell, sambil menyeruput secangkir tehnya, memandang hangat putri semata wayangnya yang kini melahap roti buatan sang mama. Selain itu, melihat penampilannya dengan balutan kemeja putih panjang berpadu rompi kotak-kotak berwarna biru muda menjuntai hingga pahanya yang dibalut legging biru tua, putrinya tampak cantik sekali dengan tatanan rambut panjangnya diikat satu.

"Di sekolah ada lomba. Luna udah janji sama temen-temen mau nonton." Aluna mengunyah sisa roti di mulutnya lalu menelannya, "Hari ini jatahnya semifinal Voli, Samuel bakal main," lanjutnya. Kedua orangtuanya memang sudah tahu benar teman-temannya.

"Berangkat sama siapa?"

"Biasa, sama Sarah, bareng Dilan juga. Nanti mereka jemput."

Belum lama percakapan ringan mereka berakhir, terdengar bunyi klakson dari luar. Buru-buru Aluna pamit pada kedua orangtuanya lalu melesat keluar, melihat sebuah mobil sedan hitam sudah menunggu di depan rumahnya.

Tapi Aluna harus mengernyit karena begitu membuka pintu penumpang, hanya terdapat satu sosok duduk di balik kemudi. "Sarah mana?"

Dilan hanya memberi isyarat agar Aluna pindah ke depan.

"Lagi ada urusan mendadak. Nanti kalo sempet gue jemput lagi ke rumah," jelas Dilan setelah melajukan mobilnya. Mengingat ini akhir pekan dan hari bebas ke sekolah, tidak masalah baginya untuk membawa kendaraan roda empat.

"Kok dia nggak ngabarin gue?" Aluna cemberut, memeriksa ponselnya yang memang sepi sejak tadi pagi.

"Gue juga baru tau pas sampe rumahnya. Dia baru bilang bakal nyusul entar." Dilan mengedikkan bahu.

Aluna hanya mengangguk meski mulai menerka-nerka. Mengingat Sarah sering ditinggal kedua orangtuanya untuk berbisnis keluar kota, sepertinya hari ini adalah kepulangan mereka di mana Sarah harus menjemputnya. Baru diingat juga kalau beberapa hari lalu Sarah curhat mengenai ditinggalnya ia sendiri lagi di rumah yang terlalu besar itu bersama Bi Eka, pembantunya.

Berbeda sekali dengannya, meski anak satu-satunya, masih ada sang mama menemani jika papanya tiba-tiba harus lembur di rumah sakit. Papanya memiliki profesi dokter spesialis di sebuah rumah sakit ternama.

"Yang besok jadi nonton, 'kan?"

Aluna menengok, baru disadarinya kalau Dilan tampak modis dengan jaket biru bertudung kotak-kotak hari ini, ditambah kacamata hitam tersemat di wajah tampannya. Aluna cukup mengakui bahwa dirinya beruntung bisa berteman dengan salah satu cowok keren di sekolahnya.

"Jadi, dong. Udah dukung Samuel, masa nggak dukung lo?"

"Tapi kayaknya besok nggak cuma gue doang, deh. 'Kan udah ada si—"

"Jangan mulai, deh!" serobot Aluna sewot, mengundang gelak tawa Dilan yang sungguh menyebalkan.

"Cuma mau ngingetin. Siapa tau lo lupa."

"Mana mungkin gue lupa?" kemudian Aluna merutuki mulutnya yang tanpa terkontrol mengucap demikian. Dilan semakin gencar menertawakannya.

"Wah, wah, nggak nyangka efek samping dari tuh cowok udah segede ini. Jangan-jangan tiap malem lo sampe susah tidur gara-gara dia?"

Aluna tidak tahan, meninju lengan kokoh lelaki itu sekuat tenaga yang sukses menimbulkan rintihan nyaring. Puas rasanya melihat seorang Dilan kini mengusap-usap hasil kerja tangannya di sana.

My Genius Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang