[23] Do The Challenge

12.4K 1.3K 201
                                    

HARI terasa bergulir cepat. Aluna sudah berdiri di depan rumah menyambut Sarah yang datang menjemput dengan mobil satu paket bersama supir pribadi. Pukul delapan, mereka berangkat menuju sekolah di mana lokasi pertandingan final antar sekolah akan dilaksanakan.

Jadwal pertandingan dipadatkan alias final basket dan voli dilaksanakan di hari ini juga. Itulah mengapa baik Dilan maupun Samuel sudah berada di sekolah lebih awal untuk evaluasi akhir sejak pagi. Untungnya, pertandingan diadakan secara bergantian di mana basket lebih dulu dimulai menyusul voli.

Suasana sekolah juga sudah ramai dan tribun lapangan nyaris penuh. Untungnya ada Samuel yang sudah melakukan booking lebih cepat untuk keduanya.

"Gue kira lo nggak ikut nonton karena evaluasi akhir," adalah yang Aluna ucapkan begitu berhasil bertemu dengan temannya tersebut.

"Udah selesai. Kakak pelatihnya juga nyuruh kita refreshing bentar sebelum tanding nanti." Samuel menepuk ruang bangku di sebelah kirinya. Cukup untuk kedua gadis itu. "Lagian gue nggak mungkin absen jadi supporter Dilan. Entar dia bales nggak mau support gue gimana?"

"Yakali si Dilan baperan," kelakar Sarah mendapat sambutan tawa keduanya.

Suasana lapangan mendadak ramai bertepatan dengan masuknya para pemain dari kedua tim. SMA Prima Charta akan berhadapan dengan SMA Depenta. Jumlah penonton kali ini terasa lebih banyak sampai-sampai bagian lantai atas sana tampak padat pemuda-pemudi yang begitu antusias dengan pertandingan kali ini.

Teriakan-teriakan khas menyebut nama-nama pemain menuntun Aluna untuk melihat banyaknya anggota tim sekolahnya. Dilan sudah berdiri di dekat bangku pemain melakukan pemanasan kecil bersama beberapa lainnya. Tapi bukan wujud lelaki itu yang menjadi incarannya.

"Ken ke mana? Kok nggak keliatan?"

"Telat dateng kali? Atau jangan-jangan absen?"

"Yah, masa absen sih? Ini 'kan final. Gue dateng buat nontonin Ken padahal."

Aluna menggigit pipi bagian dalam. Matanya menelisik memastikan bahwa sosok yang menjadi bahan pembicaraan gadis-gadis di depannya, memang tidak terlihat.

"Si Ken ke mana? Nggak keliatan dia," kini giliran Samuel yang bertanya.

"Biasa. Panggilan darurat dari bokapnya tadi. Palingan dateng telat entar," jawab Sarah malas seraya bertopang dagu. "Bokapnya tuh nggak pengertian banget apa, ya? Udah tau anaknya mau turnamen terakhir bukannya dikasih semangat malah dihalang-halangin. Si Ken sendiri juga nurut aja lagi."

"Emang kenapa?" Aluna tidak mampu menahan rasa ingin tahunya. Beruntung respon Sarah tidak membuatnya gentar. "Bokapnya galak gitu?"

"Dibilang galak juga enggak sih. Tapi ya gitu, diem-diem bikin kicep. Gue aja kalo ketemu bokapnya berasa mau kabur aja sekalipun disuguhin senyum. Ya pantes aja hidup anaknya kurang asupan lawak kayak sekarang, ternyata titisan dari bapaknya," jelas Samuel disusul kekehan hambar milik Sarah.

"Herannya si Ken nggak pernah ngeluh apalagi ngebantah. Mungkin selama otak jeniusnya itu belum ngebul dia bakalan terus nurut sama bokapnya sekalipun disuruh mengasingkan diri ke pelosok sekarang juga."

Sejenak Sarah mendengus prihatin di sela-sela ceritanya.

"Dia tuh bisa dibilang beruntung. Dengan latar bokap juga kapasitas otaknya, sekolah nggak pernah nuntut dia yang sering bolos cuma buat menuhin urusan bokapnya. Makanya sekolah tetep tutup mulut dan nggak ada yang tau nasib Ken selama ini."

"Kecuali kita sama Kinan," sambung Samuel sambil mengangguk-angguk.

Gadis berambut ponytail itu kini beralih menatap Aluna. "Makanya, Na, kalo lagi sama dia elonya jangan galak-galak. Entar kalo tiba-tiba dia kena mental breakdown 'kan berabe."

My Genius Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang