"Sebuah perjuangan itu bukan untuk dinilai."
Happy Reading😊
----------
"Dek, lo dari mana aja? Lo gak kenapa-napa kan? Itu mata lo kenapa bengkak? Siapa yang bikin lo nangis lagi?! Kenapa bar—itu kenapa kacamata lo?"
Reflek Hana menyembunyikan kacamata yang sedang ia genggam ke belakang punggungnya.
"Dek?" tanya ulang Gilang kala pertanyaannya tak mendapat respon dari Hana.
Hana terlihat gelagapan, setelah sekian detiknya berlalu, ia masih saja diam tak berkutik sama sekali.
"Hmm gak kenapa-napa."
Kreeet ...
"Ada apa?"
Hana tersentak kaget, kala mengetahui siapa yang kini baru saja memasuki rumahnya.
Hana semakin gugup kala Gibran mendekat ke arahnya dan seketika tangan yang sedang menggenggam kacamata terbuka begitu saja, membuat kacamata tersebut terlepas dari genggamannya.
"Ini kenapa?"
Hana mengerjapkan matanya berulang kali. Merasa jika saat ini adalah sebuah mimpi.
"Ka Gibran ngomong sama aku?" batin Hana.
Gibran sedari tadi masih diam menunggu jawaban Hana. Menatap Hana dalam kesunyian yang pekat.
"I-tu ta-tadi ja-jat-tuh," jawab Hana pelan sembari menundukkan kepalanya.
Tak ada jawaban, hanya keheningan yang kini menyelimuti ruang tamu tersebut.
Seketika Hana mendongak kala melihat tangannya melayang di udara.
"Kenapa bisa luka?" tanya Gibran sembari menatap luka goresan pada tangan Hana.
Kedua bola matanya sukses membola, menatap tak percaya pada perlakuan Gibran sore ini.
Tak lama kemudian, Hana merasakan bahwa tangannya sudah ditarik pelan menuju sofa ruang tamunya.
"Duduk," ujar Gibran, "Lang, tolong ambilin kotak obat."
Dan Gilang dengan cepat mengambil kotak obat tersebut dan menyerahkannya pada Gibran.
"A-awh..." rintih Hana ketika luka di tangannya ditetesi obat betadine tersebut.
Gibran berhenti, seketika pandangannya melembut menatap kedua bola mata itu, ya... kedua bola mata yang indah dan cantik.
Terdiam sejenak, lantas ia kembali dengan aktivitasnya yang tertunda, yaitu meniup betadine yang telah sempurna menutupi luka cakar tersebut.
Untuk sekarang, jika ada orang yang baru saja melihat perlakuan Gibran akan mengira jika Gibran sedang akan mencium tangan Hana.
Begitu dekat sampai hembusan napas Gibran pun terasa di kulit Hana.
Sedangkan kini Hana sudah ketar-ketir dibuatnya.
"Dek? Kenapa melamun?"
Hana kembali tersadar dan dengan segera menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.
Lagi-lagi pertanyaan bermunculan kembali di pikirannya, mendesak dirinya sendiri agar mampu menjawab pertanyaan tersebut.
Mulai dari Gibran yang tumbennya mau berbicara dengannya di kelas dengan alasan membalikan bukunya yang tertinggal.
Sampai saat ini yang untuk pertama kalinya Gibran memanggilnya dengan sebutan.
Adik?
"Jangan kena air dulu, tunggu beberapa menit biar lukanya cepat kering."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Heart Speaks
Teen Fiction"Mungkin aku salah satu dari ribuan orang di bumi ini yang hanya bisa menikmati senyumannya tanpa harus tahu siapa gerangan yang membuatnya tersenyum, sangat mengenalnya tanpa harus dikenal olehnya, dan mencintainya tanpa harus mengharapkan sebuah b...