Love? -33

431 22 4
                                    

"Hana?"

"Ah, i-iya?"

Farhan menghela napas. "Ada apa? Gimana?"

Hana menatap bingung Farhan, "gimana apanya?"

"Itu..."

Farhan mendadak canggung, sedangkan Hana terdiam menunggu Farhan yang terlihat akan mengatakan sesuatu padanya.

"Itu kepala lo masih sakit gak? Terus... itu, lo-lo ta-tadi kenapa?" tanya Farhan hati-hati.

Hana tersenyum sendu, "udah gak papa."

"Beneran? Lo lagi sakit ya?"

Lagi, Farhan menghela napas panjang, ia tahu, Hana tak memberinya keluasan untuk mengetahui lebih banyak sesuatu yang baru saja terjadi padanya.

Setelah insiden sakit kepala tadi, Farhan langsung membawa Hana ke mobilnya dan mengantarkannya pulang.

Namun selama di perjalanan, hanya keheningan yang meraja.

Tak ada seucap kata apapun dari Hana maupun Farhan.

Hanya dentingan beberapa lagu barat yang menghiasi pendengaran mereka dengan suara yang amat pelan.

Bisu.

Hana sedari tadi mencoba agar tangisannya tak kembali pecah.

Sedangkan Farhan sedari tadi mencoba mencairkan suasana dengan beberapa kali berdeham keras, namun nihil hasilnya.

Farhan paham, Hana tak ingin diganggu dengan apapun.

"Makasih ya udah nganterin."

Farhan terkesima sejenak, melihat luka di pandangan itu, Hana masih bisa tersenyum ramah padanya.

Hana menutupi semuanya dengan senyuman, mengatakan semuanya baik-baik saja, namun nyatanya Farhan paham, luka tetaplah luka. Sebesar apapun keadaannya, ia akan tersadar di dalam pandangan yang kokoh itu, namun terasa sakit jika dirasa.

"Hati-hati ya?"

Hana lagi-lagi tersenyum. "Harusnya aku yang ngomong gitu ke kamu."

Senyuman itu membuat Farhan kembali tersadar, hatinya sekuat baja.

Wanita memang mudah tersentuh hatinya, dan menangis bukanlah menunjukkan kelemahan diri.

Mereka mengatakan lewat air mata, betapa kuatnya wanita tak perlu diungkapkan melalui kata.

Tak semua bisa melantun sempurna dengan bibir, namun bisa dirasa dengan sempurna melalui hati, lebih tepatnya perasaan.

"Sifatnya mirip Navilla," batin Farhan lirih.

Farhan tersenyum menatap hangat Hana yang kini mulai bersiap-siap turun. "Jangan terlalu dipikirin. Lo hanya butuh sedikit berjuang untuk memecahkan masalah ini, tak perlu bersusah payah, sisanya lo tinggal nunggu sebentar, biarkan waktu yang menjawabnya. Itulah fungsi waktu."

Hana menganggukkan kepalanya, merasa senang disaat rasanya Farhan menyemangatinya secara tersirat. "Oke, aku duluan ya? Mau mampir dulu?"

"Ah gak perlu, udah mau maghrib, takut nyokap nyariin."

"Oke."

"Hana..."

"Ya?"

Ada jeda sesaat sebelum akhirnya Farhan kembali menyahut. "Jangan sakit lagi. Lo harus baik-baik aja. Oke?"

Tatapan mata Hana terpaku. Tak lama ia menganggukkan kepalanya.

Senyuman di bibir Farhan terbit. "Gue pulang dulu."

My Heart SpeaksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang