Hana membasuh wajahnya dengan air dingin dari wastafel.
Menyegarkan pikiran juga wajah merahnya yang mulai memadam.
Sesekali, ia kembali mengusap matanya yang mulai membengkak.
Hana menghela napas panjang.
Dilihatnya ia dalam pantulan cermin yang tepat berada di hadapannya.
Banyak sekali kejadian rumit yang terjadi hari ini.
Semuanya seakan datang bersamaan untuk memberi tahu dirinya : bahwa ada sesuatu yang perlu ia terima.
"Laki-laki itu, siapanya Amel?"
Pertanyaan itu kembali sukses membuatnya berpikir keras.
Kejadian demi kejadian seolah berputar cepat dalam memori ingatannya. Membuka celah sedikit demi sedikit dan membentuk kesimpulan asal yang tak mungkin ia pahami dengan mudahnya.
"Apa mereka sepasang kekasih?"
Flashback On
"Amel?"
Si empu pemilik nama menatap Hana shock, tapi dengan cepat ia mengalihkan wajahnya.
Hana buru-buru bangkit, mencoba menahan tumpuan tubuhnya yang sakit meradang dan menjalar pada semua titik.
Laki-laki itu sama terkejutnya.
"Amel?" panggil Hana sekali lagi.
Amel menoleh, menatap Hana penuh kebencian dan kemarahan.
Hana masih menguasai dirinya untuk tidak kembali menangis disaat itu juga. Kaget dan terkejut dengan semua kejadian yang baru saja berlalu bersama detikan waktu.
Hana menoleh, kembali menatap laki-laki itu dengan nanar. Laki-laki yang sudah membuatnya berpikir keras beberapa hari belakangan ini.
"Siapa kamu?" lirih Hana.
Ekspresi terkejutnya tergantikan kebencian, dengan cepat laki-laki tersebut memasuki mobilnya, "masuk Mel!" teriaknya.
Amel buru-buru mengikuti, meninggalkan Hana yang menatap bingung keduanya. Ia kembali melangkah pelan untuk mendekati kaca mobil pengemudi. Ia tak bisa tinggal diam. Mencoba menyusul keduanya yang kini sudah memasuki mobil.
Deruan mesin mobil menyala mulai terdengar, Hana dengan cepat mengetuk kaca mobil tersebut dengan sekuat tenaganya.
"Ke luar! Ke luar!" teriaknya.
Namun laki-laki itu menatap kosong jalan di hadapannya. Tak perduli dengan klakson mobil di belakang yang mulai memekikkan telinganya.
"Amel! Ke luar!" Hana mulai sesenggukan.
Hana melihat laki-laki tersebut memejamkan matanya, seperti menahan emosi, bersamaan dengan tergenggamnya kuat pada stir mobilnya.
Hana masih terus mengetuk keras kaca mobil tersebut. Tak memperdulikan rasa sakit yang kini mulai memerih pada tangannya yang terluka.
Namun sesaat dirinya tersentak, kala mobil itu melesat dari hadapannya.
Hana mencoba mengejarnya, namun ia tak punya banyak energi, ia kembali menangis menatap kepergian mobil tersebut.
Flashback Off
Hana kembali menggeleng. Sesaat ia merintih kala tangannya yang terluka tadi mengenai tembok akibat pergerakan tubuhnya.
Ia buru-buru membasuhnya dengan perlahan, mencoba untuk menahan perih yang semakin menjadi-jadi.
Seakan teralihkan dari topik utama, kini Hana hanya berpikir bagaimana caranya ia menutupi luka di tangannya tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Heart Speaks
Fiksi Remaja"Mungkin aku salah satu dari ribuan orang di bumi ini yang hanya bisa menikmati senyumannya tanpa harus tahu siapa gerangan yang membuatnya tersenyum, sangat mengenalnya tanpa harus dikenal olehnya, dan mencintainya tanpa harus mengharapkan sebuah b...