Coba disetel ya soundtrack lagunya.
Biar dapet banget feelnya untuk chapter ini, hehehe:')))---------
"Hana?"
Kedua bola mata itu mengerjap pelan, membuat penyinaran dalam ruangan itu mulai menyeruak masuk ke dalam retinanya. Sesekali ia mengerjap, untuk menyesuaikan diri.
Hana mendesah pelan, seketika tubuhnya terasa remuk.
"Hana?"
Hana menoleh, lantas yang ditatap kini tersenyum. Membuat ia ikut tersenyum lemah, "Ka Gibran?"
Si empu pemilik nama tersebut mendekat, berjalan lambat kemudian mengamit jari-jari Hana yang dingin, "hai Hana."
Hana kembali tersenyum, seketika ingatannya kembali ditarik mundur, "Kakak udah sembuh ya?" tanyanya ketika ia mengingat kejadian tempo lalu.
Senyum di bibir Gibran sempat luntur, namun tak lama kemudian ia terkekeh pelan, "kapan aku sakit?"
Hana tak mengerti, mengapa kakaknya tersebut kini memakai kata 'aku' dalam kalimatnya, dan ia juga tak mengerti dengan jawaban kakaknya. Namun ia tak mempedulikannya. Kini ia senang, seseorang yang dinantikannya untuk salam perjumpaan sudah ia lihat sendiri saat ini. Ada rasa kelegaan dalam dadanya.
"Syukurlah Ka, sekarang Kakak udah sembuh! Aku ikut senang! Sangat senang malah!" ujar Hana penuh semangat.
Genggaman mereka terus bertaut, semakin kencang saat Gibran meremasnya lembut, mencoba memberi kehangatan untuk Hana, "sekarang, giliran Hana yang lekas sembuh."
Hana mengangguk lemah, "iya."
Kontak mata di antara mereka tak meredup, Hana yang dengan perasaan senangnya, begitupula dengan Gibran.
Namun tak lama kemudian, Hana tersadar jika genggaman tangan kakaknya itu semakin merenggang, dan setelah itu mulai melepas.
Hana menatap tangan tersebut, seketika ia merasa kehilangan, "kenapa dilepas?" tanya Hana sendu.
Gibran menggeleng, "akupun tidak akan pernah mau melepasnya."
"Maksudnya?"
"Aku mau selalu menggenggam tanganmu."
"Aku juga. Ayo, berpegangan lagi."
Gibran lagi-lagi menggeleng, "aku tidak bisa."
"Kenapa?"
Seketika mimik wajah Gibran berubah, jemarinya kini mulai menjelajahi rambut Hana dan mengusap pelan di sana.
"Ka?"
"Aku mencintaimu."
Deg!!!
"Ma-maksud Kakak?"
Gibran terus menelusuri wajah Hana. Ada air mata dalam kantungnya.
"Kakak?"
"Aku mencintaimu, Hana. Sangat."
Hana bingung, "a-aku juga sayang kakak. Tap-tapi apa maksud kakak? Aku gak nger-"
"Maafin aku Hana. Maafin aku yang telah menyukaimu selama ini. Sikapku yang acuh padamu, mungkin sangat melukai hatimu. Tapi kamu perlu tahu, akupun terluka melakukan itu padamu."
Hana terdiam, seketika matanya memanas.
"Aku begitu mencintaimu, sampai akhirnya aku membenci kenyataan, dan juga dirimu."
Hana tak kuasa, air matanya kini merebak ke luar dari persembunyiannya.
"Aku benci kenyataan bahwa aku mencintai kamu, adikku."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Heart Speaks
Dla nastolatków"Mungkin aku salah satu dari ribuan orang di bumi ini yang hanya bisa menikmati senyumannya tanpa harus tahu siapa gerangan yang membuatnya tersenyum, sangat mengenalnya tanpa harus dikenal olehnya, dan mencintainya tanpa harus mengharapkan sebuah b...