Seketika Hana merasakan bahwa pikirannya ditarik paksa mundur oleh waktu, memperlihatkan satu titik penuh berwarna buram, membuat Hana reflek memegang kepalanya yang kini terasa menyakitkan layaknya terbentur.
Farhan seketika panik, "Hana lo kenapa?"
Hana menggeleng, sekejap ia membuka matanya dan menghela napas panjang.
Farhan reflek memegang kedua tangan Hana dan menggenggamnya, "Hana, tatap gue."
Hana yang masih sedikit syok, perlahan mengalihkan pandangannya untuk menatap sepasang mata hitam legam milik Farhan.
"Ada apa?" tanya Farhan pelan.
Hana lagi-lagi menggeleng, membuat Farhan sedikit kecewa dengan Hana.
Sedangkan Bagas yang melihatnya hanya terdiam, seketika tubuhnya tak mampu berkutik, melihat perlakuan Farhan membuatnya mati kutu.
Kesal, sedih, bahkan ia merasa sudut hati terkecilnya merasa perih.
Bagas reflek menggelengkan kepalanya, mencoba mengenyahkan pikiran yang sedari tadi membebani hatinya.
"Hana ada apa? Lo sakit?" tanya Bagas seraya menghampiri Hana.
"Enggak. Aku gak kenapa-napa."
Farhan masih saja menggenggam tangan Hana, mencoba memberi kehangatan pada tangan yang mendadak terasa sangat dingin dan berkeringat.
Farhan yakin, kini Hana sedang tidak berada dalam posisi baik-baik saja.
Al masih terus mendorong kursi roda itu dengan hati-hati.
"Hai Hana!" sapanya.
Hana tersenyum simpul sembari melambaikan tangannya pelan.
"Wah! Tumben rame! Eh, btw lo temen Bagas yang waktu di UKS itu kan?" tanya Al pada Farhan.
Farhan mengangguk, "iya."
Bagas mendadak kembali terdiam murung seraya mencuri lirikan pada Hana, membuat Al yang melihatnya menaruh curiga pada sepupunya tersebut.
Dan pandangannya mendadak berhenti pada genggaman tangan yang saling bertautan.
Sontak ia melirik ke arah Farhan yang kini juga sesekali mencuri pandangannya pada Hana yang terdiam membisu.
Bibirnya mendadak berkedut, dan dengan segera membentuk cekungan kurva ke atas.
Cekungan kurva yang sempurna.
"Kenalin nih, ini mamah gue. Mah, ini temen-temen Al."
Sindy tersenyum, membuat Hana dan Farhan yang melihatnya ikut tersenyum.
Seketika itu pula mata Hana memanas, membuat matanya reflek menitikkan air mata.
Tersadar, Farhan mengeratkan genggamannya, membuat Hana sontak melihat ke arahnya.
"Ada apa?"
"Ah! Aku kelilipan," ujarnya sembari menghapus dengan punggung tangan lainnya yang tidak bertautan dengan telapak tangan Farhan.
Entah mengapa kali ini rasanya ia tak mau menarik tangannya lebih cepat dari genggaman tersebut. Rasanya terlalu hangat dan nyaman yang seketika dapat mengubah suasana hatinya yang tadi gundah menjadi lebih tenang.
Di lain sisi, Al tersenyum. Apakah Farhan juga sudah menyukai Hana? pikirnya.
"Bolehkah aku berkenalan satu-persatu dengan temanmu?"
Al tersenyum, "tentu Mah."
Hana dan Farhan mulai berjalan mendekat, dan bersimpuh di depan Sindy, mamah Al.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Heart Speaks
Teen Fiction"Mungkin aku salah satu dari ribuan orang di bumi ini yang hanya bisa menikmati senyumannya tanpa harus tahu siapa gerangan yang membuatnya tersenyum, sangat mengenalnya tanpa harus dikenal olehnya, dan mencintainya tanpa harus mengharapkan sebuah b...