"Farhan! Lo kenapa bengong aja sih?" tanya Vano.
Farhan tersentak, "apa?"
"Tuh kan congek."
"Farhan! Han! Lo mau ke mana?"
Farhan tetap melangkahkan kakinya sedikit lebih cepat dari biasanya, mengabaikan sahutan demi sahutan yang dilontarkan sahabat-sahabatnya. Ia menggenggam lebih erat barang yang kini dengan sempurna bertengger di telapak tangannya.
Keputusannya sudah bulat.
"Ghina?"
Si empu pemilik nama menoleh, dan betapa terkejutnya ia sekarang.
Farhan menggaruk tengguknya pelan, seketika rasa gugup menjalari tubuhnya.
"Ya?" jawab Ghina pelan.
"Hmm... temen lo mana? Udah sepuluh hari ini gak kelihatan?" tanya Farhan ragu.
"Hana?"
Farhan menganggukkan kepalanya.
"Aku juga kurang tahu, dia gak ngasih kabar apa-apa sama aku. Bahkan nomor handphonenya gak aktif," jawabnya lirih.
"Ada apa? Kenapa bisa?"
"Setahu aku, kakaknya-maksudku Gibran sedang dirawat, tapi dari kami anak sekelasnya pun tak dapat kabar di mana dia dirawat."
"Gibran? Dia sakit apa?"
Ghina menggeleng pelan, tatapannya terlihat sangat sedih. Membuat Farhan gelisah dan gusar.
"Wali kelas lo gak tahu?" desaknya.
"Enggak, beliau juga bingung, surat izinnya gak pernah kami terima di kelas, tapi hanya dengan chat dari kedua orang tuanya, tapi saat beliau kembali menanyakan keadaannya dan di mana Gibran dirawat, nomor orang tuanya udah gak aktif."
Farhan menghela napas lelah, "lo udah coba datang ke rumahnya?"
"Udah, dan sepi," jawabnya lirih, "aku cuma takut, takut dia sedang tidak baik-baik saja sekarang."
Farhan menatap sedih Ghina yang kini menundukkan kepalanya, reflek ia menepuk pelan bahunya, mencoba memberi semangat, "gue yakin, dia akan baik-baik aja."
Ghina mengangguk pelan.
"Oke, gue balik ke kelas dulu ya Ghin, makasih buat informasinya."
"Iya."
"Dan," Farhan terdiam sejenak, "kalau lo udah dapat kabar tentang Hana, kasih tahu gue ya?"
Ghina sedikit tersentak dengan pernyataan Farhan, dengan cepat ia menganggukkan kepalanya.
Farhan mulai melangkah, namun tak lama dia kembali berbalik.
"Gu-gue... boleh minta nomor handphone Hana yang baru?"
Ghina lagi-lagi menatap tam percaya pada Farhan. Ada nada lain dari cara bicaranya mengenai Hana.
Gugup kah?
"A-ah i-iya gue tahu waktu itu handphonenya... kejambretan, dan pasti dia udah ganti nomor kan?"
Ghina mengangguk, dan dengan segera memberikannya pada Farhan.
Farhan menganggukkan kepalanya sekilas, "makasih," dan kembali berjalan pelan menuju kelasnya.
"Hana, kamu di mana?" lirih Ghina menatap kosong bangkunya yang tak terjamah pemiliknya.
"Kamu pasti bakalan senang banget dengarnya," lanjutnya sembari tersenyum sendu, "ada yang rindu kamu di sini."
Ghina menghela napas lelah, dihapusnya pelan pipinya yang sudah basah, "seseorang yang masih menjadi yang terspesial di hidup kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Heart Speaks
Teen Fiction"Mungkin aku salah satu dari ribuan orang di bumi ini yang hanya bisa menikmati senyumannya tanpa harus tahu siapa gerangan yang membuatnya tersenyum, sangat mengenalnya tanpa harus dikenal olehnya, dan mencintainya tanpa harus mengharapkan sebuah b...