Sesampainya di apartemen Ve, mereka melihat Shania sedang menonton TV sambil memakan es krim Ve yang berada di dalam kulkas.
"Udah lama, Shan?" tanya Ve duduk di samping Shania dan menaruh tasnya di atas meja.
"Saat lo punya acara" jawab Shania masih fokus pada filmnya.
"Lo selalu jutek sama gw. Kenapa?" tanya Ve sendu menatap Shania.
"Lo yang kenapa, Ve? Harus cara inikah?" ucap Shania dengan nada sedikit meninggi.
"Gw melakukan itu juga mikirnya Naomi, Shan. Kalian kan tau itu. Mereka pelampiasan gw. Gw ga bisa ngelakuin itu ke kalian, gw merasa ngekhianatain dia. Gw gatau, Shan. Gw gatau. Gw rapuh tanpa dia" ucap Ve menutup wajahnya dengan kedua tangannya, dimana sikunya bertumpu pada pahanya.
"Maaf, Ve. Gw cuma ga rela lo ngerusak masa depan lo dengan profesi itu" ucap Shania menarik Ve ke dalam pelukannya.
"Ga, Shan. Masa depan gw masih terjaga dan itu hanya untuk dia, Shan. Untuk Naomi" ucap Ve menangis dalam pelukan Shania.
"Iya, Ve. Maksud gw, dengan kejeniusan lo, lo bisa dapet yang lo mau tanpa harus melakukan profesi lo sekarang" Shania ikut menitikkan air mata saat mengelus punggung Ve.
"Lo ga berniat kuliah, Ve?" Tanya Jeje yang daritadi hanya melihat kedua sahabatnya. Ve melepas pelukannya dengan Shania secara perlahan.
"Dengan kuliah, pengetahuan gw akan terbatas sama ilmu yg akan gw gali di jurusan itu. Selain itu, waktu gw untuk nyari dia akan berkurang. Gw ga kuliah aja belum nemu. Gimana gw kuliah. Toh dua pekerjaan gw yang lainnya juga halal, menghasilkan uang banyak dan gak perlu ijazah kan?" Tanya Ve dan mendapat helaan napas dari kedua sahabatnya.
"Gw akan kuliah kalau dia yang meminta. Bahkan gw akan melakukan apapun. Kalau dia yang meminta. Apapun, kecuali melepasnya" ucap Ve kembali sendu.
Lagi.. Jeje dan Shania hanya bisa diam.
"Gw mandi dulu. Badan lengket semua. Tunggu ya. Pesen pizza aja, Je" ucap Ve menghapus air matanya dan beranjak ke kamarnya.
Di dalam kamar, ia membuka seluruh pakaiannya dan memakai baju mandi sebelum ia berendam di bath up kesayangannya.
Bath up, tempat dia mencurahkan semua air mata selain shower dan kasurnya.
"Naomi.. Kamu di mana, sayang? Aku merindukanmu. Mengapa kamu memberikan perpisahan yang sangat manis itu jika selanjutnya yang terkuak hanya perih? Mengapa, sayang?" Ucap Ve kembali menangis.
"Sayang.. Kembalilah. Sungguh aku menginginkanmu lebih besar daripada aku menginginkan hidup" tangis Ve semakin pecah kala ia sangat merindukan pujaan hatinya.
"Naomiku sayang.. Tujuku hanya kamu. Aku tidak peduli lagi yang lainnya. Kamu dimana, sayang? Akan aku lakukan apapun maumu, sayang, kecuali melepasmu" Ve mulai menggigit bibir bawahnya.
"Jangan lepas aku, sayang. Aku lebih baik tiada daripada harus tanpamu setelah menemukanmu. Kumohon, sayang. Kembalilah. Aku mencintaimu" ucap Ve yang kali ini merasakan asin dari bibirnya yang sudah berbau anyir.
Ya, Ve menggigit bibir bawahnya hingga berdarah. Sakit yang ia rasa di hati menutupi sakit berdarah di bibirnya.
Setelah puas berendam, ia membasuh tubuhnya di shower. Hatinya menjerit, tangisnya membanjiri pipi.
Lalu ia kembali mengenakan pakaian mandinya dan memakai piyama tidurnya. Ia duduk di tepian ranjang dan mengamati wallpaper hpnya yang terdapat potonya bersama Naomi dikala mereka SMA.
Ia tersenyum miris memandangi senyum sang pemilik hati. Kemudian ia keluar dari kamar dengan membawa hp nya.
"Lama banget, Ve. Pizza aja sampe udah dateng" ucap Jeje begitu mendengar pintu kamar Ve terbuka.
Saat Ve mendekat, Jeje dan Shania segera berdiri dan menatap wajah Ve.
"Jangan menyiksa dirimu, Ve" ucap Shania memegang dagu Ve. "Kenapa?" Tanya Ve menatap Jeje Shania bergantian.
"Kamu menggigit bibir bawahmu lagi. Kali ini luka lagi, Ve. Aku yakin kamu terlalu kuat menggigitnya" ucap Jeje dengan mata berkaca.
"Benarkah?" Ucap Ve berjalan mendekati kaca di ruang tengahnya.
"Wah.. Iya.. Ga kerasa loh" ucap Ve santai dan tersenyum ke arah kedua sahabatnya.
"Jangan siksa diri, Ve" ucap Jeje memperingati. Ve tersenyum dan mengangguk.
"Yuk makan" ucap Ve dan dijawab anggukan oleh keduanya.
Tidak lama kemudian, hp Shania memberikan satu notif.
Poto.
Shania terkejut melihat poto yang dikirim oleh salah satu anak buah Papahnya. Papah Shania merupakan aparat penegak hukum.
"Ve.." Ucap Shania menatap Ve bingung. "Kenapa, Shan?" Tanya Ve ikut bingung melihat ekspresi Shania.
Shania menunjukkan hpnya yang sontak saja membuat Jeje maupun Ve yang melihatnya ikut terkejut.
"Sinka.." Ucap Jeje yang dijawab anggukan oleh Shania.
Sedangkan Ve sedang mengatur degupan jantungnya yang semakin cepat. Ia tidak mampu berkomentar apapun. Semuanya terlalu membahagiakan bagi Ve.
Meski saat ini masih teramat sangat samar. Tapi yang ia tahu, ada setitik cahaya di dalam kegelapan hidupnya selama ini. Dan ia harus optimis dengan titik itu.
"Ve!" Teriak Jeje karena daritadi mereka memanggilnya, Ve tidak bergeming sedikitpun.
Ve sangat sibuk dengan kembang api yang ada pada dirinya. Ve terlalu fokus akan titik cahayanya.
"Eh iya, Je" ucap Ve kembali ke alam sadarnya. "Ini di Bali, Ve. Tapi mereka langsung kehilangan jejak" ucap Shania memberikan penjelasan.
"Pesan tiga tiket untuk ke Bali besok, Je. Kita harus mencarinya" ucap Ve antusias.
"Kamu yakin, Ve?" Tanya Shania menatap wajah Ve yang sangat ceria.
"Kenapa, Shan?" Tanya Ve menatap heran ke arah Shania.
"Anak buah Papah aja belum nemuin, kamu yakin kita bermodal nekat?" Tanya Shania sedikit ragu.
"Cinta tahu ke mana tempatnya kembali, Shan. Dan gw yakin itu" ucap Ve mantap.
"Kerjamu? Acaramu?" Tanya Jeje menatap Ve.
"Cancel semua. Aku harus mencari dan menemukan hidupku. Kalau kalian terserah. Aku akan tetap mencarinya meski harus sendiri" ucap Ve yakin.
Jeje menatap Shania dan Shania mengangguk.
"Oke. Kita berangkat besok" ucap Jeje mulai membeli tiket pesawatnya.
"Aku akan menemukanmu, sayang. Tunggu aku" ucap Ve tersenyum.
Jeje dan Shania tersenyum melihat wajah Ve kembali berseri dengan hanya melihat setitik cahaya tersebut. Dan mereka berjanji akan ikut menghantarkan kebahagiaan Ve semampu mereka.