Di lain tempat, terdapat dua orang gadis di dalam mobil yang sedang melihat ke arah yang sama.
"Ci.. Kalo emang nyakitin, kenapa harus dilakuin?" tanya Sinka menatap wajah samping Naomi yang telah banjir airmata.
"Dilakuin atau ga dilakuin, semuanya menyakitkan, dut" jawab Naomi berusaha menghapus air matanya yang tak kunjung reda.
"Terus sekarang gimana?" tanya Sinka yang kini melihat seseorang di kejauhan sana sedang bersimpuh dalam sesak tangisnya.
"Tunggu dia pergi" ucap Naomi setengah terbata menatap nanar mantan kekasihnya.
Sinka menghela napasnya kasar dan menyandarkan kepalanya di pintu mobil sembari menatap Naomi yang tak kunjung berhenti menangis.
Hampir setengah jam kemudian, wanita yang mereka tatap sedari tadi akhirnya bangun dari simpuhannya. Setelah daritadi seorang lelaki berusaha membujuknya untuk berdiri dan berjalan.
Sinka dan Naomi terus memperhatikan hingga wanita tersebut masuk mobil dan mobil mereka melaju meninggalkan gedung resto.
Naomi menghela napasnya berat "pulang, dut" ucap Naomi yang dijawab anggukan kepala oleh Sinka.
Sesampainya di rumah, Naomi segera memasuki kamarnya sementara Sinka menuju dapur karena mencium wewangian darisana.
"Bangkel! Masak apa?" tanya Sinka yang langsung berdiri di samping Kell dan mengenduskan hidungnya ke arah masakan Kell yang belum matang.
"Pasta aja. Mau? Aku udah masakin juga buat km sm Naomi" ucap Kell yang langsung dijawab anggukan cepat oleh Sinka.
"Gimana?" tanya Kell tanpa menatap Sinka karena ia sedang sibuk dengan saus buatannya. "Nangislah jelas. Aku yang liatnya aja sakit, bang, gimana mereka yang rasain" ucap Sinka mengambil jus jeruk di dalam kulkas dan mulai meminumnya.
"Ceritain dong, dut" ucap Kell menatap wajah samping Sinka. Sinka menarik napas panjang lalu menghembuskannya lemah.
"Saat itu aku lagi asik maen komputer kaya biasa. Tiba-tiba ada notif dari nomor kak Ve. Aku buka. Isinya undangan makan malam dari nomor baru. Aku lacak nomornya, dari laki-laki bernama Deva. Aku cari infonya, Deva merupakan seorang CEO ternama yang sedang menjalin kerjasama dengan ayah kak Ve. Aku yang penasaran, terus mengikuti ada apa dengan kak Ve dan Deva. Hingga suatu hari, mereka makan malam bersama. Aku memang sudah tau dimana mereka akan makan malam, mulai melancarkan misi seperti biasa. Malam itu, gw ga bisa merhatiin secara langsung, jadi gw cuma ngerekam aja yang terjadi. Gw tinggal, bang" ucap Sinka menghela napas.
"Terus?" Tanya Kell penasaran. "Semua berawal dari rekaman itu" jawab Sinka lemah. Ia menutup wajahnya dan lagi, menghela napasnya kasar.
Kell merengkuh tubuh Sinka dalam pelukan, Sinka menangis sejadinya dalam pelukan Kell sementara Kell mengusap rambut serta punggung Sinka.
"Gw ngerasa bersalah, bang" ucap Sinka sesenggukan menangis di pelukan Kell. "Nangis dulu aja, dut, baru cerita" ucap Kell menenangkan Sinka.
Hampir selama dua puluh menit, Sinka menangis dalam pelukan Kell. Baju Kell sudah sangat basah dibuatnya. Namun satu yang Sinka tau, hatinya terasa sedikit lega. Air mata yang selama ini tertahan, dapat tumpah dalam pelukan sesosok Kell, kakak lelaki tanpa hubungan darah.
Setelah terasa tenang, Sinka melapas pelukan mereka. Ia menarik baju Kell dan membersihkan sisa air mata dan ingusnya.
"Astagaaa, dut. Jorok banget sih lo" ucap Kell kesal sementara Sinka hanya tertawa. Kell melepas bajunya dan menyisakan kaus putih dalaman yang melekat di badannya.
"Makasih ya, bang" ucap Sinka tulus. Kell mengangguk dan mengusap pucuk kepala Sinka penuh kasih layaknya seorang kakak kepada adik bungsunya.
"Jadi gimana?" Tanya Kell menatap Sinka meminta lanjutan ceritanya. "Bang.." Panggil Sinka. Kell menatap Sinka penuh tanda tanya.
"Laper" ucap Sinka memamerkan deretan gigi putihnya yang membuat Kell mendengus kesal. "Gw pikir apaan" Kell menatap Sinka malas.
"Ayolah, bang. Gw laper. Nanti gw lanjutin ceritanya. Gw butuh energi ekstra buat cerita ini. Ya bang ya" rajuk Sinka menarik-narik baju Kell.
Kell menghela napasnya pasrah. "Yayaya.. Mau makan apa?" Tanyanya. "Nasi goreng udang aja, bang" ucap Sinka yang dijawab anggukan kepala oleh Kell.
Kell berdiri dan berjalan ke arah dapur. Ia mulai meracik bumbu nasi goreng. Sementara Sinka duduk tenang memainkan hp nya di kursi depan pantry.
Cukup lima belas menit, nasi goreng udang spesial buatan Kell sudah jadi yang membuat Sinka merasa senang bukan kepalang.
Kell tersenyum melihat antusias Sinka. Ia segera duduk di samping Sinka yang sudah mulai memakan masakannya.
Tidak sampai lima menit, nasi goreng udang buatan Kell sudah bersih di piring makan Sinka. Sinka meneguk minumnya dan bersendawa "eeee.." Yang membuat keduanya tertawa.
Setelah mencuci peralatan makan dan masak, kini Kell dan Sinka kembali duduk di sofa. Mereka duduk berhadapan dengan Sinka yang sudah siap memulai ceritanya.
"Lanjut, bang?" Tanya Sinka yang dijawab anggukan dari Kell.
"Malam itu, gw lelah banget, gw cuma save tanpa gw liat. Gw tinggal tidur tanpa mikir apa yang terjadi. Besoknya, abis kerjaan gw kelar, gw buka hasil rekaman, gw dengerin dengan seksama dan perhatiin ekspresi mereka, sampe gw denger ucapan kak Ve bersedia. Gw belum paham apa maksudnya. Tapi gw penasaran. Pikiran gw udah banyak negatifnya. Dari saat itu, gw mulai ngikutin semua kegiatan kak Ve. Semua biasa aja sampe suatu malam di resto yang beda, kak Ve bilang 'iya. Gw juga mau nikah, punya anak, bahagia rasanya' gw yang denger itu langsung diem dan tanpa sadar, ci omi ada di belakang gw bang, dia ikut merhatiin dan denger. Gw tau ada dia pas dia bilang 'puter ulang, dut'. Gw langsung mati kutu, bang" ucap Sinka menghela napasnya.
Kell hanya diam, ia membiarkan Sinka mengeluarkan apa yang ia sembunyikan selama ini.
"Dengan ragu, gw puter ulang. Ci omi memperhatikan dengan seksama dan tersenyum sinis di akhirnya. Gw bingung saat itu. Tapi sedetik kemudian, dia geser kursi gw, dia otak-atik komputer gw dan dia berhasil dapet semua penyelidikan gw selama ini tentang kak Ve. Semuanya, bang. Se-mu-a" ucap Sinka menekan pada kata-katanya di akhir.
Kell menatap penasaran pada Sinka. Lagi, Sinka menghela napasnya berat.
"Kak Ve sering jalan bareng Deva. Ia terlihat bahagia. Meski ga sebahagia dengan Ci Omi, tapi ada rasa bahagia yang hampir serupa di wajahnya. Kak Ve juga melakukan kontak fisik seperti pegangan, rangkulan juga sandar pundak. Mereka sering berbicara tentang pernikahan dan anak. Dan kak Ve sangat antusias kala membahas soal anak, bang" ucap Sinka menopang kepala dengan tangan kirinya pada kepala kursi.
"Bukan cuma sampai disitu. Ternyata Deva memang dijodohkan dengan ka Ve tapi belum ada jawaban dari ka Ve. Saat ka Ve berbicara serius tentang bahagianya menikah dan punya anak, Ci Omi liat. Terus dia lanjut nonton. Dan...
... Mereka ciuman...
... Kak Ve sama Deva...
... Kak Ve memang diem aja...
... Tapi kak Ve ga nolak" ucap Sinka memejamkan matanya merasakan sakit yang dialami Naomi.
Kell meremas wajahnya frustasi. Ia tahu sekali bagaimana sakitnya hati Naomi.
"Semenjak hari itu, Ci Omi terus memantau dalam diam. Ga ada kalimat terucap dari bibir juteknya. Ga ada sarkasme sebagai ciri khasnya. Ia seperti seonggok daging berjalan tanpa jiwa. Hampa. Hitam" ucap Sinka menggambarkan keadaan Naomi kala itu.
"Sampai tiba saat itu, kami membaca pesan kak Ve akan makan malam. Ci Omi yang sudah membulatkan tekad, mengambil keputusan untuk menyudahi semuanya. Dan ini yang terjadi sekarang" ucap Sinka menghela napasnya lega. Setidaknya bukan hanya ia yang mengetahui keadaan Naomi.
Kell ikut menghela napas lemas. Ia bingung. Satu-satunya cara yang bisa ia dan Sinka lakukan adalah, tetap berada di samping Naomi. Penjelasan Sinka membuat Kell memikirkan sesuatu, "adilkah ini?"