Itu Cinta

1.2K 134 50
                                    

Tidak lama setelah Ve menonton TV, seorang wanita keluar dari salah satu bilik kamar.

Ia sedikit memicing begitu melihat seseorang yang kini tengah duduk di sofa depan TV.

"Ve.." panggil wanita tersebut sembari berjalan menuju sofa yang sedang diduduki oleh Ve.

"Hai, Je.. Baru bangun?" Ve membalikkan setengah badannya guna melihat Jeje yang masih berada di belakangnya.

"Ga, Ve. Gw abis ikut orasi. Ya iyalah gw baru bangun. Menurut ngana? Dan lo kok udah bangun? Gimana keadaan lo? Masih pusing?" tanya Jeje seraya duduk di samping Ve.

"Kok lo berisik, Je? Tumben. Dikasih makan apa sama Nju?" tanya Ve yang kembali fokus pada tontonan di TV nya.

"Gw kasih pelet, Ve. Udah ga mempan dia dikasih makan nasi. Ga tumbuh berkembang dengan baik" jawab Shania yang baru keluar dari kamar dan berjalan mendekati kedua sahabatnya lalu duduk di samping kanan Ve karena Jeje duduk di samping kiri Ve.

"Lisan ya, Nju. Lo pikir gw ikan lele" dengus Jeje kesal dan mengambil posisi setengah tidur tanpa menggubris ledekan kedua sahabatnya.

"Gw ga mikirin lo sih, Je. Pengen banget ya gw pikirin?" goda Shania yang saling lirik dengan Ve.

"Bomat! Serah lo aja. Dan lo Ve, kenapa pertanyaan gw ga ada yang lo jawab?" Jeje melirik ke arah Ve lalu kembali melihat ke arah layar hp nya.

"Ya kebangun aja, Je. Masih sedikit pusing aja sih. Cuma gw ada satu keluhan, Je" ucap Ve melirik ke arah Jeje.

Sontak saja Jeje bangun dan duduk menghadap ke arah Ve. Bagaimanapun juga, Ve sudah seperti keluarga baginya.

Ve dan Shania langsung menolehkan kepalanya melihat tingkah laku Jeje yang sangat mengalihkan fokus mereka.

"Lo kenapa?" tanya Jeje menaruh hp nya dan melihat ke arah wajah Ve. Berbeda dengan Jeje, Shania justru menatap wajah Jeje yang terlihat sangat khawatir.

Terlihat lengkungan senyum dari Ve serta Shania.

"Gw gpp, Je. Santai aja. Cuma gw ada satu permintaan sih. Bisa lo turutin ga?" tanya Ve menatap Jeje penuh harap.

"Semoga. Apaan?" tanya Jeje melirik ke arah Shania. Shania mengindikkan bahunya pertanda ia juga tidak tahu.

"Beli sarapan. Gw laper" ucap Ve dengan menampakkan sederet gigi putih dalam senyum sumringahnya.

Sedangkan Shania sudah tertawa terpingkal di samping Ve. Ia bahkan memegangi perutnya akibat tawa yang teramat bahagia.

Bukan tanpa alasan Shania tertawa seperti itu. Shania tau, perhatian Jeje sangat tulus terhadap Ve. Bahkan Shania tau, Jeje pernah menaruh hati pada sahabatnya itu dan mungkin saja masih ada rasa tersebut.

Hanya Shania yang mengetahuinya. Bahkan Jeje harus berkali-kali menghela napas begitu ia tahu, rasa yang selama ini ia tutup rapat, terendus oleh sahabatnya.

Bagaimana dengan Ve?
Ia tidak tahu. Karena Jeje sangat lihai menyembunyikan rasa cintanya dibalik rasa sayang terhadap sahabatnya.

Jeje memperlakukan Ve sama seperti memperlakukan Shania. Di depan Ve. Kenyataannya, Jeje melakukan segalanya untuk Ve jauh dari perlakuannya untuk Shania.

Tidak ada yang pernah tau kalau Jeje berdiri di halte dan membiarkan supirnya mengantar Ve dan Naomi pulang ke rumah.

Kala itu Ve dan Naomi sudah berpacaran. Ve selalu mengantar pulang Naomi namun tidak menjemput karena Naomi selalu bersama Sinka dan supirnya kalau pergi sekolah.

Saat itu, di hari Rabu, Ve dan Naomi baru saja pulang dari toko buku selepas pulang sekolah.

Dipertengahan jalan, mobil Ve mogok. Saat tengah melihat kondisi mobilnya, hujan turun dengan derasnya.
Alhasil, Ve dan Naomi berteduh di salah satu pos ronda dekat sana.

Dari kejauhan, Jeje melihat Ve yang sedang mencium Naomi. Jeje memang sudah lama memendam rasa pada Ve. Namun ia melepas Ve bersama Naomi meski jauh dalam lubuk hatinya ia tau ia tidak bisa menerimanya.

Jeje meminta supirnya untuk berhenti. Ia berteduh di halte dan meminta supirnya untuk mengantarkan VeNaomi pulang.

Tanpa kecurigaan, VeNaomi menaiki mobil Jeje karena sang supir beralibi hanya sedang melintasi jalan tersebut sesuai permintaan Jeje.

Setelah setengah jam kepergian VeNaomi dengan menggunakan mobil Jeje, sebuah mobil sedan silver melintas di depan halte tempat Jeje berteduh.

Jeje yang sudah sangat hapal dengan mobil tersebut hanya bisa diam kala sang pemilik mobil turun dan duduk disampingnya.

Ia adalah Shania. Shania melihat mobil Ve dari kejauhan. Meski Jeje tidak pernah berucap, Shania tau gerak-gerik Jeje tidak biasa bila bersama Ve.

Dan terkuaklah isi hati Jeje sesungguhnya pada Shania. Hanya Shania yang mampu membaca ke-jatuh cinta-nya seorang Jessica Vania yang sesungguhnya.

Sejak saat itu, Shania akan selalu ada menemani Jeje "memberikan payung" untuk Ve maupun VeNaomi.

Bukan hanya sekali Jeje melakukan hal tersebut. Meski Jeje mengelak kalau ia melakukan itu karena itulah hal yang akan dilakukan sahabat, Shania tidak setuju. Bagi Shania, tetap saja itu cinta.

Hal yang disebut itu cinta oleh Shania semakin terkuak kala Jeje melakukan hal yang menurutnya luar biasa.

Pukul dua subuh, Jeje yang sedang berada di Bandung, datang ke Jakarta hanya untuk menemani Ve yang mendadak demam. Dengan sangat telaten, Jeje nengurus Ve bahkan ia tidak tidur hingga keesokan harinya.

Saat keesokan harinya, Naomi datang dan Jeje berpamitan pulang. Jeje menghubungi Shania dan tertidur di jalan pulang menuju kembali ke Bandung.

Shania yang tau hampir separuh pengorbanan Jeje, hanya bisa menemani Jeje karena itu permintaan Jeje. Bagaimanapun juga, di hati Ve hanya ada Naomi seorang. Dan mereka akan bahagia melihat Ve bahagia.

Mengingat hal tersebut, Shania tersenyum melihat kedua sahabatnya yang jatuh cinta. Mirisnya, satu sahabatnya berbahagia akan cintanya namun yang satunya berbahagia akan pengorbanan cintanya.

"Seneng banget lo, Nju" ketus Jeje yang melihat Shania tertawa hingga berlinang air mata.

"Lo ga liat sih ekspresi lo. Astagaaaaa Je.. Harusnya gw videoin tadi komuk lo" Shania menghapus pinggir matanya yang berair dan meminum air di depannya.

Ve memukul lengan Shania yang masih saja tersenyum menatap Jeje. Jeje mendengus kesal dan kembali memainkan hpnya.

"Je.." panggil Ve menatap Jeje. "Hmm.." Jeje menggumam sambil tetap memainkan hp nya. Ve melirik ke arah Shania. Shania mengindikkan bahunya dan ikut memainkan hpnya.

"Laper, Je.." manja Ve pada Jeje yang masih asik pada posisinya. "Makan" jawab Jeje sekenanya. "Beliin, Je" kali ini Ve sudah menarik-narik baju Jeje yang membuat Jeje memutar bola matanya malas.

"Je.. Laper" Ve membuat suaranya semakin manja dengan tetap menarik-narik baju Jeje. "Iya.. Iya.. Beli apa?" tanya Jeje duduk dan menaruh hp nya.

"Mau nasi ikan aja, Je. Lo, Nju?" tanya Ve melirik Shania. "Idem" jawab Shania tanpa mengalihkan pandangannya dari hp.

"Yaudah.. Mana uangnya?" Jeje mengulurkan tangannya ke arah Ve sedangkan Ve hanya memberika senyum manisnya.

"Ogah! Nju.. Minta uang" kesal Jeje karena ekspresi Ve tadi menandakan bahwa ia minta dibeliin dan itu pakai uang Jeje.

"Kan lo tau, cash gw abis" ucap Shania melirik Jeje santai. "Gendeng!" kesal Jeje berdiri dan berjalan ke arah kamar.

Tidak lama kemudian, Jeje keluar dengan memakai jaket dan memegang dompet, hp serta kunci mobilnya.

Ve tersenyum sangat manis sedangkan Shania menahan tawanya. "Mukanya biasa aja. Kampret emang kalian itu" ketus Jeje dan berjalan ke arah pintu.

"Makasi Jeje, sayaaaaangg" ucap Ve dan Shania bersamaan. "Seraaah" ketus Jeje membuka pintu dan tetap berjalan keluar untuk membeli makanan.

Ketika Jeje sudah pergi, Shania melirim ke arah Ve yang sedang menonton TV.

"Cinta itu kaya hidup ya, Ve.. Ribet" ucap Shania kembali mengalihkan pandangan pada hp nya.

"Cinta itu kaya hidup, Nju. Sederhana. Pemikiran kitanya aja yang bikin ribet" komen Ve yang membuat Shania melirik sekilas ke arah Ve dan tersenyum.

DivaWhere stories live. Discover now