Sinka dan para sahabat yang mendengar teriakan Naomi langsung berdiri dan berlari menuju kamar Ve. Mereka semua terkejut melihat keadaan di hadapan mereka.
Jeje, Yona dan Kell segera menghampiri Naomi sementara Paul langsung bergegas mempersiapkan mobil Naomi.
"Kell, periksa. Kita langsung ke rumah sakit" titah Paul yang tidak dapat dibantah.
Saat ini, Naomi sedang memangku kepala Ve yang tidak berdaya. Dari mulut Ve terdapat buih-buih putih.
Jeje merapihkan semua obat-obatan dan alat yang dipakai oleh Ve. Yona merangkul Naomi dalam pelukannya sementara Kell memastikan Ve masih bernapas. Sedangkan Sinka dan Shania saling berpelukan sambil berdiri dan menangis.
"Kamu bawa Naomi, aku akan gendong Ve" ucap Kell menatap Yona. Yona mengangguk dan mengangkat tubuh Naomi sementara Ve langsung digendong Kell dan berlari menuju parkiran bawah.
Naomi yang tidak kuasa melihat keadaan kekasihnya, tidak mampu menyeimbangkan badannya. "Yon.. Ve.. Gelap" ucap Naomi sebelum akhirnya ia terjatuh pingsan dalam pelukan Yona.
"Shan.. Bantu gw angkat Naomi ke kasur" ucap Yona yang dijawab anggukan oleh Shania.
Sementara itu Sinka membantu Jeje membersihkan kamar Ve dari serbuk dan obat-obatan yang bertaburan serta alat-alat yang berantakan di kasur maupun lantai.
"Gw ke dapur dulu" ucap Shani pada Yona yang sedang menyeka keringat di wajah Naomi. Yona mengangguk seiring Shania yang keluar dari kamar.
"Gw nyusul cowo-cowo tadi ya" ucap Jeje menatap Yona. "Iya. Mana kontak lo? Nanti langsung hubungin gw" ucap Yona mengeluarkan hp nya.
"Nih kontak bang Paul. Tanya aja mereka dimana" ucap Yona memberikan kontak Paul untuk Jeje.
Setelah bertukar kontak, Jeje segera keluar rumah dan menjalankan mobilnya sembari menghubungi Paul di jalan.
Sinka membantu Yona untuk membangunkan Naomi sedangkan Shania mempersiapkan keperluan Ve selama di rumah sakit.
"Bangun, Mi. Jangan gini. Ve butuh lo" ucap Yona menahan tangis melihat keadaan sahabatnya.
***
Sesampainya Jeje di rumah sakit, ia menelepon Paul untuk mengetahui dimana posisi mereka.
Ketika bertemu dengan Paul dan Kell, Jeje berdiri dengan bertumpu pada lututnya. Ia mengatur napasnya karena ia daritadi terus berlari.
"Ve.. Gi.. Mana?" Tanya Jeje dengan napas yang masih memburu. "Duduk dulu. Ve udah ditanganin dokter" ucap Kell merangkul pundak Jeje dan mengajaknya untuk duduk.
Jeje duduk dan mengatur napasnya untuk lebih tenang. Sementara Kell terus mengusap lengan Jeje guna mengurangi kepanikannya.
"Siapa nama lo?" Tanya Kell ketika melihat Jeje bernapas lebih teratur. "Gw Jeje, bang" ucap Jeje menatap wajah Kell. "Gw Kell, ini Paul" ucap Kell mengenalkan diri. Jeje tersenyum dan mengangguk.
"Ve pernah gini sebelumnya?" Tanya Kell menatap Jeje yang sedang menatap pintu ruang penanganan.
"Gak, bang. Paling parah ya minum. Itu juga jarang. Ngerokok aja jarang, bang. Dia itu ngejaga kesehatan banget. Makanya gw sama Shania juga kaget sama dia yang sekarang" ucap Jeje mengingat keadaan sahabatnya belakangan ini.
"Jatuh cinta" ucap Kell menatap Paul yang seakan bingung dengan perbincangan mereka. "Mereka putus?" Tanya Paul yang memang belum tahu akar permasalahannya.
Setahu Paul, Naomi akan berbinar bahagia jika menceritakan tentang Ve pada dirinya. Paul seakan lupa sudah cukup lama ia tidak berkomunikasi dengan adiknya tersebut.
"Iya. Pance tapi. Intinya mereka putus. Naomi aja sampe kayak zombie sebelum akhirnya dia pergi" ucap Kell yang dijawab anggukan oleh Paul.
"Ngomong-ngomong, kok lo bisa sama Naomi?" Tanya Kell yang memang daritadi ingin menanyakan perihal tersebut namun ia lupa.
"Kami ketemu di Lampung kemaren. Tadi kami lagi cafe, eh ketemu Yona" ucap Paul duduk di samping Kell.
"Kok kenal Yona, bang?" Tanya Jeje menatap Paul. "Dia sepupu gue, anak dari adek bokap. Ternyata dia sohibnya Naomi. Sempit banget ya bumi" ucap Paul tersenyum dan menghangatkan suasana.
"Bangett.. Eh lo di Lampung? Emang darimana?" Tanya Kell yang sudah tau kalau Paul pasti habis melalang buana.
"Gw dari Medan. Kalo Naomi dari Aceh. Eh ketemunya di Lampung. Kalo Yona emang dia kuliah di Lampung" ucap Paul yang dijawab anggukan oleh Jeje dan Kell.
Incoming call Shania.
"Bentar ya, bang" pamit Jeje berdiri dan menjaga jarak dari Kell dan juga Paul.
"Halo.."
"Kirim alamat"
"Oke"
Jeje segera mengirim alamat dan kembali duduk di samping Kell dan juga Paul. Mereka berbincang sembari menunggu dokter memberi kabar baik bagi mereka.
***
"Lo ke rumah sakit aja. Nanti gw sama Sinka nyusul kalo Naomi udah sadar" ucap Yona setelah melihat Shania siap dengan keperluan Ve.
"Iya. Mana kontak lo?" ucap Shania mengeluarkan hpnya. Setelah mereka saling menukar kontak, Shania berangkat dengan menggunakan mobil Ve.
"Ada apa dengan mereka, Dut?" Tanya Yona yang masih memberikan kayu putih guna menyadarkan Naomi.
Sinka bercerita tentang keadaan Naomi dan Ve serta apa saja yang telah terjadi belakangan ini hingga kondisi yang baru saja mereka alami bersama.
"Kalian yakin Ve begitu?" Tanya Yona berkomentar tentang Ve yang mendambakan mempunyai keluarga kecil bersama Deva.
"Aku ga yakin, kak. Tapi Ci Omi itu mikirnya kalau Ve bahagia, ia juga akan bahagia meski ternyata ia harus melepasnya" ucap Sinka mengikuti ucapan Naomi.
"Kok bodoh sih? Hih! Kenapa ni anak harus ketemu gw nya sekarang coba? Kalo dari kemaren-kemaren, udah gw hajar deh" ucap Yona kesal dengan keputusan Naomi.
"Jangan nyoba berantem sama dia, kak. Kemampuan bela dirinya sekarang menggila" ucap Sinka yang membuat Yona bergidik ngeri.
"Ve.." Panggil Naomi setengah sadar dan mulai membuka matanya. "Bangun juga lo" kesal Yona melihat Naomi malas.
"Mana Ve?" Tanya Naomi berusaha duduk dengan dibantu oleh Sinka. "Lagi berjuang idup karena kebodohan lo" ucap Yona menatap Naomi emosi.
"Gw tau gw salah-"
"Bagus deh kalo sadar" ketus Yona menaruh minyak kayu putih di atas nakas. Dan menatap Naomi kesal.
"Gw cuma mau liat dia bahagia-"
"Taek!"
"Dia pengen keluarga kec-"
"Taek!"
"Maksud gw kan-"
"TAIK, NAOMI!! TAIK!! TAU GAK LO TAIK??!!" bentak Yona dengan kilat amarah di matanya menatap Naomi.
"Dut, kamu bisa-"
"Biarin Sinka disini! Biar dia tau kalo kakak yang selama ini jadi panutannya itu pecundang bodoh!" Kesal Yona menatap Naomi penuh amarah.
Sementara Sinka hanya diam. Disatu sisi dia merasa kasihan pada Naomi. Tapi di sisi lain, ia merasa amat sangat setuju dengan ucapan Yona.
"Yon.. Ve itu-"
"Gw gamau denger alesan lo. Lo bego! Udah, itu kenyataannya. Semua alesan lo itu bullshit! Paham, loser?" Tanya Yona menunjuk wajah Naomi.
Naomi menunduk. Kalau Yona marah sudah membentak dan menunjuk orang, emosi Yona sudah di puncaknya.
Saat ini, ia mengingat apa yang sudah terjadi belakangan ini. Apa yang sudah ia lakukan dan mengapa sampai terjadi seperti ini.
Naomi menangis. Ia tahu, ini semua salahnya. Dan benar kata Yona, ia memang pecundang.
