"Bangun lo, kita ke rumah sakit sekarang" ucap Yona berdiri dan celingukan mencari sesuatu.
"Nyari apa, kak?" Tanya Sinka melihat Yona yang kebingungan. "Mobil Naomi dibawa bang Paul, mobil Ve dibawa Shania, Jeje bawa mobilnya sendiri. Jadi kita naek apa ya?" Tanya Yona menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Mobil Bang Kell aja. Nih kontaknya ada di aku" ucap Sinka merogoh kunci mobil di dalam tasnya. Yona tersenyum dan mengangguk.
"Lo mau ikut apa mau tidur disini aja?" Ketus Yona menatap wajah Naomi.
Naomi berdiri dan hanya diam. Ia tidak berani menjawab ucapan Yona. Bahkan untuk membalas tatapan Yona saja ia segan.
Setelah bersiap, mereka berjalan ke arah parkiran dengan Yona yang mengunci seluruh pintu rumah Ve.
Sesampainya di parkiran, Yona duduk di kursi kemudi.
"Di depan lo!" Perintah Yona pada Naomi yang hendak mengambil posisi duduk di kursi belakang.
Naomi segera menuruti ucapan Yona dengan Sinka yang mengulum senyum melihat kakaknya menjadi sangat penurut.
"Kenapa lo jadi bego sih, Mi?" Tanya Yona ketika mereka telah keluar dari gang rumah Ve.
"..."
"Orang nanya itu dijawab! Mulut lo masih berfungsi kan? Gw bukan ngomong sama dashboard loh" ucap Yona dengan penekanan di setiap kalimatnya.
Sementara di belakang, Sinka mengulum senyum sembari memainkan hp nya. Ia sedang berbalas chat dengan Shania untuk membagi posisi rumah sakit.
"Gw cemburu" ucap Naomi mengakui akar permasalahannya. "Emang kalo orang cemburu itu otaknya jadi ga berfungsi ya?" Tanya Yona tanpa berniat untuk berucap lembut kepada Naomi.
"My heart on auto-pilot. Hati gak tau resiko. Hati gak tau logika. Pada akhirnya, hati cuma jadi penasihat" ucap Naomi lesu.
Yona terdiam. Ia membenarkan ucapan Naomi kalau tentang hati tapi tidak untuk masalah ini. Sebagai orang yang setidaknya cukup mengenal Naomi, ia menyesali keputusan Naomi.
"Gw tau lo kecewa" ucap Naomi yang seolah membaca apa yang sedang dipikirkan oleh Yona. "Gw emang bodoh"
"Ga ada gunanya cuma nyesel. Sekarang doain aja cewe lo selamat" ucap Yona mengakhiri perdebatan mereka.
Naomi menghela napasnya. Ia memalingkan wajahnya ke jendela mobil dan menutup matanya.
Yona melirik ke arah Naomi, dapat dilihat bahwa air mata Naomi terus mengalir dari pelupuk matanya yang selalu ia hapus perlahan.
"Nangis aja. Lo manusia" ucap Yona yang membuat bahu Naomi bergetar dan air matanya mengalir dengan deras.
Sinka menatap sendu ke arah Naomi, lalu tatapannya beradu dengan Yona yang sama sendu dengan dirinya.
Yona berusaha tersenyum guna menguatkan Sinka yang dibalas anggukan oleh Sinka.
Sesampainya di rumah sakit, mereka berjalan lebih cepat menuju ruangan penanganan. Disana, terlihat Jeje dan juga Paul yang sedang berbincang.
"Je.." Panggil Yona melihat ke arah pintu ruangan penanganan. Paul berdiri dan merengkuh Naomi ke dalam pelukannya.
"Gw bodoh, bang" ucap Naomi menangis sembari memeluk erat Paul. "Iya, lo bodoh" ucap Paul mengecup pucuk kepala Naomi.
"Ve.. Bang.. Ga seharusnya Ve begitu karena gw, bang. Gw bodoh. Gw pecundang" ucap Naomi menggenggam kaus Paul erat.
"Shania mana?" Tanya Yona mengalihkan pembicaraan Naomi yang masih menyalahkan dirinya sendiri.