Dia

1K 124 42
                                    

Kembali ke masa kini.

Saat sedang berbincang dengan Gre, hp Naomi berdering.

Oh Tuhan..
Kucinta dia.. Kusayang dia..
Rindu dia.. Inginkan dia..
Utuhkanlah..
Rasa cinta dihatiku..
Hanya padanya..
Untuk dia..

"Halo" jawab Naomi menempelkan telepon ke daun telingannya.

"..."

"Oke"

Naomi menaruh hp nya kembali di atas meja dan menatap ke arah Gre.

"Nada deringmu ganti?" Tanya Gre menatap Naomi. Naomi mengangguk dan tersenyum. "Nada lagunya bagus. Cewe yang nyanyi, siapa namanya?" Tanya Gre maaih menatap Naomi.

"Ve.." Jawab Naomi tersenyum lebar. "Ve? Bukankah dia pacarmu?" Tanya Gre heran.

"Iya. Ve pacarku. Itu lagu Indonesia judulnya Dia. Ve cover lagu itu di hpku dan dia jadikan ringtone. Akupun sebaliknya" ucap Naomi dengan raut wajah sangat bahagia.

"Waw! Kalian manis sekali. Dan suara dia sangat bagus" puji Gre tulus. "Iya. Suaranya lembut banget. Huh.. Aku merindukannya" ucap Naomi tidak berhenti tersenyum.

Mereka tertawa dan kembali berbincang.

***

Waktu berlalu, Naomi sesekali mengirimkan email pada Ve dan mereka berbincang pada saat itu.

Baik Ve maupun Naomi melepas kerinduan melalui pesan elektronik yang sama sekali tidak mengurangi rasa rindu tersebut.

Sinka juga masih sibuk dengan misinya untuk membantu Naomi guna menyelesaikan misi mereka.

Sedangkan Gre masih menjadi Epona dengan segala obsesinya terhadap ranjau dan teman-temannya.

Paul juga baru beberapa hari ini mengunjungi Naomi. Tentu saja bersama Gary, namun mereka sudah kembali lagi ke Indonesia tepatnya ke pedalaman Kalimantan, Tanjung Harapan.

Neang dan Kell juga masih berdebat dan berusaha mengambil hati Epona. Meski terlihat biasa saja, tapi dapat dirasakan bahwa ada sisi pedang yang berlawanan dari keduanya.

Namun, mereka akan menjadi satu suara dan berteman kala Michael datang dan mengalihkan dunia Epona.

Sementara Naomi masih fokus dengan pekerjaannya demi segera kembali pada Ve di Indonesia.

***

Hingga suatu hari, Sinka sedang asik dengan beberapa layar komputernya dan Naomi berjalan mendekatinya.

"Veranda?" tanya Naomi begitu melihat apa yang tertera pada layar tiga di depannya.

"Ci Omi.." ucap Sinka kaget dengan kedatangan Naomi yang tiba-tiba. Kali ini ia sangat tidak menyukai hembusan angin yang menusuk kulitnya.

Semua terasa lambat di mata Sinka kala Naomi mengambil alih mouse dan keyboardnya.

Sinka merutuki kecerobohannya. Ia benar-benar tidak menyukai kala Naomi diam. Ia lebih suka Naomi memarahinya.

"Ci.." Sinka terlihat takut melihat wajah samping Naomi. Sangat dingin. Naomi seperti mempunyai dinding es yang tidak dapat tertembus.

"Sejak kapan?" Naomi enggan menjawab sapaan Sinka. Tangannya masih sibuk bergerak di atas keyboard. Matanya terus bergerak geram menatap layar tiga milik Sinka.

"Satu tahun lalu. Hah.. Kecolongan yang sangat besar" Naomi menghela napasnya lemah. Ia mengusap wajahnya kasar.

"Ci Omi.." panggil Sinka perlahan. Ia sangat tahu Naomi sedang di puncak emosinya.

"Gw mau sendiri. Gak usah nyari" jawab Naomi menggunakan kata 'gw'. Kata yang akan digunakan kala emosinya sudah sangat memuncak.

Sinka menghela napasnya pasrah kala melihat punggung Naomi yang semakin lama semakin menghilang dari pandangannya.

"Maafkan aku kak Ve, Ci Omi" gumam Sinka. Ia menyandarkan badannya di kursi dan menutup matanya. Air matanya sudah membasahi pipi yang enggan ia hapus untuk saat ini.

Tidak pernah ada yang tahu dengan pemikiran Naomi. Selalu tidak dapat ditebak.

Kecerdasan Naomi bukanlah hal baru bagi Sinka. Naomi adalah guru yang sangat Sinka hormati. Naomi selalu dapat menjawab pertanyaan apapun dari Sinka. Namun, tetap saja Sinka tidak pernah tau jalan pikiran Naomi.

Seperti saat ini, banyak hal yang mungkin akan dilakukan oleh Naomi. Namun, tidak ada satupun yang meyakinkan Sinka.

Sikap spontan Naomi justru semakin mempersulit seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dipikirkan oleh Naomi.

Belum lagi sikap acuh Naomi yang membuat Sinka sebagai adiknya merasa bingung karena tidak tau apa yang akan dilakukan oleh saudara kandungnya tersebut.

***

Semenjak kejadian di ruangan Sinka, Naomi lebih terlihat sering melamun dan menyendiri.

Tidak, dia bukan melamun. Dia sedang berpikir. Berpikir hal yang tidak akan terpikirkan oleh orang lain.

Setelah kejadian itu, Naomi baru kembali keesokan subuhnya dan langsung masuk ke kamar untuk tertidur.

Sudah dapat dilihat bahwa Naomi tidak tidur semalaman. Kemungkinan besar adalah ia menangis sepanjang malam.

Namun, sikap Naomi tidak berubah. Bahkan untuk Sinka sekalipun.

Inilah yang membuat orang menjadi segan dan menaruh hormat pada Naomi.

Ia selalu dapat bersikap profesional. Emosinya selalu tertata dengan baik. Tidak ada pencampuradukkan antara masalah pribadi dengan sekitarnya

Tidak pernah ada yang terkena imbas meski ia sedang dilanda kekalutan. Naomi selalu sukses mengatur emosinya.

Namun, jangan pancing emosi Naomi bila tidak ingin wafat di tempat. Masih ingatkan ilmu yang dipunya oleh Naomi?

Satu minggu setelah kejadian itu, Sinka mendapati Naomi sedang menatap hp nya yang terdapat potonya dengan Ve sembari menangis.

Sinka benar-benar merasa bersalah. Namun, ia juga bingung bagaimana mengatasinya.

Ia sangat yakin, gurunya hanya membutuhkan waktu. Ia percaya gurunya dapat melewati semuanya dengan kepala dingin tanpa menyakiti siapapun.

Sinka percaya dengannya, dengan dia, seorang Shinta Naomi.

DivaWhere stories live. Discover now