Setelah sampai di Kamboja, Naomi segera masuk ke kamarnya dan merebahkan badannya di kasur guna melepas lelah.
Tidak lama kemudian, Sinka masuk dan duduk di samping Naomi.
"Mana, Ci, ponakannya?" Goda Sinka seraya menaikkan kedua alisnya. "Dalam proses, dut, kan isi dulu. Nih, kerasa ga ponakanmu" Naomi mengambil tangan Sinka dan menaruhnya di atas perutnya.
"Cici gila" Sinka menjauhkan tangannya sembari tertawa. "Ya kamu yang gila. Kalo kami ga program, mana bisa punya anak" jawab Naomi memeluk guling yang tadi berada di sampingnya.
"Gre nanyain Cici tuh" ucap Sinka menatap ke arah kaca di meja rias Naomi.
"Kamu jawab apa?" Tanya Naomi menatap wajah Sinka yang sedang tidak menatapnya.
"Aku hanya senyum" jawab Sinka jujur. Naomi mengagguk percaya. "Papah gimana?" Tanya Naomi yang membuat Sinka menoleh ke arah sang kakak.
"Beliau ga tau kakak pergi. Aman. Cuma aku dan Gre yang tahu" jawab Sinka padat.
"Baguslah. Sekarang Gre mana?" Tanya Naomi menatap Sinka. "Biasa, om Neang tuh ga ada Cici, makin gencar deketin Gre" ucap Sinka mendengus malas.
"Hahahaha tau ga, Ve antusias banget Cici ceritain Kamboja" ucap Naomi berbinar saat menceritakan Ve. "Di ceritain semua, ci?" Tanya Sinka penuh selidik.
"Gak. Belum saatnya. Cuma ya tentang Gre, Kell, Neang sama Paul. Dia sempet cemburu sama semuanya. Tapi aku tertawa saat dia cemburu sama Paul. Gak banget. Bagi Paul, Gery pasti lebih menarik"
Naomi dan Sinka terbahak.
"Tapi ya bener sih, ci. Paul itu lelaki idaman banget kalau secara paras dan sifat. Sayangnya ga suka cewe" keluh Sinka yang membuat Naomi terbahak.
"Dia kakak terbaik kita, dut" jawab Naomi duduk di samping Sinka dan mengelus rambut adiknya.
"Ci.."
"Hmm.."
"Kak Ve seganas itu ya?"
Naomi menatap bingung kepada Sinka. Sedangkan yang ditatap, menolehkan matanya ke dada bagian atas Naomi yang tersingkap. Disana terlihat bekas merah sedikit kebiruan.
"Hey.. Kamu ini" ucap Naomi merapihkan bajunya agar Sinka tidak melihat yang lainnya. Karena bagian dada ke bawahnya, ia masih mempunyai banyak tanda yang serupa.
"Hahaha serem banget kalian ini. Udahlah. Aku mau lanjut lagi biar kita cepet selesai" ucap Sinka dan berdiri lalu berjalan keluar dari kamar Naomi.
Usai merapihkan pakaiannya, Naomi berjalan keluar dan berniat untuk menemui Gracia di kantor depan rumah mereka.
Mereka memang diberi rumah masing-masing dengan Sinka dan Naomi satu rumah, Gre sendiri, Kell sendiri dan Neang Ry sendiri.
Rumah mereka berjajar layaknya rumah dinas pada umumnya dengan urutan seperti di atas. Sedangkan kantor mereka juga berupa rumah yang berada berhadapan dengan rumah mereka.
Setelah sampai di kantor, Naomi hanya mendapati Gre yang sedang sibuk dengan laptopnya dan duduk membelakangi pintu tempat Naomi sedang berdiri.
Naomi berjalan perlahan ke arah Gre dan seketika ia duduk di kursi samping Gre.
"Naomi.. Kamu sudah kembali?" Gre yang bahagia melihat Naomi langsung berdiri dan memeluk Naomi.
Naomi tertawa melihat kelakuan Gre. "Kamu semangat banget ketemu aku?" Naomi membalas pelukan Gre dan mengusap rambutnya.
"Aku kangen kamu. Kamu ngapain ke Jakarta?" Tanya Gre penuh selidik. "Nemuin pacarku" jawab Naomi yang membuat Gre melepaskan pelukannya.
"Oh.. Mana potonya? Aku penasaran, orang seperti apa yang dapat menarik hatimu. Ganteng ga dia?" Tanya Gre dengan nada cemburu. "Dia cantik" jawab Naomi yang membuat Gre tidak percaya.
"Kamu serius?" Tanya Gre menatap Naomi. Naomi mengangguk dan memperlihatkan poto Ve pada Gre.
"Namanya Ve" Gre melihat dengan seksama. "Kok mirip aku?" Tanya Gre sedikit bingung.
"Iya. Dia mirip kamu. Makanya aku sempet heran. Udah sejauh ini, aku malah bisa nemuin kembaran pacar aku" ucap Naomi terkekeh.
"Tapi cantikan dia sih. Wajar kamu suka sama dia" ujar Epona mengembalikan hp Naomi keoada pemiliknya.
"Aku mencintainya bukan karena paras. Ia membuat aku merasa sangat dicintai" ucap Naomi tersenyum membayangkan senyuman Ve.
"Tapi kamu nekat, Mi. Untung Neang sama Papahmu gatau" ucap Gre yang sudah kembali duduk di atas kursinya.
"Aku udah kangen banget sama dia, Gre" ucap Naomi menunduk malu. "Hahahaha kamu bisa malu juga, Mi. Yaudah, bantu aku ngerakit detektor ini biar cepet selesai" ucap Gre yang saat ini sudah menutup laptopnya dan mulai membuka tasnya.
***
Hari-hari berlalu. Lain di Kamboja, lain juga di Jakarta.
"Ve? Ngapain lo di sini?" Tanya Jeje heran karena mendapati Ve sedang berada di lorong kampus jurusannya.
"Gw kuliah bareng kalian" jawab Ve santai. "Maba kan belum bukaan" ucap Shania menatap Ve. Saat ini, JeShan baru saja keluar dari kelas mereka.
"Ga. Gw bareng kalian. Ambil mata kuliah sama" Ve menunjukkan KTM dan bukti bahwa ia juga di semester yang sama dengan JeShan, yaitu semester empat.
"KOK BISA??" tanya JeShan bersamaan. Mereka melupakan bahwa seorang Jessica Veranda adalah makhluk jenius dan bergelimang harta.
"Tadi di tes, gw bisa semua. Ya tinggal bayar aja semua semester yang udah kelewat. Selesai" jawab Ve merangkul pundak kedua sahabatnya.
"GILAK!" ucap JeShan kompak lalu mereka tertawa bersama. "Disuruh istri tah?" Tanya Shania karena mereka sudah berulang kali mengajak Ve kuliah namun Ve tidak menggubrisnya.
"Siapa lagi. Udah yuk, makan siang. Gw yang traktir" ucap Ve menatap JeShan yang sedang tertawa bahagia mendengar kata traktir.