Tiga hari berlalu. Sampai saat ini, mereka belum juga menemukan Ve. Semua tempat telah dijelajahi oleh Jeje maupun Shania. Bahkan Jeje telah meminta bantuan beberapa temannya yang bisa ia percaya.
"Je.. Kita nyari kemana lagi?" Shania menghela napas. Saat ini mereka sedang duduk di cafe langganan mereka bertiga. "Gw juga gatau, Nju. Masa iya ke Vietnam? Kita aja gatau Vietnam dimananya" jawab Jeje menyeruput kopi hitamnya.
Minuman yang selalu menjadi andalan kala dirinya sedang banyak pikiran. Lain hal dengan Jeje, Shania terlihat sedang mengepulkan asap dari rokok yang sedang ia hisap.
"Nju.. Kuranginlah rokok lo" ucap Jeje menatap iba pada sahabatnya. "Cuma saat stres, Je. Sama kaya lo ke kopi" jawab Shania meneguk Pepsi dari kaleng yang telah ia beli di pinggir jalan.
Tidak lama kemudian, Beby, pacar Shania datang dan duduk diantara mereka setelah sebelumnya mengambil rokok yang sedang dihisap oleh Shania.
"Beb.." rajuk Shania yang mendapat gelengan kepala serta tatapan tajam dari Beby. Shania menghela napasnya dan meneguk minumannya.
"Udah ketemu Melody?" tanya Beby menatap Jeje. "Udah. Nihil juga. Tiga hari yang lalu memang Ve kesana. Tapi dia pamit pulang sama Melody" jawab Jeje menatap lemah ke arah Beby.
"David?" tanya Beby lagi menatap Jeje dan Shania bergantian. "Baru dari sana. Katanya memang pernah kesana tapi gatau. Gak ada omongan mau pergi" jawab Shania memijat pelipisnya.
"Yang terakhir?" tanya Beby lagi. "Udah gw samperin. Tapi gatau juga. Kayaknya yang terakhir dia ambil job tanpa sepengetahuan gw deh" Jeje menghela napasnya kasar dan menjatuhkan badannya ke sofa lalu menutup matanya sejenak.
Beby menghela napasnya dan berjalan ke arah kasir untuk memesan minuman. Ia baru saja pulang dari Semarang dan langsung menemui mereka setelah memdengar kabar dari Shania di awal sampainya ia di Semarang.
Beby menatap sekelilingnya. Cafe yang menjadi tempatnya mengutarakan perasaan pada Shania. Tempat yang menjadi saksi percintaan dan persahabatannya dengan Ve dan Jeje. Mereka jugalah yang membantu Beby agar segera mengungkapkan perasaannya.
Cafe dengan suasana vintage ini sudah seperti basecamp bagi mereka. Meja nomor 22 adalah kepemilikan mereka. Dimana meja tersebut berada di pojok ruangan yang dapat melihat langsung ke bagian jalan dan juga tanaman di samping kanan luar. Bahkan pemilik cafe tersebut sudah sangat kenal dengan ketiganya.
Cafe yang mengusung tema modern-klasik ini menggunakan warna coklat yang mendominasi. Ditambah dengan sentuhan kayu untuk meja dan juga kursi. Tidak seperti kursi pada umumnya, kursi yang digunakan berbentuk sofa U dengan bahan dasar kayu dan diberi dudukan sofa yang lembut seperti bantal di rumah pada umumnya.
Selain suasana yang nyaman, cafe tersebut juga memberikan beberapa permainan untuk tiap meja agar pengunjung tidak bosan menunggu santapan, diantaranya UNO, scrabble, catur, bang dan sebagainya.
Seperti saat ini, Jeje dan Shania sedang memainkan stacko karena mereka lelah berpikir kemana sahabat mereka pergi.
Beby menggelengkan kepalanya kala Jeje mengumpat kesal saat mainannya jatuh sementara Shania hanya tersenyum tipis. Biasanya, jika salah satu dari mereka menjatuhkan mainan, yang lain akan tertawa. Tapi tidak untuk saat ini.
"Belum ketemu juga?" tanya Gio selaku pemilik dan barista di cafe tersebut. "Belum, yo. Liat aja, mereka sudah sangat frustasi. Bahkan gw ragu mereka bisa tidur nyenyak" ucap Beby menatap kedua orang di meja 22.
"Gw pasti bantu, Beb. Semoga kalian juga cepet nemuin ya" ucap Gio memberikan Americano pesanan Beby. "Thanks, yo. Gw harep juga gitu" jawab Beby tersenyum tipis. "Woles, bro. Kalian bukan sekedar pelanggan gw. Kalian sahabat gw. Kalian juga udah banyak bantu gw, gw pasti bantu kalian" ucap Gio menepuk pundak Beby yang dijawab anggukan serta senyuman oleh Beby.
"Gw kesana dulu ya" ucap Beby melirik meja kesayangan mereka yang dijawab anggukan oleh Gio.
Beby duduk di samping kiri Shania setelah sebelumnya menatap pintu kayu slide yang dihiasi sticker bergambar beberapa makanan dan juga emoticon. Beby menghela napasnya. Ia berharap Ve datang dan duduk bersama mereka sekarang. Namun nihil. Pintu tersebut memang bergeser, namun pengunjung lain yang datang, bukan sahabatnya.
"Kenapa stacko ini susah banget sih" kesal Jeje mencoba membangun lagi stackonya. "Otak kita lagi ga sinkron sama hati, Je. Terlalu lelah" jawab Beby yang membuat Jeje kembali meminum kopinya.
"Lo kenal Alfa?" tanya Beby menatap Jeje. Jeje mengangukkan kepalanya. "Udah ditanya?" sambung Beby menyesap kopinya. "Kamu kok tau Alfa?" tanya Shania menatap Beby heran. "Gio yang ngasi tau. Alfa pernah nanyain Ve dan mereka pernah ngobrol bareng disini" jawab Beby menatap Shania. Shania menganggukkan kepalanya.
"Iya, gw tau. Dia ngejer Ve banget tapi yang gw tau, dia sekarang pacaran sama Lisa, salah satu klien Ve. Dan gw belum nanya dia. Belum nyari info tentang dia" ucap Jeje menegakkan duduknya menghadap Beby.
"Gw dapet infonya. Abis magrib kita kesana. Soalnya kata Gio, jam tujuh biasanya ada dia" ucap Beby yang langsung mendapat anggukan dan senyum tipis dari Shania dan Jeje.
Lain halnya dengan Ve yang mengkhawatirkan ketiga sahabatnya, Sinka dan Kell terlihat santai menonton film meski Naomi juga tidak ada kabar.
"Dut.. Gw kangen Naomi" ucap Kell tetiba kala ia meneguk jus buah naga nya. "Apalagi gw, Bangkell. Cuma ya gimana? Biarin ajalah. Nanti juga pulang" ucap Sinka santai sambil mengunyah keripik singkong di pangkuannya.
"Lo ga mau nyari tau dia dimana, Dut?" tanya Kell menatap wajah samping Sinka. "Gak akan dijawab. Daripada dia matiin hp karena gw ganggu, mending biarin aja. Mau kita pergi nyari juga bakal susah. Kalo ketemu juga pasti dia gamau diajak pulang. Makanya gw nyantai, bang. Dia juga tau kok jalan pulang. Saat terdesak, dia juga tau bisa ngehubungin siapa" jawab Sinka yang diikuti anggukan dari Kell.
"Lagipula, bela diri dia ga perlu diragukan ya. Eh tapi, Dut. Dia kan bilang mau ke Jogja, Surabaya, Madura gitu ya pas kemaren-kemaren bilang itu" ucap Kell mengambil keripik singkong di pangkuan Sinka.
"Ya bilangnya gitu. Tapi pasti dia ke Bandung juga, Lombok juga, Bali juga, manatau dimananya. Bisa aja sekarang dia udah di Aceh, ngisep ganja. Gak ada yang tau, Bang" ucap Sinka yang membuat Kell menganggukkan kepalanya cepat.
"Iya juga. Bener tuh. Kaya kalian yang tiba-tiba bisa ke Vietnam ya. Bisa aja sekarang dia di Hongkong atau India. Hah.. Gila tuh anak. Ga bisa ditebak" ucap Kell tersenyum membayangkan betapa tubuh kecil Naomi yang sudah menempa berbagai rasa hidup.
"Itukan awalnya karena proyek, Bang. Tapi ya gw juga manatahu tiba-tiba dia ngajak ke Vietnam langsung, gw pikir bisa dari rumah, ternyata langsung kesana. Dia aja pernah bilang mau keluar doang, ternyata ke Laos. Emang gila tuh orang jadi cewe" ucap Sinka tersenyum mengingat Naomi.
"Dia punya sembilan nyawa mungkin, Dut" ucap Kell terkekeh akan perbincangan mereka. "Soal nyawa mah sama aja kalian tuh. Bedanya lo laki, Bang. Dia cewe" timpal Sinka meneguk jus melonnya.
"Ajaib emang tuh anak"
"Bahaya, bang, lebih tepatnya"
Lalu mereka berdua tertawa dan melanjutkan menonton film tanpa berniat mencari tahu kemana Naomi pergi.