Usai membeli makanan, mereka makan bersama di depan tv dengan sesekali bercengkrama.
"Jadi berapa nih, Je" tanya Ve menyuap nasinya yang tersisa dua sendok suapan lagi. "Tiket PP Maldives aja, Ve" jawab Jeje santai menyelesaikan suapan terakhirnya.
"Perampokan" jawab Shania menjitak kepala Jeje. "Hahahaha ya kalian udah kaya sama siapa ajasih. Makan gini doang pake ditanya" Jeje merapihkan bungkusan nasinya dan meneguk es teh manis di depannya.
"Sekarang aja lo ngomong gitu. Tadi pance banget pas mau beli" ketus Shania yang sedang merapihkan bungkus nasinya yang baru selesai ia habiskan.
"Beda lah, Nju. Tadi kan gw masih mager" jawab Jeje meneguk es tehnya hingga habis. "Iya. Makasi ya Jeje" timpal Ve tersenyum manis ke arah Jeje. Jeje melirik ke arah Ve, sedikit mengangguk, tersenyum dan mengalihkan pandangannya pada TV serta menyandarkan badannya pada sofa.
Ve segera menyelesaikan makannya karena diantara mereka bertiga, hanya ia yang baru selesai dan merapihkan bungkusnya.
Sedangkan Shania tersenyum sangat tipis cenderung miris melihat keadaan sahabatnya.
Setelah Ve selesai, Shania merapihkan bungkusan mereka dan membuangnya ke kotak sampah sedangkan Ve sudah berkutat dengan hpnya. Diiringi dengan lirikan Jeje kepada Ve yang hanya diketahui oleh Shania.
"Bentar ya" ucap Ve pada Jeje yang sedang menonton TV dan Shania yang hendak duduk di sampingnya. "Kemana, Ve" tanya Shania melihat Ve tersenyum menatap layar hpnya.
"Naomi mau nelpon. Bentar ya" ucap Ve tersenyum penuh kebahagiaan. Jeje menghela napas sedangkan Shania hanya bisa menatap iba pada sahabatnya.
Kini, Ve sedang bercengkrama dengan Naomi via telpon di balkon. Sementara Jeje dan Shania masih pada posisi awal mereka.
"Je.." panggil Shania tanpa menoleh le arah Jeje. Saat ini, keduanya tengah menonton acara komedi di TV. "Hmm.." jawab Jeje agak sedikit malas karena ia tahu, Shania sangat tahu apa yang sedang ia rasakan.
"Mau gini aja?" tanya Shania melirik ke arah Jeje. Jeje menghela napasnya kasar dan mengangguk.
"Gw gatau ya, Je. Ini lo yang terlalu pintar menutupi rasa sakit hati apa dia yang terlalu nganggep lo baek-baek aja" ucap Shania menatap nanar punggung Ve yang sedang tertawa.
"Hikmah cinta diam-diam ya terlatih patah hati, Nju. Dan gw rasa gw sudah terlatih" jawab Jeje yang ikut menatap punggung Ve dengan seutas senyum tipisnya.
"Tapi gw ga pernah liat lo nangis, Je. Setau gw, nangis adalah gimana hati lo berbicara saat bibir ga bisa jelasin apa yang lo rasa" ucap Shania yang kini memiringkan badannya guna menatap wajah samping Jeje.
Jeje tersenyum dan menatap Shania "caraku menitipkan rindu adalah melangitkan doa kepada semesta, Nju"
Shania diam.
Ia mencerna dengan baik ketulusan cinta Jeje untuk Ve. Ia tahu, mendoakan adalah cara mencintai paling rahasia, karena rasa sayang yang besar akan menutupi rasa sakit yang diterima. Kini, Shania menghela napasnya dan tersenyum.
"Kenapa lo?" tanya Jeje melirik Shania yang sedang tersenyum. Shania menggeleng dan meneguk es teh manisnya.
"Lo gamau buka hati buat yang laen, Je?" tanya Shania masih menatap wajah samping Jeje.
Jeje tersenyum lalu mengalihkan pandangannya pada punggung Ve "bagaimana gw bisa berbalik arah sedangkan namanya masih gw sebut tanpa lelah, Nju"
Ve yang merasa diperhatikan, segera berbalik badan dan mendapati JejeShania sedang asik menonton TV.
"Lo sih. Hampir ketauan kan" kesal Jeje melirik Shania. "Mana gw tau dia punya kaca spion" ucap Shania kembali meneguk es tehnya.
"Kenapa lo ngelepas dia, Je?" Tanya Shania yang masih penasaran dengan rasa Jeje pada Ve.
"Karena dia sudah bersama orang yang mencintainya begitu kuat, memeluknya begitu erat, dan seketika itu juga segala pecah dan luka dihatinya sembuh begitu juga. Bagian mana lagi yang menjadi alasan gw ga ngelepas dia, Nju" ucap Jeje tersenyum nanar menatap layar TV.
"Tapi dia pergi untuk cinta lo, Je" Shania semakin kesal mendengar kalimat pujangga Jeje yang menurutnya sangat menyakiti hatinya sendiri.
"Dia tak pernah pergi, dia selalu ada. Dia hanya tidak bisa dimiliki. Dia tidak pergi, Shania.. Selalu bisa dicintai. Dia hanya tak bisa mencintai" Jeje menghela napasnya berat dan mengacak pucuk rambut Shania.
Shania mengangguk dan menaruh kepalanya di pundak Jeje dengan sesekali melihat ke arah Ve yang masih asik bercengkrama bahkan tertawa dengan sang pujaan hati di seberang sana.
"Nju.. Lo sadar ga sih? Sebenernya terkadang Tuhan udah ngasih jawaban dari yang kita butuhin. Cuma emang kitanya aja sebagai manusia itu ngeyel. Kita masih bertahan sama apa yang kita mau dan ngacuhin jawaban dari rencana Tuhan. Tapi emang itu sifat dasar manusia ya, Nju. Hahaha ngomong apa gw barusan" Jeje tertawa dan diiringi senyuman oleh Shania.
"Bener, Je, kata lo. Tapi ya itu, makanya terkadang keajaiban Tuhan itu datang dalam genre komedi. Karena kita terlalu serius sama apa yang kita mau, sampe lupa Tuhan tau yang kita butuh" jawab Shania membuat Jeje tersenyum lepas dan mengacak lagi rambut Shania.
Tak lama kemudian, Ve datang dan duduk di samping kiri Jeje dan ikut menaruh kepalanya di pundak Jeje.
"Kalian bicara apasih? Kok serius banget? Tadi gw denger bawa Tuhan segala" ucap Ve sedikit mendongakkan kepalanya untuk melihat wajah Jeje.
"Lagi bener aja nih otak, Ve" jawab Jeje asal. "Otak-otak enak kali ya, Je. Jadi pengen gw" ucap Shania ngawur.
"Kok bahas makanan lagi sih, Nju? Katanya mau diet?" Ucap Ve melirik Shania malas.
"Diet itu apa, Ve? Kayak pernah denger. Hmm.. Gw sebenernya lagi baper, Ve. Beby sibuk banget. Tapi ya gimana, daripada baper-baperan mulu, ya mending laper aja, Ve. Hati sama lambung kan deketan. Lalalalala~" Shania bersiul usai menjawab pertanyaan Ve yang membuat Ve mengerutkan dahinya pertanda bingung.
"Ga usah diladenin, Ve. Kalo ujan emang gini nih anak, otaknya mendadak jadi liquid" ketus Jeje yang berhasil mendapat cubitan perut dari Shania.
"Gileeee.. Kok bisa ya Beby bertahan sama lo" kesal Jeje mengusap perutnya. "Cinta" jawab Shania santai. "Iya, cinta. Sama kaya gw ke Naomi" ucap Ve dengan semburat merah di pipinya.
"Ciyeeee.." Goda Jeje menatap wajah Ve. Ve tersenyum malu dan bersembunyi di balik punggung Jeje.
Shania menyunggingkan sebelah bibirnya sementara Jeje mengacak pelan rambut Ve.
"Gimana kabar Naomi, Ve?" Tanya Jeje berusaha melihat wajah Ve.
"Baik, Je. Dia lagi belajar sama guru dan temannya. Dia makin gombal tapi. Gatau tuh belajar darimana. Tapi gw suka, Je. Dia makin menggemaskan, Je. Gw rindu dia" ujar Ve dengan wajah berbinar saat menceritakan tentang kekasihnya.
Shania menatap sendu ke arah TV sedangkan Jeje ikut tersenyum melihat kebhagiaan Ve.
"Sudah terlatih" gumam Shania sangat pelan sehingga hanya dapat di dengar oleh dirinya sendiri. Sementara Jeje dan Ve sedang menatap TV dengan pemikiran masing-masing.