Firasat

843 103 51
                                    

Hari ini merupakan hari ke tujuh dari kepergian sepasang kekasih tersebut. Tidak ada usaha yang berhasil dilakukan oleh para sahabat Ve.

Hasil investigasi Jeje Shania terhadap Alfa memang memberikan sedikit pencerahan. Pasalnya, Alfa memang mengetahui jika Ve akan pergi. Namun saat itu Ve hanya bilang akan memulai perjalanannya ke Bandung.

Itu empat hari yang lalu, terhitung seminggu saat ini, sudah pasti Ve tidak ada di Bandung. Malam itu, mereka mengabiskan 2 pack rokok dan 3 botol minuman serta berakhir tertidur berantakan di depan TV apartemen Ve bersama.

Hari ini, Jeje dan Shania hanya ingin di dalam ruangan Ve. Mereka bingung. Sedangkan Beby sudah pergi ke Bogor untuk mengurus bisnisnya.

Saat Jeje sedang menonton TV dengan malas, layar hp nya menyala dan menampilkan nama seseorang yang selama ini mereka cari.

Jeje langsung terlonjak bangun dan mengambil hp nya dengan tangan yang gemetar. Jantungnya berdegup sangat kencang hingga sepertinya ia dapat mendengarnya.

Keringat dingin membasahi wajah, tangan dan kakinya. Dengan satu sentuhan, jari Jeje menggeser tombol hijau di hp nya.

"Ha..lo.."

"Halo, Je"

"Ve!!" teriak Jeje menyadari kalau ini memang suara Ve. Shania yang sedang berada di dapur langsung berlari begitu mendengar Jeje menyerukan nama Ve. Shania duduk di samping Jeje, mengambil hp nya dan mengaktifkan loudspeaker.

"Lo dimana, Ve?" tanya Shania cemas.

"Eh.. Nju.. Bisa jemput gw ga?" tanya Ve dari seberang sana.

"Bisa, Ve, bisa! Lo dimana sekarang?" tanya Jeje tidak sabar untuk mengetahui keberadaan sahabatnya.

"Gw di club Jodi. Jemput sekarang ya"

"Oke. Tunggu. Jangan kemana-mana lo"

"Siyap! Gw tunggu"

Ve memutuskan sambungannya sementara Jeje dan Shania langsung sibuk untuk merapihkan diri masing-masing.

Cukup sepuluh menit untuk mereka bersiap dan kini mereka sudah dalam perjalanan menuju tempat yang disebutkan oleh Ve tadi.

Selama dalam perjalanan, mereka saling diam, sibuk dengan pemikiran masing-masing. Hingga tanpa terasa mereka telah sampai di tempat tujuan.

Dengan sedikit berlari, mereka menuju ruangan dimana Ve berada. Begitu membuka pintu, baik Shania maupun Jeje terkejut dengan keadaan Ve saat ini.

Ve mengenakan dress hitam selutut dengan dibalut blazer putih dan juga stiletto berwarna putih senada dengan blazernya.

Namun bukan itu yang menjadi perhatian Jeje maupun Shania, melainkan keadaan tubuh Ve yang semakin kurus. Bahkan tidak lagi terlihat pipi chubby yang selalu dicubiti oleh mereka.

Bahu, lengan, bahkan perut Ve terlihat banyak sekali kehilangan dagingnya. Terlihat kantung mata yang cukup besar di wajah Ve. Meski telah ditutupi oleh make up, lingkaran hitam di bawah mata Ve tidak dapat membohongi penglihatan Jeje dan Shania.

Jeje dan Shania duduk di samping kanan kiri Ve sembari menatap Ve dengan sakit hati dan mata yang berkaca.

"Lo kemana aja, Ve" isak tangis Shania langsung membasahi blazer Ve kala ia memeluk Ve dari samping.

"Ga kemana-mana, Nju. Gw disini, di dalam hati kalian" ucap Ve mengelus tangan Shania yang melingkar sempurna di tubuhnya.

"Kenapa sampe gini, Ve" ucap Jeje masih menatap iba pada pemilik hatinya. Ve hanya tersenyum menanggapi ucapan Jeje.

"Pulang yuk. Tapi makan dulu" ucap Ve yang dijawab anggukan oleh Jeje. Shania melepas pelukannya dan menghapus air matanya yang dibantu oleh Ve dengan usapan di pipinya.

"Mau makan apa?" tanya Shania menatap wajah Ve. "Nasi padang. Udah lama rasanya" ucap Ve yang dijawab anggukan oleh Shania.

Ve berjalan bersama Shania dengan Shania merangkul pinggang Ve sementara Jeje dibelakang mereka, membawa tas ransel Ve.

Sesampainya di rumah makan padang, Ve memesan beberapa menu untuk lauknya, diantaranya peyek udang, ayam sayur dan juga rendang.

"Laper banget, Ve?" tanya Jeje yang duduk berhadapan dengan Ve yang sedang memakan ayam sayurnya. Ve hanya mengangguk sambil tersenyum mengunyah makanannya.

Shania tersenyum dan mereka makan dalam diam serta saling lirik sambil tersenyum.

Usai makan, mereka pulang ke apartemen Ve. Mereka masuk ke kamar masing-masing untuk bebersih diri.

Selesai mandi, Ve duduk di depan TV dan mulai mengaktifkan hp nya. "Selama ini lo matiin?" tanya Jeje yang dijawab anggukan oleh Ve.

Jeje duduk di samping Ve dan mulai menghidupkan TV. Sementara Shania masih berkutat di dapur sembari memperhatikan kedua sahabatnya.

"Banyak banget notifnya" ucap Ve tersenyum menatap layar hp nya. Jeje yang mendengarnya hanya diam meski di dalam hatinya ia terus bergumam. Lo gatau Ve gimana nyawa gw rasanya ilang separuh tanpa lo.

Shania duduk di samping Ve dan memberi Ve serta Jeje jus buatannya. "Makasi, Nju" ucap Ve menyesap minumannya. Shania mengangguk dan membuka tutup toples makanan ringan dihadapannya.

Mereka berbincang mengomentari tontonan. Baik itu film maupun iklan yang semakin kesini semakin berlebihan.

Tidak ada satupun dari mereka yang ingin menyinggung tentang seminggu ini. Mereka sedang menikmati rindu yang sedang mengudara bebas di atas mereka saat ini.

Bosan menonton film di TV, mereka menyetel film di kaset. Tidak lupa juga popcorn yang sudah dibuat oleh Shania untuk menemani malam mereka.

Hingga pukul satu pagi, mereka telah selesai menonton film dan sudah sangat kenyang.

"Ngantuk ya" ucap Ve yang dijawab anggukan oleh Shania. Sementara Jeje telah tertidur saat film tengah berlangsung.

"Tidur yuk. Biarin aja dia disini" ucap Shania menatap Ve. "Gpp nih?" tanya Ve yang dijawab anggukan mantap oleh Shania. Lalu mereka masuk ke kamar setelah merapihkan posisi tidur Jeje dan menyelimutinya.

Pukul empat pagi, terlihat Jeje bangun dari tidurnya karena mendengar kegaduhan di ruangan mereka. Shania juga langsung membuka pintu dan menatap Jeje yang bingung.

Mereka berlari ke arah kamar Ve, tempat darimana kegaduhan berasal. Sayangnya, pintu kamar Ve terkunci dari dalam. Jeje dan Shania berusaha untuk mendobraknya namun gagal. Hingga akhirnya Shania mengambil palu dan memukul pintu dan terbuka.

Mereka terkejut melihat keadaan kamar Ve yang berantakan. Jeje dan Shania berlari mencari keberadaan Ve di kamar mandi karena tak jua menemukan Ve di hadapan mereka.

Sesampainya di kamar mandi, mereka lebih terkejut melihat Ve yang duduk meringkuk di bawah shower yang menyala serta lengan yang sudah ia ikat sebelumnya.

Jeje menghampiri Ve dan memeluknya sementara Shania menangis dan menutup mulutnya tidak percaya.

"Ve.. Sadar, Ve" panggil Jeje menangis memeluk Ve yang badannya sudah sangat dingin.

"Je.. Sshh.. Em.. Je.. Gw butuh.. Shh.." gumam Ve yang membuat Shania semakin menangis.

"Keluar dulu ya" ucap Jeje di sela tangisnya. "Hm.. Je.. Gw butuh.. Sshh.." ceracau Ve menggenggam tangannya yang bergetar.

"Iya.. Iya.. Kita keluar dulu ya" ucap Jeje menarik Ve menjauh dari shower. Shania mematikan showernya dan menangis melihat keadaan Ve.

"Je.." panggil Shania. "Bantu gw angkat Ve ke kasur" ucap Jeje tenang. Shania mengangkat tubuh Ve dari satu sisinya dan menatap Jeje yang wajahnya syarat akan kesakitan.

Kenapa firasat gw harus benar. Batin Shania membantu Jeje mengangkat Ve dan membawanya ke kasur.

DivaWhere stories live. Discover now