"Dan apa pula yang aku harapkan selain ingin menjadi teman."
Benda tipis berwarna hitam itu terus berbunyi dan bergetar pada saat yang bersamaan, membuat cowok yang tengah tertidur dengan lengan menutup matanya itu 'pun perlahan bangun.
Dareen meraih handphonenya di nakas sebelah tempat tidur, memperhatikan nama yang tertera disana dan segera menggeser tombol hijau.
"Hm?" ucapnya masih setengah sadar.
"Ren? Kamu dimana? Jemput Mama sekarang di koperasi." suara itu sudah sangat familier di telinga Dareen.
Dareen masih menggeliat di ranjang, membuka matanya sepenuhnya "Di sekolah."
"Hah? udah jam lima kamu masih di sekolah?! pulang sekarang! jemput Mama!" suara dari seberang itu naik beberapa oktaf membuat Dareen meringis dan menjauhkan handphonenya beberapa centi dari telinga.
"Kamu tuh kebiasaan, dikunciin pagar ama penjaga baru tau rasa!"
Dareen lalu bangkit dari tidurnya "Iya Mama, iya. Ini udah jalan ke parkiran kok." dusta Dareen pada Ibunya itu.
"Mama tunggu ya. Kamu hati-hati." kemudian sambungan itu terputus.
Dareen mengusap matanya pelan, kemudian memandang jam dinding berwarna hijau yang tergantung tidak jauh darinya. Sudah sejam dia tertidur di UKS, biasanya Dareen hanya tiduran, tapi tadi rasa ngantuknya tidak bisa ia abaikan.
Dareen beranjak dari ranjang berukuran satu orang itu, merapikan sprei dan bantalnya sebentar, kemudian berkemas. Memasukkan beberapa barangnya kembali dalam tas dan memakai sepatu.
Disaat anak-anak lain sibuk rapat organisasi atau latihan ekstrakurikuler sepulang sekolah, berbeda dengan Dareen. Ia akan mengecek segala kebutuhan di Unit Kesehatan Sekolah, ia memastikan apa semuanya sudah lengkap, termasuk obat-obatan.
Bunyi decitan pintu digeser berbunyi, sosok perempuang berhijab muncul mengangetkan Dareen "Loh? belum pulang, Ren?" tanyanya sambil tersenyum memandang Dareen yang tengah berkemas.
"Baru mau pulang, Kak." balas Dareen balik tersenyum pada Pia, seniornya sesama petugas UKS.
"Oalah. Oke deh, hati-hati ya."
Dareen mengangguk kemudian siap keluar dari ruangan serba putih itu.
"Eh bentar!" ucap Pia memotong, menghentikan langkah Dareen "Ren, gue denger dari Pak Tanto, kayaknya list anak yang mesti kita wanti-wanti bertambah lagi." ucap Pia membuat alis Dareen terangkat.
"Bertambah?" tanya Dareen penasaran, UKS memang mempunyai daftar siswa maupun siswi yang memiliki penyakit serius di sekolah, mereka akan masuk list. Dengan begitu pihak pengurus UKS bisa melakukan pertolongan pertama jika hal yang tidak diinginkan terjadi saat proses belajar mengajar berlangsung.
Pia menaikkan bahunya "Gatau juga sih, tadi gue ngomong sekilas juga sama Pak Tanto, nanti dia kasih nama ama kelasnya ke gue." jawab Pia.
Pak Tanto sendiri merupakan pembina dari organisasi yang Dareen tekuni, beliau bisa dibilang Bapak UKS di SMA Bakti Mulya.
"Oh, okedeh Kak. Duluan ya." pamit Dareen akhirnya dan segera berlalu.
Meskipun jam pulang sekolah sudah berakhir beberapa jam yang lalu, tapi suasana sekolah masih ramai, masih banyak yang memenuhi lapangan untuk kepentingan lainnya, ada juga yang sekedar nongkrong sengaja mengulur waktu.
Dareen menghampiri vespa klasik berwarna putih miliknya, di antara jejeran motor yang terparkir, mungkin motor Dareen-lah yang paling 'nggak banget.' Tapi, Dareen selalu nyaman-nyaman saja memakai motor pemberian almarhum kakeknya itu, ia hanya memodifikasi sedikit. Lagipula vespa itu masih terawat dan mesinnya masih bagus, suaranya pun halus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dareen
Teen FictionIni bukan tentang dia yang dingin dan irit bicara. Bukan tentang dia yang biang rusuh seantero sekolah. Bukan pula tentang dia yang tampan membuat meleleh hati para wanita. Bukan. Ini tentang Dareen. Cowok yang rela meluangkan waktunya untuk memasti...